LAMPIRAN 2 : Sebuah drama dengan perjanjian

13 7 1
                                    


***

Selama perjalanan, Ara hanya memainkan handphonenya, sesekali ia menengok kesamping kaca mobil untuk memastikan arah tujuannya.

"Kamu dari mana? Kok bisa nyasar disini," tanya laki-laki disampingnya dengan tatapan heran.

Ara menautkan kedua alisnya. Dalam hatinya ia berkata, 'Apa yang om bilang? Nyasar? Om kira gue anak kecil yang ga tau arah tujuan. Ngajak ribut banget sih tu om-om tua.'

Dengan tatapan sinisnya, ia melirik laki-laki tersebut sekilas, "Gue dari rumahlah. Gue kesini ga nyasar, karena emang gue lagi nyari taksi, trus yang ada didepan mata gue taksi ini," balas Ara cuek.

Laki-laki tersebut terdiam, tidak ingin membalas lagi ucapan Ara.

"Yah, ko gerbangnya ditutup si, gimana gue masuk coba," ucap Ara kesal yang melihat gerbang sekolahnya itu tertutup rapat. Yap, ia sudah sampai didepan sekolahnya. Rencananya gagal untuk berjalan mengendap sampai uks. Sekarang ia tidak tau harus bagaimana.

"Biasanya terbuka?," tanya laki-laki tersebut dengan tatapan datarnya.

"Iya," jawab Ara melihat keadaan sekitar.

Seketika Ara melirik ke arah laki-laki disampingnya dan tersenyum miring. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini, itulah yang terbaik untuknya saat ini.

Seketika ia mengubah posisinya menjadi berhadapan dengan laki-laki disampingnya.

"Om, bantuin gue, ini satu-satunya cara yang bisa gue lakuin biar gue bisa masuk kedalam," ucap Leva dengan tatapan sangat memohon kepada laki-laki didepannya saat ini.

"Apa untungnya saya?" Jawab laki-laki tersebut cuek.

"Ah elah om gitu banget si, ga asik. Ayolah om, bantu gue ya," Ara masih mencoba berbicara memohon kepada laki-laki tersebut.

"Apa?" Jawabnya yang membuat hati Ara tenang. Karakter apakah yang harus ia perankan dalam drama tersebut.

"Om pura-pura jadi om saya, nanti om tinggal bilang aja kalau om abis nganterin saya kerumah sakit karena gue sakit kepala, sisanya nanti om tambahin aja," jelas Ara yang membuat drama sebagus mungkin.

"Pintar ya kamu bikin skenarionya," ucap laki-laki didepannya yang sudah siap-siap seperti ingin membantu Ara. "Tapi saya gamau, karena itu sama saja saya membantu kriminalitas dinegara ini," lanjutnya.

"Aduh om saya lagi gabutuh nasihat om, saya butuhnya bantuan om sekarang," ucap Ara yang merasa kecewa dengan jawaban orang yang yang ada didepannya itu. Namun saat itu ia terbesit satu cara yang bisa ngebuat om tersebut luluh dengan ajakannya.

"Gini deh om. Apa yang bisa Ara bantu buat om, Ara bantuin, biar adil. Trus kalau om ada perlu juga bisa ke Ara, nanti bakal Ara bantu sebisa Ara. Gimana om?" Akhirnya Ara pun terpaksa membuat perjanjian pada orang didepannya itu. Ia tidak tau harus bagaimana lagi. Jika ia bolos sekolah, ia akan dihukum lebih berat dari yang ia terima saat ini. Ya memang ia sudah tidak peduli lagi, namun ia tidak mau merepotkan papanya jika harus meninggalkan pekerjaannya karena masalah sepele seperti ini. Mau tidak mau, Ara harus lakukan perjanjian ini.

"Oke," jawab laki-laki didepannya itu dengan mantap. Ara tidak tau mengapa alasan om tersebut langsung memberikan jawaban setuju padanya. Mengapa perjanjian tersebut tidak dia pikirkan dulu risiko dari perjanjian tersebut.

Sebenarnya ia tidak siap dengan perjanjian yang telah ia buat tadi. Semua begitu cepat terlontarkan. Dan sekarang ia harus berpasrah diri pada perbuatannya.

"Saya minta nomor handphone kamu," ucapnya dengan syarat.

Ara pun memberikan nomor handphone nya. Dan segera bersiap-siap untuk menjalankan drama dengan skenario yang telah ia buat.


***

Jangan lupa vote and comment kalau kalian suka dengan cerita ini. Jangan lupa juga buat share cerita ini ke temen-temen kalian. Terimakasih

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AaronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang