Malam hari, kembali sosok adit terlihat padaku. Kali ini di ruang tamu dan ternyata benar itu adit dan Lita aku ingat ini malam minggu. Mungkin adit wakuncar. Ya ampuunn, hatiku terasa tertusuk tusuk dari atas aku perhatikan mereka yang dengan bahagianya bercanda ria tanpa mereka pikirkan perasaanku.
Aku bisa apa kali ini. Kesabaranku habislah sudah, ternyata ini yang dinamakan sakit hati. Kali ini aku benar benar sakit hati. Aku termenung di bangku depan rumahku di bawah bulan sabit bertabur bintang dengan airmata yang terus mengalir. Aku rasa menyesal telah merelakan cintaku. Aku rasa bahagia biasa membuat Lita tersenyum.. kacau yang menghampiri pikiranku.
Adit kamu tega..” tanpa sadar aku mengucapkannya. Tiba tiba suara lembut itu menjawab ucapanku “bukankah ini yang kamu mau? aku ngelakuin ini biar kamu tau bahwa aku bener bener cinta sama kamu Nindy” dan ucapan itu tak sengaja didengar oleh Lita dengan cepat Lita menghampiri aku dan adit “apa?? Jadi ini semua terpaksa, kamu jahat dit, dan kakak juga jahat kenapa kakak ga bilang tentang ini?” “Lita..Lita dengerin kakan.. kakak ngelakuin ini biar kamu…” belum sempat aku meneruskan pembicaraan tiba tiba Lita memutuskannya “biar aku ga sakit? Iyaa? Penghinaan tau ga? Aku selalu dianggap lemah”
“Bukan gitu dek, dengerin dulu” “udahlah kak ga perlu, adit aku mau putus. Daripada kamu terpaksa lebih baik tidak” ucap Lita yang lalu berlari memasuki rumah hingga teriakanku pun tak dihiraukan olehnya.“Aku pulang ya” ucap adit yang aku jawab dengan anggukan.
Malam ini tugasku merayu Lita, merayu agar tidak marah lagi dan mau memahami semuanya. “Lita, kakak mohon maafin kakak”Lita hanya terdiam tanpa kata, perlahan aku menjelaskan semuanya mulai dari awal hingga detik ini. “Lita, ini kakak lakuin karna kakak sayang sama kamu dek” Lita sedikit mengangguk sepertinya ia mulai memahami.
Keesokan harinya. Aku melihat Adit yang berdiri memandang indahnya danau berlayar itu, “Adit” sapaku dari belakangnya perlahan adit menolehkan pandangannya “Nindy” gumamnya memandangku tajam. Aku berjalan mendekatinya “aku tau apa yang aku inginkan itu salah, ternyata aku ga bisa melihat semuanya, adit apa perasaan kamu ke aku masih sama?”
Mendengar pertanyaanku adit sedikit menjauh dengan kedua tangan masuk ke saku celananya. Pria berdasi dengan kemeja merah hati dan celana dasar hitam ini terlihat begitu berwibawa, ya.. bisa dibayangkan apa pekerjaannya.
Perasaanku tetep sama na bahkan lebih.. sampai kapan pun perasaanku ga akan berkurang sama kamu, dari kecil aku mengenalmu, dan dari kecil juga aku bercita cita ingin memilikimu”
“Aku mau Dit, aku mau kamu miliki aku mau nemenin kamu hingga kamu tua nanti, aku mau jadi saksi liku liku kehidupanmu”
“Sekarang aku sadar, dari dulu hingga sekarang kakak selalu mengalah buat aku. Kali ini izinkan aku untuk membalas kebaikan kakak. adit lebih baik untuk kakak bukan untuk aku” aku bahagia mendengarnya akhirnya mimpi dan khayalanku dapat tercapai kali ini. Hatiku sungguh bahagia, berharap waktu berjalan lebih lambat agar aku dapat merasakan hangatnya genggaman adit lebih lama. Kini aku sadar tidak selamanya aku harus mengalah, karena ada saatnya semua perbuatanku akan berbuah manis.