27

358 17 0
                                    

" Pisah? Maksudnya?," tanyaku bingung.

" Saya malu ceritanya, Mbak." Kata Jenna.

" Loh kenapa?" Tanyaku heran.

"Sebenarnya hampir setahun yang lalu dia selalu gelisah entah kenapa. Hampir setiap hari pulang dalam keadaan mabuk dan selalu meminta saya melayaninya walaupun saya melayaninya dengan sangat berat hati," Jenna lalu mengambil nafas dalam dan melanjutkan ceritanya kembali.

"Sampai suatu hari saya hamil dan setelah Mas Alvin tau saya hamil, dia langsung menjaga jarak dengan saya. Dia tidak pernah menyentuh saya lagi, bahkan beberapa bulan ini dia kos. Dia minta maaf kalau kehamilan saya adalah diluar kendalinya," Jenna menghela nafas kembali.

"Mas Alvin bilang akan segera menceraikan saya setelah saya melahirkan. Tapi dia janji akan selalu ada jika diperlukan dan siap membiayai si kecil sampai kuliah. Dan ya... Tadi Mas Alvin kesini memberikan surat cerai, Mbak," ujar Jenna dengan mata yang berkaca-kaca.

" Maaf ya kalau jadinya begini. Harapan saya kamu dan Alvin akan langgeng terus," kataku.

"Iya Mbak. Takdir saya mungkin begini." Kata Jenna sambil menerawang.

" Jen, sebenarnya Alvin baru tau kami sudah menikah itu hampir setaun yang lalu. Saya ga tau itu ada hubungannya sama mabuknya Alvin atau engga. Saya pernah menyembunyikan pernikahan saya waktu saya kuliah dulu tapi saya pikir ini sudah tidak perlu saya sembunyikan lagi, Alvin harus tau. Biar dia sadar ga ada gunanya menyia-nyiakan kamu. Itu maksud saya. Maaf kalau jadinya begini," ujarku.

"Mbak ga salah apa-apa kok. Justru saya salah waktu datang ke kantor Mbak, nuduh Mbak yang ga bener. Tapi ternyata Mbak Mutiara malah memikirkan yang terbaik untuk saya," ucapnya.

" Nanti coba saya & suami saya bicara dengan Alvin ya." Ujarku.

"Makasih Mbak, tapi sepertinya percuma. Dia dah mantap menceraikan saya," ujarnya sendu.

"Ga ada salahnya dicoba." Jawabku.

***

Setelah berdiskusi dengan Kak Evan, Kak Evan mendukungku untuk mencoba menyatukan Alvin dan Jenna kembali. Langkah pertamaku adalah menghubunginya lewat pesan di HP.

Aku: Vin, apa kabar? Lo sehat kan? Kemaren ketemu di rumah sakit siapa yang sakit? (Aku pura-pura tidak tahu bahwa Jenna melahirkan)

1 jam...

2 jam...
.
.
.
26 jam...

Pesanku belum dibalas juga. Agak canggung juga setelah tidak bertukar pesan hampir 1 tahun.

Setelah 27 jam akhirnya pesanku dibalas.

Alvin: Jenna lahiran

Sudah! Itu saja balasannya. Aduh gimana ya cara masuk ke topik supaya dia mau balik ke Jenna.

Aku: selamat ya. Laki-laki atau perempuan? Semoga sehat semuanya. Kapan pulang dari rumah sakit?

Alvin: laki-laki

Aku: pengen nengokin, mau liat bayinya dong... Mirip Lo atau Jenna?

Alvin: ga usah, ngerepotin. Mungkin besok pulang

Aku: ya udah minta alamat Lo ya

Alvin: alamat gw atau alamat Jenna dan bayi?

Aku: ya alamat Lo bertiga sama si baby lah

Alvin: Harum Semerbak blok L no 7

Aku: oke tar kesana lusa deh (maksudku sekalian kasih kado untuk bayi)

Alvin: oke. Tapi jangan cari gw disana ya. Gw dah ga tinggal disitu lagi.

Aku: Lo dimana?

Alvin: ngekos

Aku: kok ngekos?

Alvin: gw dah pisah sama Jenna. Biar rumah dan isinya buat Jenna dan anak gw aja.

Aku: kenapa pisah? Dulu Lo bilang udah mau sidang cerai. Tapi barusan Lo bilang Lo punya anak sama Jenna jadi gw pikir finally happy marriage Lo dan Jenna.

Alvin: itu urusan gw. Gw salah bikin Jenna hamil padahal gw dah mau ceraiin dia. Tapi gw bakal tanggung jawab sama anak gw. Itu janji gw ke Jenna dan anak gw.

Aku: kenapa ga coba jalani dulu bareng Jenna dan anak Lo? Siapa tau si bayi bisa bikin Lo dan Jenna saling memahami, saling menerima satu sama lain. Apa salahnya dicoba?

Alvin: ga bisa. Mentok. Jawaban gw dari dulu sampe sekarang sama. Gw ga cinta Jenna. Udah usaha tapi ga berhasil, ya udah

Aku: yahhh... Coba lagi dong

Alvin: ga bisa. Gw dan Jenna sama-sama sakit dan menderita. Ini yang terbaik

Aku: untuk anak Lo? Ini yang terbaik?

Alvin: gw ga tau. Jangan paksa gw balik ke Jenna. Lo tau hati gw untuk siapa

Aku: move on dong, sekarang Lo punya anak. Jaman Lo single aja gw ogah sama Lo apalagi jaman Lo punya istri duh ga pengen banget eh... Sekarang sama duda anak satu? Lebih-lebih lagi, Vin

Alvin: ya semoga suatu hari nanti Tuhan kasih gw jatuh cinta lagi selain lo. Lo pasti seneng

Aku: jatuh cinta itu perlu orang yang tepat, waktu yang tepat, kondisi yang tepat

Alvin: doain aja

***

Hari ini ulang tahun Kak Evan yang ke 45. Setelah merayakan bersama pegawai-pegawai kantornya kami pulang dari rumah makan.

"Mut, Kak Evan dah umur 45 loh. Kamu mau punya anak ga? Kak Evan pengen punya anak 2 atau 3. Mau ya, Mut?" Tanya Kak Evan tiba-tiba.

Selama ini kami memang tidak pernah membicarakan soal anak. Ini pertama kalinya.

"Aku sih mau-mau aja Kak, tapi kita belum dikasih. Kita juga baru 1 taun ini benar-benar sebagai suami istri kan? Tunggu aja Kak." Jawabku.

"Kamu 33 taun, kak Evan 45 taun. Kita bakal punya anak di umur berapa ya?" Tanya kak Evan.

"Aku juga ga tau Kak," jawabku.

" Hmmm... Mut, kamu keberatan ga kalau kita ikut program bayi tabung? Aku masih simpen kartu nama dari dokter kamu yang dulu itu. Kita juga usaha supaya cepat dapat momongan yuk, Mut. Manusia berusaha dan Tuhan yang menentukan. Kita perlu usaha juga." Jelasnya.

" Biayanya lumayan loh Kak," ujarku

" Ayolah, Mut... Ga bakal buat kita bangkrut juga kan?" Rajuknya.

" Iya... Iya... Mau konsultasi kapan?" Tanyaku.

"Kalau kamu udah siap aja," ucapnya sambil tersenyum lebar.

"Aku sih siap kapan aja. Rabu aja gimana, Kak?"

" Serius kamu siap secepat itu? Beneran, Mut? Astagaaa...." Kak Evan malah melihatku bingung.

" Loh kenapa Kak?" Aku malah bertanya lebih kebingungan lagi.

" Aku ga sangka kamu langsung oke. Aku pikir kamu perlu dibujuk beberapa bulan dulu," ungkapnya.

"Sejak taun kemaren aku tuh selalu siap kalau aku hamil. Tapi ternyata kita belum diberi kepercayaan sampai saat ini. Jadi kalau Kak Evan mau aku hamil secepatnya ya aku sudah siap sejak tahun kemaren, Kak," Jelasku sambil tersenyum.

Kak Evan seperti biasa mengelus-elus rambutku sambil tertawa cerah.

"Oke nanti kak Evan buat janji untuk konsultasi sama dokternya ya, Mut." Kata Kak Evan.

"Sip Kak," jawabku.

***

Mutiara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang