"Ibu Eren?"
Entah berapa kali Kuchel bertanya, tapi Levi hampir lelah mendengar pertanyaan itu. Levi menghela nafas panjang dan menghembuskannya lewat mulut.
"Iya, Bu. Eren mengajak kita berdua bertemu Ibu Eren, Nyonya Carla Yaeger."
Kuchel terlihat sangat senang. Senyum lebar terlukis di bibirnya. Levi minum susu buatan ibunya. Entah kenapa, dia sedang ingin minum susu, karena ia rindu Eren? Mungkin saja.
Sekarang sudah malam, Eren baru saja pulang dari menjemput Levi. Lagi-lagi, Eren membawa makanan buatan ibunya, kali ini cukup mewah. Kuchel sangat senang, jujur saja, dia belum bisa berbelanja karena kebutuhan ekonomi. Eren menceritakan soal ibunya yang selalu mengoceh tentang Kuchel dan Levi yang sangat ingin ditemui, bahkan mengomeli Eren yang tidak bisa membedakan besok dengan lusa, karena kemarin saat Eren menelfon Carla, dia bilang akan membawa Levi besok, bukan besoknya besok.
Eren bercerita itu sambil tengkurap, memeluk Levi yang duduk di sampingnya, kakinya berayun di udara, dirinya tidak bisa menahan hasrat ingin bermanja dengan Levi. Kuchel gemas sekali dengan kelakuan Eren, dia seperti anjing dan majikannya adalah Levi.
Sekarang sudah jam sembilan malam. Kuchel mengoceh panjang lebar tentang betapa kagumnya dia pada keluarga Eren. Sesekali Levi menimpali, tapi dia sedang sibuk meminum susu yang masih panas ini. Dirinya agak kesusahan.
"Ah, besok apa yang harus ibu pakai?"
Levi menatap langit-langit, mengerutkan kening, dan bergumam, "Tidak perlu pakai gaun, cukup kaus lengan pendek dan celana saja, ibu sudah cantik. Kupikir ibu juga tidak perlu pewarna bibir."
Levi beropini. Kuchel kembali memikirkannya. Dia ingin tampil apa adanya, hanya saja banyak sekali luka di lengan dan kakinya, walaupun itu semua bisa ditutupi. Dia juga sebenarnya malu karena sudah merepotkan keluarga Eren, namun dia juga ingin bertemu, sekedar berbincang mungkin mengingat Eren selalu menempel pada Levi seperti anjing.
"Ibu, tolong jangan berpikir terlalu keras. Lebih baik sekarang kita tidur, ya?" Levi bangkit dan mencuci gelasnya. Kuchel berdiri dari duduknya. Levi kembali dengan cepat. Ia menuntun ibunya ke kamar, menidurkannya, dan menyelimutinya, "Selamat malam, Bu."
"Selamat malam juga, Sayang."
Levi pun memasuki kamarnya setelah menutup pintu kamar Kuchel dan mematikan rumah aman. Ponselnya ia ambil. Masih diisi dayanya dengan power bank yang tadi siang ia isi menggunakan cahaya matahari. Levi takut mengisi daya dengan listrik rumahnya, listrik sudah sangat mahal menurutnya. Waktu itu Eren membelikannya ponsel dan power bank ini setelah melihat rumahnya. Levi tersenyum dan menghela nafas.
Ia merebahkan dirinya berbantalan tas sekolah. Dipejamkannya mata dan pergi ke alam mimpi.
Esoknya, Kuchel gugup luar biasa. Levi yang baru saja bangun kebingungan, "Ibu?"
Kuchel membalikkan tubuhnya, "Ah, Sayang. Bagaimana?" Kuchel memutar tubuhnya yang sudah dibalut celana panjang kain dan baju merah muda dengan renda di kancing dadanya.
Levi mengacungi jempol, "Ibu cantik sekali. Ini pemberian nenek dulu, ya?" Levi mengamati baik-baik, "Seharusnya Ibu tidak usah panik semalam, yang ini bagus sekali."
Kuchel terkekeh dan kembali menatap dirinya, "Maaf, Nak, Ibu lupa kalau Ibu masih ada pakaian dari nenek."
Levi terkekeh, "Aku mau mandi."
Kuchel mengangguk. Levi pun mengambil handuknya dan mandi di belakang rumah, tepatnya tempat pemandian umum. Sebenarnya, lingkungan runah Levi ini adalah lingkungan para pelacur mencari nafkah. Di ujung gang, dari rumah Levi ke kiri, adalah rumah bos mereka. Jadi, seharusnya Levi tidak timggal di sini, hanya saja dia belum menemukan tempat yang layak, itu mahal.