Aku belum ingin tau itu

103 1 0
                                    

Remaja sederhana dengan tingkah tidak sederhana, dengan pemikiran jauh dari sederhana dan dengan impian yang sangat lebih dari sederhana. Namaku Olive, manusia berjenis kelamin wanita yang alhamdulilah masih memiliki keluarga utuh seutuh utuhnya, punya teman yang baik sebaik-baiknya tapi tidak dengan makhluk bernama "pacar" yang aku tidak punya setidak punya-punyanya. Entah kenapa aku selalu takut dengan kata "pacaran" yang notabene dialami oleh gelintir remaja seusiaku. Usia remajaku kini 16 tahun, tapi sepertinya masih banyak orang yang tidak rela menyebutku dengan sebutan "remaja" entah mungkin karena sikapku yang masih kanak-kanak.

Ya kini aku duduk di bangku kelas XI di SMAN 29, sekolah yang terkenal dengan atlet basketnya yang jago dan paduan suara yang suaranya menbahana. Aku duduk dengan seorang remaja cantik yang punya suara menggelegar tapi dalam konteks bisa dibilang "cempreng" ya itu bahasa yang sering kusebut untuk suaranya itu, saking cemprengnya aku menyebutnya dengan "miss toa", dia adalah segalanya buatku, dia sering membuat aku ketawa tapi lebih sering membuat kupingku sakit, ya tentu karena suara membahananya itu tapi no prob, aku sudah terbiasa dan aku sangat nyaman.

Bel istirahat di sekolahku berbunyi, kebetulan kelasku pinggir kantin jadi aku tak perlu repot berjalan sepuluh ribu langkah untuk sehat, menurutku makan sudah cukup sehat ko, aku yang selalu berdua dengan miss toaku itu melakukan rutinitas anak sekolah normal yaitu jajan, oh ya belum kusebut nama temanku itu ya, oke dia Stella.

"Ah jinjja, olive you know? Aku malem ketiduran dan aaahhhhh aku benci pas bangun aku ngestalk dan beritanya itu SJ gajadi konser kan ih nyebelin ga sih." Teriak Stella sambil menjiwit lenganku dan gelendotan ke bahuku sambil memegang gadgetnya. Oh hampir setiap hari kupingku tidak pernah melewatkan ucapan Stella semacam ini, ya dia ELF, penggemar korea dengan dibuktikannya ucapan-ucapan yang setaunya dia saja.

"Na nanti kamu satu bus dan duduk study tour wajib sama aku ya!" Belum sempat aku respon tingkahnya tadi dia sudah bertingkah lagi.

"Oke" singkatku.

"Eh kapan kamu mau pacaran liv?" Pertanyaan yang sudah beribu kali aku dengar dari orang orang termasuk remaja di sebelahku ini yang harusnya dia juga sadar kalau dia sendiri bosan mendengar pertanyaan itu karena samasama kita tidak pernah pacaran.

"Apaan sih, bosen" Balasku

"Bosen? Gasalah denger aku? Emang udah berapa kali kamu pacaran, tuh kan ga cerita!" Dan ini adalah hal konyol yang juga sudah bosan aku dengar.

"Udah sih, jangan suka ngomong tentang itu, eh Bromo nunggu kita"

Ya Bromo, sekolahku akan mengadakan perjalanan study tour kesana, ke tempat yang menurutku lebih dari "wah".

Bel masuk pun berbunyi, Pa Iwan yang setia mengumumkan tentang study tour dan paling ditunggu kedatangannya ke kelas, "tapi cuma tentang study tour alasan ditunggunya itu".

"Kalian harus persiapkan segala kebutuhan untuk acara study tour 26 Desember nanti, jangan lupa harus bawa jaket tebal, masker dan peralatan lain, ok?"

"Oke pak" serentak manusia di kelasku mengiyakan

"Dan bapa sudah membagi tempat duduk di bis, no bis dan no kamar untuk kalian, oke?"

"Oke lagi pak"

"Yasudah itu saja yang mau bapa sampaikan, ingatya ingat, oke!"

"Oke terus pak" dan sepertinya memang pa Iwan adalah "Mr.Oke"

Mendengar tentang study tour membuat aku antusias dan membayangkan berbagai jenis peristiwa yang akan terjadi, dimana aku dan miss toa akan bersenang-senang disana, dimana aku akan menikmati udara Bromo, suasana Jawa Timur dan ah banyak lagi tapi sontak aku terkejut menyadari bayanganku bahwa aku membayangkan akan bertemu dengan "laki-laki"

"Hah, duh Olive kamu apa apaan sih, konyol banget, duh Olive jangan jangan, nanti juga jodoh nyamperin, udah jangan mikir gini" Aku bingung sendiri dengan bayangan konyolku dan bahkan aku mengelak bahwa tadi aku sedang membayangkan itu

"Cie ada yang mau study tour nih, ikut dong abang" suara yang tibatiba saja meleburkan bayangan konyolku untuk saar ini aku syukuri kedatangannya.

"Apa sih bang, ngiri yah? Gapernah ke Bromo yah? Nih adikmu tinggal menghitung hari menuju kesana hahaha" ledekku pada abangku yang satu ini. Bang Rega, abang keduaku yang jago banget main gitar, main drum, main piano, main suling, main bola dan main-main yang lain deh.

"Nanti jangan lupa bawa oleh-oleh ya nong" suara kedua yang familiar juga datang, tapi sayangnya saat bayangan konyolku sudah hilang dan tapi aku syukuri juga ko

"Mau apa sih abang abangku ini?" Ucapku manja pada kedua abangku. Oh iya ini abangku yang pertama, namanya Bang Regi.

Mereka tidak kembar, tapi ayah ibuku menamai mereka yang nyaris sama, pernah aku tanya pada mereka kenapa namaku jauh berbeda dari abang-abangku yang justru sangat mirip "Rega-Regi" dan jawaban konyol pun mereka lontarkan "memangnya kamu mau nama kamu jadi Regu, Rego atau bahkan Rege? Kita sekeluarga memang cinta musik nak, tapi gatega kalau nanti kamu kita kasih nama Rege ga keceh banget" Gimana? Konyol kan, okelah aku terimakan namaku Olive, sangat bagus menutku "Olive Fanya".

"Udah 16 taun, masih belum niat buka hati" Bang Rega meledek.

"Bang, kan ini anak nanti mau ke Bromo tuh, kita doain aja dari sini dia bawa oleh-oleh ketemu calon pacarnya" Bang Regi lebih meledek ku. Aku hanya bisa tutup kuping dan bernyanyi semauku untuk berusaha sebisa mungkin tidak mendengar kekonyolan kedua abangku yang tidak kembar ini.

"Apa sih pacaran? Bang, Olive gamau pacaran! Olive gamau kaya temen-temen Olive yang galau yang nangis yang di PHP in yang di harkosin dan apapun itu. Olive gangerti pacaran bang, Olive gamau alamin."

"Cuma remaja aneh yang bilang kaya gini ya Bang" ujar Bang Rega pada kakaknya, yang masih juga kakakku sih

"Olive, kamu itu udah masuk usia boleh pacaran ko, ayah ibu juga ngizinin, kedua abangmu ini juga setuju, asalkan bisa jaga diri" ceramah abangku yang nyaris aku hafal kata-katanya, ya dengan alasan yang mainstrem yakni aku sering diceramahi seperti ini.

"Bang, olive belum ingin tau soal itu"

Ucapku sambil memegang lengan abang-abangku.

Mereka hanya bisa menghela nafas, ya itu yang hanya mereka bisa lakukan saat aku menolak anjuran mereka ini.

dream is youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang