Bab 32.

2.9K 139 4
                                    

"Plis..." Cuma itu permohonan mendesah dari mulut Ella.

Ray berkedip sebentar, matanya melihat kesemua arah. Lalu turun ke leher Ella.

"Ah-" Pekik Ella.

Ray mendongak, mulut terbuka Ella menyuarakan kenikmatannya dan kebutuhannya.

"Kamu harus tidur." Ray berucap, melepaskan tangan Ella dan bangkit.

"No, please..."

Ella menarik tangannya lagi. Mereka berpandangan sekilas.

"Can we just let it, Ray?"

Ray menghela nafas berat. Dia membelai kepala Ella.

"Promise, setelah kita menikah."

Ella menepis tangan Ray dan bangkit hampir jatuh keluar dari ranjangnya. Ray ketakutan saat Ella berdiri setengah sadar.

Dan selanjutnya dia tercengang. Ella melepaskan kancing demi kancing bajunya. Menurunkannya sebatas pinggang dan berjalan ke arahnya lagi.

Demi tuhan Ray tak sanggup berpaling dari sepasang payudara besar dibalik bra merah Ella.

"Ella." Pekik Ray tercengang. Dia bisa gila jika tidak melakukan sesuatu dengan perempuan itu.

"Do. Please."

Ella duduk dipangkuannya. Mata mereka saling melihat. Ray yang duduk tegang begitu berdebar. Ella wanita tercantik di dunia dalam hidup pria sepertinya sedang duduk menunggunya.

"At least kita sama-sama mau, please..." Erang Ella serak. Dia menunduk, menahan serangan mabuk dari tatapan Ray.

"Plis say something Ray..." Bisik Ella tertunduk.

"Kenapa kamu begini." Kecam Ray, menahan punggung Ella. Matanya begitu liar.

"Do please..," Mohon Ella. Dia mengambil tangan Ray dan meletakkannya di dada. Tepat diatas payudara kanannya. Ray tahu benda runcing yang mengeras dibalik branya.

"Kamu tau itu artinya apa,"

"Lihat aku, La."

Ella bisa merasakan kaitan dipunggungnya lepas. Dia berdebar-debar. Mempertontonkan dadanya pada Ray bukan hal yang baru. Tapi ini begitu berdebar-debar.

Pupil Ray membesar. Ujung merah kecil di kedua payudara Ella mencuat di depan matanya.

Tak kunjung melakukan sesuatu, Ella mendesah tanpa suara. Tangannya menyentuh leher Ray mendorong keberanian Ray.

"Please,"

Ella, calon istrinya, begitu kesakitan menginginkan dirinya. Ray membumbung tinggi. Tapi tak melakukan sesuatu, dia begitu menikmati pemandangan dua benda ranum didepan matanya. Begitu jelas di cahaya kamar.

Kakinya sudah kebas, namun berat badan Ella dipangkuannya begitu ringan. Dengan pinggul selebar itu, lengan Ray bisa merengkuhnya dengan satu tangan.

"Kamu tau kamu mabuk, La." Ray bukan pria brengsek, memanfaatkan Ella dalam kondisi mabuk.

"Apa yang beda saat kita lakuin itu dalam keadaan sadar? Please, do something,"

Ella semakin memajukan dadanya, merasa tak ada lagi gunanya bersikap baik-baik saja dari menahan gairah yang sudah Ray bangkitkan.

"Pakai baju kamu." Ray menarik baju Ella lagi.

"Setelah aku terangsang hebat, kamu ninggalin aku? Please do something ke diriku! Kamu tau aku pake bra merah untuk siapa."

MR. RAY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang