Siapa Namamu?

110 7 9
                                    

Penggorengan sudah dipanaskan, telur dipecah dan masuk ke penggorengan. Bunyi letupan-letupan mulai terdengar disusul teriak samar dari arah dapur. Aduh! Terdengar samar dari kamar Dahayu.

Mendengar teriak samar itu Dahayu segera merapikan rambut sebahunya, kemudian mengambil tas ransel abu-abu miliknya. Dengan tergesa ia berjalan menuju ke sumber suara.

Berdiri Dahayu di pintu dapur dan melihat Abangnya sedang pasang kuda-kuda menghadapi cipratan minyak dari penggorengan. Ketika Abang mulai mendekati penggorengan untuk membalik telur, letupan minyak kembali mengagetkannya. Huaaaaa..! Teriaknya sambil loncat ke belakang.

Dahayu yang memperhatikan Abangnya sedari tadi, tertawa. "Hahaha.. kalau takut sama letupan minyaknya, dimatikan aja Bang kompornya. Ayu juga suka kok setengah matang." Kata Dahayu sambil tertawa.

Menyadari keberadaan adiknya, Wira menegakkan tubuhnya seolah tidak terjadi apa-apa. Melihat tingkah Wira yang lucu, Dahayu tertawa lebih keras lagi sambil berjalan ke arah kompor, kemudian mematikannya. "Gitu aja takut. Abang cemen," ejeknya sambil masih tertawa.

Dahayu mengambil piring, menyiapkan sarapan untuk abang dan dirinya. Bang Wira duduk di meja makan sambil menggerutu, "Abang bukannya takut, Dek. Nggak biasanya aja itu meletup kaya tadi," kata Bang Wira membela dirinya sendiri.

Sambil mengambil nasi, Dahayu tertawa lagi. "Orang hampir tiap pagi teriak-teriak mulu kok Abang."

"Ya Abang takut kena letupan minyak lagi. Nih lihat!" Wira menunjukkan tangan kirinya yang terkena bekas letupan minyak panas. "Sakit tau, Dek. Ini juga buat masakin kamu tiap pagi."

Dahayu tersenyum. "Iya, Bang. Makasih ya."

Bang Wira merubah raut wajah kesalnya menjadi senyuman. "Eh, kamu sudah SMA aja sih, Dek. Cie.. udah gede, sebentar lagi punya pacar nih." Ejek Bang Wira kepada adik satu-satunya itu.

"Apaan sih, Bang. Cepetan yuk, ini kan hari pertama Ayu masuk sekolah. Nyari bangku..."

"Oh iya. Inikan hari pertama kamu jadi siswi SMA. Ayo makannya dipercepat!"

Setelah selesai sarapan, Bang Wira keluar menyiapkan motornya. Dahayu masih berada di meja makan, menumpuk piring-piring kotor dan meletakkannya di wastafel. Seketika terdengar suara Bang Wira dari halaman rumah."Ayo, Dek. Nggak usah dicuci piringnya, nanti kamu telat loh," teriak Bang Wira.

Mendengar suara Bang Wira, Dahayu segera bergegas keluar rumah. Sambil menggendong tas ransel abu-abunya Dahayu menjawab, "Iya, Bang. Ayo berangkat."

***

Perempuan bertubuh kecil, berkulit putih, berambut sebahu yang sekarang dibonceng abangnya sambil menggendong tas ransel abu-abu itu bernama Dara Dahayu. Teman-teman sekolah memanggil dengan nama depannya, yaitu Dara. Sedangkan keluarga memanggilnya Ayu. Dan hari ini, hari pertama Dahayu masuk sekolah dengan seragam putih abu-abu. Seharusnya Dahayu berangkat pagi agar bisa memilih bangku strategis untuk belajar, tapi akibat kejadian letupan minyak panas, Dahayu berangkat lebih siang. Tapi untungnya Bang Wira sedang jadi pembalap sekarang. Menarik gas dengan kecepatan penuh, lalu menyalip kendaraan bermotor lainnya.

Dan akhirnya setelah menjadi Rossi, seorang pembalap kelas MotoGP, motor Bang Wira sampai di sekolah Dahayu. Dahayu turun dari motor sambil menyibak rambutnya yang berantakan terkena angin. Bang Wira melihat rambut adiknya yang berantakan, tertawa kecil. "Rambutnya dibenerin sambil jalan, sekarang kamu masuk cari bangku. Nanti kehabisan bangku loh," ujar Bang Wira.

DahayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang