Takdir

24 3 0
                                    


"Jika aku tidak ditakdirkan untukmu, lalu kenapa hatiku mengatakan bahwa akulah takdirmu?"

Terkadang begitulah keadaannya.

Kita. Aku dan kamu, bukanlah sepasang kekasih, bukan juga sahabat. Kedua istilah itu bahkan rasanya sangat sulit untuk kita jangkau.

Aku dan kamu hanyalah dua orang yang kebetulan dipertemukan dan merasa sangat dekat untuk sesaat. Ya, saat itu kita sangat dekat. Aku tau banyak bagaimana hidupmu sehari-hari, aku tau dengan siapa kamu bergaul, aku tau bagaimana caramu berpikir. Dan mungkin, kamu tau bagaimana aku dan hidupku.

Tapi ketika saat itu berlalu, aku dan kamu menjadi dua orang yang tidak saling mengenal. Aku yang dulu bisa sedekat mungkin berbicara denganmu, sekarang untuk menatapmu saja seperti suatu larangan untukku. Jika dulu aku bisa berjalan dan tertawa bersamamu, sekarang untuk melihatmu tersenyum saja aku tak punya kesempatan.

Aku yang dulu bebas memanggilmu dengan sebutan apa saja, sekarang untuk memanggil namamu saja rasanya sangat berat. Aku yang dulu bebas berbicara apa saja bersamamu, sekarang untuk bilang "hai" saja aku tak sanggup. Kamu yang dulu selalu mengajakku jalan, sekarang untuk sekedar menyapaku saja, kamu enggan. Aku dulu senang saat kamu menggenggam erat tanganku, sekarang melihatmu melangkah ke arahku saja, aku selalu gemetaran. 

Aku tak punya nyali untuk menatapmu lagi. Aku tak punya keberanian untuk bisa di dekatmu lagi. Aku takut.

Rasa takut itu selalu muncul ketika aku melihatmu di ujung jalan, di sudut ruangan bersejarah itu, di semua tempat yang pernah kamu ataupun kamu dan aku kunjungi. Aku tidak mengerti. Ini seperti bukan rasa takut, tapi rasa sakit. Sakit karena menyadari betapa jauhnya aku dan kamu melangkah ke arah yang berbeda. Hingga mungkin tak ada persimpangan yang akan mempertemukan kita.  
Memang, sejak dulu langkah kita tidak memiliki tujuan yang sama. Kamu dan aku berada di jalur yang berbeda. Mungkin saat itu adalah satu-satunya persimpangan yang mempertemukan kita. Sehingga kita bisa berada di jalur yang sama, meski hanya sebentar. Karena saat bertemu persimpangan kembali, kamu berlalu begitu saja. Meninggalkanku yang hanya bisa menatapmu dari kejauhan. Dan setelahnya kamu kembali ke jalur hidupmu dan aku kembali ke jalur hidupku.
Sejak kembali ke jalur masing-masing. Kita menjadi manusia yang tak saling mengenal. Saling mengabaikan satu sama lain saat berpapasan. Tak ada tatapan, tak ada sapaan, bahkan untuk saling melempar senyum pun rasanya begitu berat. Kita seperti dua manusia yang hanya saling tau nama, tanpa peduli dengan keadaan dan hidupnya.

Suatu ketika, aku melihatmu di ujung sana. Sedang memainkan jemarimu di senar gitar kesayanganmu. Sejenak kemudian aku mendengar alunan lagu yang sering kita nyanyikan dulu. Dengan lembut kalimat demi kalimat keluar dari mulutmu. Rasanya aku hendak berlari kesana dan bernyanyi bersamamu. Menyanyikan semua judul  lagu yang bahkan liriknya kita tidak hapal semua.
Dan saat tatapan kita bertemu, dengan lembut aku menarik bibir ini untuk tersenyum kepadamu. Tapi apa yang terjadi? Kamu dengan cepat mengalihkan pandanganmu dariku.

Hahaha. Takdir memang kadang sekejam itu.

Aku tidak pernah meminta kepada Tuhan untuk bertemu dan menjadi dekat denganmu. Tetapi Tuhan memberikannyanya. Dia mempertemukan kita dan menjadikan kita semakin dekat. Hingga aku meminta kepada Tuhan untuk tetap membuatmu didekatku dan tidak menjauhkan kita. Namun, Tuhan menolak keinginanku. Dia menjauhkan mu dariku. Membuatku merasa kalau kamu tidak mau lagi bersamaku. Aku tidak tau mengapa Tuhan berbuat seperti itu. Apa Tuhan menunda kebersamaan kita? Apa Tuhan ingin kita mengenali siapa diri kita sebenarnya dan mempersiapkan diri sebelum kita bersama lagi? Atau apa karena Tuhan tau jika akhirnya kita tak bisa bersama? Hingga Dia menjauhkan kita sekarang, agar kelak tidak merasakan sakitnya perpisahan. Tapi satu hal yang ku yakini, apa pun rencana Tuhan pasti yang terbaik untuk kita.

Tetapi, aku masih dengan yakinnya menjadikanmu sebagai takdirku. Aku menjadikanmu seorang yang istemewa. Aku terpesona dengan kebaikan dan caramu hidup. Tapi aku tidak pernah berpikir, apakah kamu juga tertarik denganku dan hidupku?.

Disaat aku baik, kamu sangat baik. Disaat aku sakit, kamu ada. Disaat aku bingung, kamu memberiku sosuli. Disaat aku hampir menyerah, kamu memberikanku semangat. Disaat aku berharap penuh kepadamu, kamu meninggalkanku. Disaat aku sudah jatuh kepadamu, kamu pergi menjauhiku. Disaat aku benar-benar merindukanmu, kamu mengabaikanku.

Mengapa takdir seolah-olah mempermainkan aku? 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

just writeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang