Di luar cuaca cukup dingin, banyak dari mereka yang berkeliaran di jalan mengenakan baju hangat meski salju belum turun.
Tidak lama lagi hari kelulusan akan tiba, dan status Jinyoung pun akan berganti dari siswa menjadi mahasiswa, mengingat ia sudah diterima di salah satu universitas ternama negeri. Tapi meski begitu, Jinyoung masih harus pergi ke sekolah mengurus keperluan ini dan itu untuk kelulusannya.
Jinyoung duduk di dalam ruang kelasnya, hanya menatap ke arah luar jendela sedang pikirannya kosong. Ia tidak begitu tertarik berkumpul di kantin seperti kebanyakan temannya, atau bermain basket di lapangan di cuaca sedingin ini. Lagipula ia sama sekali tidak menganggap satupun dari mereka sebagai temannya. Mereka hanya kenalan bagi Jinyoung.
Tanpa maksud sengaja Jinyoung menatap ke arah jam yang menggantung di dinding di atas papan tulis. Gila, dia menghabiskan waktu 2 jam diam termangu di sana. Namun bukan suatu hal yang asing bagi Jinyoung, karena hal itu lumrah ia lakukan sehari-harinya.
Hari mulai petang, supirnya sudah menunggu di depan gerbang menjemputnya pulang, hal yang paling tidak diinginkan oleh Jinyoung. Pulang.
Sebelum Jinyoung mencapai garbang depan sekolahnya, sebuah mobil sport lalu di depannya. Sekilas sang pengendara menurunkan kaca jendela mobilnya, mengangkat sebelah tangannya, menyapa Jinyoung yang tak membalas. Untuk apa? Jika ditanya siapa orang terakhir selain orang tuanya yang ingin Jinyoung sapa di muka bumi ini, dia adalah Lai Guanlin. Tetangganya dan kenalan satu kelasnya yang sangat beruntung.
Sepanjang perjalanan menuju rumah Jinyoung hanya diam seperti biasa. Tidak, bukan ia anti sosial. Hanya saja dia memang bukan tipikal orang yang mengajak berbicara lebih dulu. Jika ada yang mengajaknya berbicara, Jinyoung tentu akan membalasnya, tidak dengan malas-malasan, namun tidak juga bersemangat. Ia hanya sudah seperti itu sejak dulu.
Setelah mobil yang membawanya pulang tiba tepat di depan teras rumahnya, Jinyoung turun dari mobil, memasuki rumahnya yang megah di mana sudah ada seorang pelayan yang membukakan pintu. Rumahnya nampak sepi, tetapi Jinyoung juga tidak sama sekali berekspektasi lebih dengan keadaan rumahnya. Ia tau rumahnya akan selalu seperti ini. Sebelum memasuki kamarnya, seperti sudah kebiasaan, Jinyoung berhenti di suatu ruangan dekat tangga. Membakar setangkai dupa di depan figura besar yang terletak di atas meja kayu jati yang kelilingi bunga-bunga cantik. Senyum Jinyoung yang tak kunjung terlihat seharian ini mengembang indah ketika manik matanya bertemu dengan sosok cantik di dalam foto.
Bae Suzy, kakaknya yang cantik tengah tersenyum manis di dalam foto yang dikelilingi bunga dan dupa itu. Cinta pertama Jinyoung, mantan kekasih Guanlin, si sulung Keluarga Bae yang membanggakan. Sister Complex.
Usia Jinyoung dan Suzy hanya terpaut dua tahun, tapi sifat Suzy sangat dewasa dan keibuan. Mereka saling menjaga satu sama lain setiap harinya ketika orang tua mereka bekerja. Belajar bersama, bermain bersama, tidur bersama meski memiliki kamar masing-masing. Jinyoung kecil hanya akan mau makan jika disuapi oleh Suzy, ia hanya mau mandi jika Suzy yang menyuruh. Semuanya, semua akan Jinyoung lakukan hanya jika kaka sempurnanya yang meminta.
Suzy terkenal akan kecantikannya, sejak berusia 6 tahun ia sudah menjadi model cilik, ketika usianya 10 tahun Suzy mulai bermain drama sebagai anak dari karakter utama. Kecantikannya dilengkapi oleh kepintarannya di bidang akademik dan bernyanyi, meskipun ia pas-pasan di bidang olahraga, namun siapa yang peduli? Jinyoung kecil akan selalu ikut ke manapun Suzy pergi. Ia akan cemberut apabila sang kakak nampak asyik dengan orang lain dan mengabaikannya.
Hingga tanpa sadar perasaan Jinyoung berubah, ia mulai egois terhadap Suzy. Jinyoung akan benar-benar marah jika Suzy berteman dengan yang lain. Jinyoung pernah mendorong teman sekelas Suzy yang bermain ke rumah mereka sampai jatuh dan tidak sengaja membentur lemari karena ia tidak suka melihat Suzy bermain dengan orang lain selain dirinya. Jinyoung pernah marah meneriaki Suzy yang kedapatan bertukar pesan dengan kakak kelasnya. Dan puncaknya ketika Jinyoung berusia 15 tahun, tanpa sepengetahuannya Suzy berpacaran dengan Guanlin, anak seusianya, tetangga mereka yang rumahnya berada di depan komplek. Bagaimana bisa Suzy mengencani Guanlin yang masih seusia Jinyoung, tapi ia terus menatap Jinyoung seperti anak kecil?
Saat mengetahui hal itu, Jinyoung marah besar. Ia berteriak menyuruh Suzy putus dengan Guanlin dan melemparkan barang-barang Suzy mengamuk sampai Suzy menangis ketakutan. Jinyoung hampir saja mendatangi Guanlin di rumahnya, jika saja ayahnya tidak menangkap basahnya dan menguncinya di gudang. Setelah kejadian itu Jinyoung dan Suzy tidak pernah saling berbicara lagi, meski Suzy dan Guanlin telah putus seminggu setelah insiden tersebut.
Dan teriakan penuh amarah Jinyoung merupakan percakapan terakhir mereka sebelum sebulan kemudian kecelakaan lalu lintas merenggut nyawa Suzy.
Ibunya menggila, setiap hari menangis di depan foto anak kesayangannya. Mengabaikan kewajibannya sebagai seorang istri dan orang tua. Tenggelam dalam kesedihan selama bertahun-tahun. Ayahnya sedih, tentu saja, namun tetap tegar sebagai pemimpin keluarga. Namun seorang suami pada hakikatnya tetap membutuhkan sang istri untuk melayaninya, dan hal itu tidak bisa ia dapatkan dari istrinya yang menjadi buta akan kehidupan sekitarnya karena tenggelam pada kesedihan. Melihat anak bungsunya yang tersisa tidak terurus dengan baik dan mulai berhenti berbicara padanya, menambah alasan kuat bagi ayahnya untuk mencari kebahagiaan di luar. Kekacauan itu terus melingkupi Keluarga Bae hingga sekarang, dan bertambah keruh semakin harinya.
Rumah hanya tempat untuk beristirahat. Mengais kebahagiaan yang tak kunjung ia temukan di luar. Dirinya sudah tak utuh lagi, bagai rangka yang kosong di dalamnya, yang meski diidi dengan apapun tetap tak akan pernah pulih.
Mengapa mereka masih tetap bertahan jika sesuatu yang dipertahankan itu tak lagi kokoh dan semakin rapuh tiap harinya?
Jinyoung tak pernah terlihat lagi di mata ibunya. Kehangatan yang dirindukan tak dapat ditemukannya dari perhiasan palsu yang tak mampu menjadi pelipur lara ayahnya. Kehampaan memenuhi diri Jinyoung yang terus melangkah tanpa tahu ke mana langkah itu akan membawanya.
© Lady F
2020-04-21
YOU ARE READING
Sempurna
FanfictionHidup itu sempurna dengan segala ketidak sempurnaan di dalamnya. It's better because it's real