1. Temaramnya malam

88 3 0
                                    

Semenjak kecil aku ingin seperti angin yang bisa menentukan kemana arah rumput, tetapi sesudah besar, ternyata akulah rumput tersebut

Pukul 19:30 di kedai kopi, seorang pria sedang melakukan tarian jari jemari diatas laptopnya, entah apa yang sedang dia tulis, meminum segelas kopi dengan level pahit rendah, lalu menghela nafas menjeda aktivitas menulis nya, lalu menutup laptop dengan ragu, menaruh gelas kopi di atas laptopnya, lalu melamun, entah apa filosofi nya. Menegakkan badan dan memejamkan matanya yang sudah lelah memikirkan apa yang ada di pikirannya, lalu diapun membakar sebatang rokok yang ia keluarkan dari hoodie hitam nya.

"Hey!" Salah seorang pria tinggi datang menepuk meja mengagetkan lamunan pria itu  yang sedang mendengarkan musik Efek Rumah Kaca - Lelaki pemalu di earphone nya, menghiraukan musik Sore - Karolina yang di sediakan oleh kedai.

"Agak lama ya menunggunya, sorry bro ada urusan yang harus diselesaikan barusan". Sebari duduk, dan meminum kopi tanpa permisi

"Eh Bintang, minggu depan kita jadi kan?" Ucap pria itu sebari melirik bintang kawannya yang sedari tadi melamun entah apa penyebabnya.

"Woi, apaa si yang ada di kepala lu, ngelamun terus dari tadi" Ujar pria itu
"Tang"
"Tang"
"BINTANG!" memanggil dengan nada yang keras sehingga beberapa pelanggan cafe tersebut beberapa menoleh ke arah mereka.

Bintang yang sedari tadi menyenderkan badannya yang sedang melamun itu pun melepaskan earphone nyaa dan mengatakan

"Gua sol mulut lu, semuanya sudah lengkap, sisanya tinggal melengkapi apa aja yang nanti bakal di butuhin". Ucap Bintang sebari menghisap rokok, memandang jalanan raya macet di jalan raya itu.

Malam itupun menjadi rasa hampa bagi dirinya, ia terbesit kata kata seseorang yang ia ingat dari seseorang
"Mencintai sewajarnya saja, jika mencintai berlebihan maka konsekuensi kecewanya berlebihan juga".
Ingin sekali mematahkan kata kata itu, karena ketika dia mencintai seseorang ia tidak pernah mendalaminya secara setengah setengah, dia selalu memberikan segala rasanya kepada orang yang dia cinta.

Guido, pria itu yang sedari tadi geleng geleng kepala melihat kawannya melamun pun bergerak ke tempat meja barista, memesan kopi tubruk nya dan roti bakar coklat yang setengah matang, lalu kembali lagi ke meja menghampiri bintang yang sedari tadi melamun entah sedang memikirkan apa.

"Sebenarnya ada 2 misteri di dunia ini, tentang siapa yang bisa menciptakan rasa cinta, dan maksud lu melamun malam ini, soalnya tumben banget lu kayak gini, biasanya cekakak cekikik" Ucap Guido sebari menyenderkan badannya, merasa heran dengan tingkah sahabatnya tersebut.

"Ayolah bintang, kenapa, cerita sini sama gua, kenapa lu ngelamun gini, kenapa?, putus cinta ya sama dia?"

Bintang hanya diam, dia belum bisa menyusun kata kata untuk menceritakan masalahnya. Sepertinya dalam rencana manusia terkadang tidak sesuai harapan, ia merasa semesta sedang tidak berpihak kepadanya,

"Gatau do, gua gatau apa itu cinta, yang cuman gua tau dia orangnya, dan untuk misteri ke 2 entahlah gua juga gak tau jawabannya" Ucap bintang yang kini mengeluarkan sebuah buku "The History Of Western Phylosophi" dari tas ransel Eiger alpaca nya dan meletakannya secara rapi di dekat laptopnya.

"Tolong pesankan kopi lagi dong buat orang yang lagi sad" ujar Bintang sebari mencari halaman buku karya Bertrand Russel tersebut.

Bintang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang