🎶 thinking, thinking - Teddy Adithya
Jalanan nampak sepi dan gelap, sudah terlalu larut. Remus mengeratkan jaketnya, menggosok gosokan kedua telapak tangan lalu memasukannya ke dalam saku jaket. Bus terakhir berangkat sepuluh menit lagi, remus mempercepat langkahnya. Berpergian dengan kendaraan muggle adalah salah satu caranya untuk menenangkan diri, terutama saat situasi seperti ini, saat dia membutuhkan ketenangan.
Remus lega saat memasuki bus karena mendapati tidak ada penumpang lain selain dirinya, lalu menempati kursi seperti biasa, tepat di samping jendela bagian kanan belakang bus.
Mengehela nafas panjang, remus menjatuhkan kepalanya pada kaca jendela sesaat setelah bus mulai melaju. Lampu jalanan yang kekuningan menyentuh titik embun tak beraturan pada kaca jendela bus, menjatuhkan bayangannya pada wajar lelah remus, pada setiap lekuk bekas luka yang tidak akan pernah hilang itu.
Bayangan wajah dora kembali terlintas, membuat mata remus memejam. Rasanya lebih sakit saat melihat air mata itu jatuh karna dirinya, raut terluka itu karna dirinya. Remus tidak bisa memafkan dirinya karna telah menyakiti gadis itu, tapi remus akan lebih tidak bisa memaafkan dirinya jika harus melanjutkan hubungan mereka.
"menjalani hubungan dengan ku sama saja seperti bunuh diri!", itulah yang remus katakan saat dora tetap bersih keras untuk mempertahankan. Remus merasa tidak pantas untuk menjalin hubungan dengan siapa pun, terutama dora. Hidup dora sudah sangat sempurna tanpanya. Kehadiran remus hanya akan menghancurkan semua itu, menghilangkan kebahagian dari hidup dora.
Belum lagi masalah masalah yang akan timbul pada saat... Full moon. Bagaimana mungkin dia bisa meninggalkan dora sendirian pada saat saat itu, bagaimana kalau dia tidak sengaja menyakiti dora?.
Remus tidak ingin dora melihat dirinya pada kondisi yang paling mengerikan, terutama saat saat setelah transformasi. Dimana dirinya akan dipenuhi luka luka mengerikan dengan darah segar disekujur tubuhnya, hanya bisa meringkuk, bahkan luka dari transformasi sebelumnya pun belum mengering sepenuhnya saat luka luka baru itu dibuat. Sakit dan perih akibat luka tersebut bukanlah hal yang remus permasalahkan, dia sudah mati rasa. Satu satunya sakit yang dia masih rasakan itu di hatinya. Dia benci merasa lemah, dia benci merasa tidak berdaya, dia benci kehilangan kontrol atas dirinya, dia benci dirinya sendiri. Dia benci kenyataan bahwa jika bersamanya, dora harus menghadapi semua itu. Remus benci jika orang lain harus bersusah payah karena dirinya, terutama dora. Jika memang sesuatu terjadi pada remus dan membuatnya menderita, maka biarkan lah tetap seperti itu. Biarkan dia saja yang merasakan itu semua. Remus tidak masalah jika dia harus menderita sendirian asalkan orang yang dia sayangi tidak ikut menderita karena membantu dirinya.Masa depan dora dan remus tidak akan pernah ada dalam satu kalimat. Tapi dora dan kenangan indah rasanya cukup untuk remus.
Remus membuka matanya dan tersenyum masam. Setidaknya masih ada memori manis yang bisa dia kenang saat merindukan dora. Ekspresi ekspresi lucu dora saat mengganggunya, tingkah konyol dora, jeritan jeritan kecil atau nada suara dora memanggil nama remus saat remus menjaili gadis itu...
Sial! Remus tidak akan bisa mendengar namanya keluar dari mulut dora dengan nada menggemaskan itu lagi.Sebaliknya, bayangan dora memanggil namanya dengan nada yang menyedihkan terlintas, pelupuk mata gadis itu dipenuhi air mata. Tatapan pedih itu adalah hal terakhir yang remus lihat sebelum dia berbalik meninggalkan dora. Dia tidak sanggup jika harus melihat satu tetes air mata lagi jatuh dari mata indah itu.
Remus mengusap kasar wajahnya. Sudah sejak lama remus sadar bahwa hidupnya akan jauh dari kata bahagia. Dia sudah belajar untuk tidak berharap banyak pada apapun, tidak membuka dirinya kepada siapapun, dan tidak membiarkan siapapun terlalu dekat dengannya. Dia bahkan sudah mempersiapkan diri untuk hal terburuk. Tapi ternyata menjalaninya tetap terasa menyakitkan.
Bus berheti melaju, supir bus mengisyaratkan tujuan sudah sampai. Remus perlahan bangkit lalu berjalan keluar dari bus. Lampu jalan yang kekuningan berpendar redup. Dia masih harus berjalan hingga ujung jalan untuk sampai ke tempat tinggalnya.
Remus menarik nafas panjang dan mulai melangkah, mencoba menguatkan diri. Ini adalah hidupnya, ia tidak bisa memilih untuk hidup menjadi siapa. Ini adalah cara terbaik yang bisa dia lakukan untuk menyelamatkan orang yang dia sayangi. Meskipun itu menyakiti dirinya sendiri. Sendiri adalah cara yang tepat untuk menjalani hidupnya. Tidak perlu ada orang lain yang menderita. Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan remus. Dan itu cukup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amortentia : One Shots
FanfictionDia sudah belajar untuk tidak berharap banyak pada apapun, tidak membuka dirinya kepada siapapun, dan tidak membiarkan siapapun terlalu dekat dengannya. Dia bahkan sudah mempersiapkan diri untuk hal terburuk. Tapi ternyata menjalaninya tetap terasa...