Traktiran

290 24 0
                                    

Presentasiku berjalan lancar dan Tamura sensei sudah menyetujui proposalku, besok beliau berangkat ke balaikota, jadi aku akan mulai persiapan percobaan bedah hewan bareng si Sontoloyo.

Doitashimashite…” dia tiba-tiba tersenyum sambil
mengangguk padaku.
Aku melengos tak peduli dia bicara apa.

Kuhampiri Tomoko yang sedang berjongkok mengambil tasnya di bawah meja, demi tak harus bertatap wajah langsung dengan si Sontoloyo.
Kulirik dia keluar ruangan bersama sensei. Kujulurkan lidah sebal padanya.

What’s wrong?” tanya Tomoko menyentuh bahuku.
“Hah?...Oh, nothing…nothing!” jawabku sedikit kaget tak menyangka Tomoko memperhatikan tingkahku.
“Oya, you can arrange your schedule with Arsienna, ok?” sahut Tomoko tersenyum manis.

What? What? Whaaat?

Aku refleks menggetok meja dan dahiku masing-masing tujuh kali, amit-amit!
Nanishiteruno…what are you doing?” Tomoko heran melihat tingkahku.
Aku hanya tersenyum miris dan keluar ruangan.

Jadi selama studi, aku akan kerja bareng si Sontoloyo terus. Ini bagaikan ada yang gatal tapi gak bisa digaruk.

Rencananya aku akan ke perpustakaan kampus tapi cacing di perut minta diisi. Jamku menunjukkan jarum pendek dan jarum panjang kompak berada di angka tiga.

Hp ku berdering dan bergetar, video call dari Aji.
“Hai hun, lagi di mana?” tanyanya.
Aku angkat hp sejajar kepala dan kugerakkan ke kanan dan kiri.
“Oh, di kampus,” sahutnya.
Aku mengiyakan dengan mengangkat alis dan mengangguk.
“Mau ke mana?”
“Mau ke perpus sih tapi lapar. Tapi kalau makan dulu, perpusnya keburu tutup, kesorean.”
“Hahaha…ya udah makan aja. Perpus besok juga bisa.”

Ya memang itu yang akan kulakukan.

He knows me so well.

“Udah dulu, ya. Nanti disambung lagi. Bye hun.” Aji menyudahi percakapan tanpa sempat aku balik bertanya tentang keadaannya.
Selalu Aji yang perhatian.

Ya sudahlah, nanti malam telepon lagi, lagipula sekarang aku malas ngomong. Mood sudah berantakan dari pagi, untung sewaktu presentasi aku bisa kontrol emosi.

Aku jalan pulang melewati pertokoan antara kampus dan stasiun kereta, banyak toko makanan dengan gambar yang membuat air liur menetes

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku jalan pulang melewati pertokoan antara kampus dan stasiun kereta, banyak toko makanan dengan gambar yang membuat air liur menetes. Aku berdiri di depan salah satu toko yang memajang gambar daging steak tebal, mengkilap dengan lemak di pinggirannya menetes-netes, menggiurkan.
Perutku semakin meronta dengan gemuruh yang keras.

Malah tersiksa sih lewat sini, salah jalan gue.

“Makan bareng, yuk?” suara seseorang terdengar merdu di telinga.
Aku mengangguk tanpa menoleh, mataku susah dialihkan dari gambar daging semok nan aduhai itu.

“Gue traktir!” katanya lagi.
Aku menoleh cepat.
“Jiaaahhh…gratisan aja langsung nengok!” tawa jelek membahana keluar dari mulut si Sontoloyo.
Aku lelah dan tak berminat menyalakan obor peperangan kali ini.

Bayangkan saja, tadi pagi aku lari, eh setengah lari setengah jalan setengah jalan cepat, dari apartemen ke stasiun kereta lalu dari stasiun kereta Minami Osawa ke kampus lanjut lari lagi tanpa sarapan bahkan minum pun aku lupa. Lalu langsung berkegiatan sampai sore dan sekarang aku bahkan belum minum.

“Mau gue tonjok?” tanyaku kalem.
Tawanya semakin meledak.
Dengan sok akrab si Sontoloyo menarik tanganku untuk duduk di bangku kayu dekat toko itu.

Aku manut karena malas ribut, lagipula tenagaku sudah di garis kurang dari seperempat.
Si Sontoloyo lari entah kemana dan tak lama kembali membawa air mineral dingin dan onigiri.

“Nih, makan dulu. Gue traktir!”
Aku mengambil botol yang sudah dibukakan olehnya, segarnya air membasahi tenggorokan keringku.

“Ini gimana bukanya? Lo niat ngasih gak sih?” aku menyodorkan kembali onigiri ke tangannya.
“Ogeb!” tawanya meledak lagi sambil membukakan onigiri untukku.
Lalu aku makan dengan khidmat menikmati onigiri rasa tuna pedas, enak.

“Ngapain lo liatin gue terus!?”

Dia mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum.
“Huu…macan!”

 “Huu…macan!”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(Not) Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang