2. Meet

22 2 3
                                    

Bunga matahari selalu mengikuti kemana arah matahari, semoga begitu pula dengan kebahagian yang akan selalu mengikuti kemanapun Aku pergi.

-Melisa-

Sesampainya disekolah Melisa merasa bingung, karena ini pertama kali menginjakkan kaki di Sekolah barunya. Ingin bertanya namun Ia malu, akhirnya Melisa memutuskan untuk mengikuti petunjuk. Karena terlalu fokus melihat papan petunjuk Melisa tidak sadar  telah menginjak sesuatu. Kemudian Ia mengalihkan fokusnya kearah bawah.

"Astaga" Melisa kaget. Ia menginjak sebuah alat musik Walkman. Alat musik yang legendaris.

"Punya mata kan?" ujar seseorang bernada dingin.

"Maaf, Aku gak sengaja. Karena terlalu fokus melihat papan petunjuk" sungguh, Ia sangat merasa bersalah.

"Maaf Lo gak Gue terima!"

Astaga, kenapa auranya tetap keren ya meskipun ngomongnya ketus gitu. Eh, apaansih Cha sadar! Cowok ini menyebalkan.

Bukannya menanggapi lelaki yang ada di depannya, Melisa malah sibuk melamun.

"Malah melamun lagi, dasar gadis aneh!" kemudian Lelaki tersebut meninggalkan Melisa yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Gi-gi-gimana kalau Aku servis Alat musi,," belum selesai Melisa berkata, Ia baru sadar sudah ditinggalkan oleh Lelaki tersebut.

"Gila tuh Cowok ya, dibaikin malah gitu. Padahal Aku kan nyoba buat cari solusi."

Melisa merasa kesal sendiri dengan perlakuan Lelaki tersebut.

"padahal Aku lagi coba buat ramah ke orang lain, tapi malah diperlakuin begini. Apalagi liat sifatnya, Aku keingat sama masa lalu. Dia mirip banget lagi."

Melisa jadi mengingat seseorang di masa lalunya, ia nerasa dejavu.

Tak mau ambil pusing kejadian yang baru saja menimpanya, Melisa melanjutkan langkahnya mencari Ruangan Kepala Sekolah. Tak lama kemudian akhirnya Ia menemukannya.

"Akhirnya ketemu juga"

Melisa sangat lega, karena apa yang dicarinya akhirnya dapat juga.

Kemudian Melisa mengetuk pintu yang ada dihadapannya. Tak berselang lama ada suara yang mempersilahkannya untuk masuk.

Melisa melihat seorang Lelaki yang kemungkinan sudah berumur lima puluh tahunan, mengingat rambutnya sudah mulai berganti warna.

"Silahkan duduk!"

"Baik Pak, terimakasih"

"Kamu siswi baru yang bernama Melisa bukan?" namun masih tetap fokus dengan kertas dihadapannya.

"Benar Pak, Saya Melisa Adara siswi pindahan dari Medan"

Melisa menjawab dengan hati-hati, karena ingin memberikan kesan pertama yang baik.

"Oiya, Ayah Kamu juga tadi sudah menelpon Saya."

Akhirnya Pak Dirga, sang kepala sekolah mengalihkan atensinya kepada Melisa, diiringi dengan senyuman.

"Kalau boleh tau Saya masuk di kelas mana ya Pak?"

"Kamu masuk di kelas sebelas Ipa 3, tidak masalahkan? Mengingat nilai kamu sangat bagus disekolah sebelumnya. Tapi di kelas sebelas Ipa 1muridnya sudah ada di batas maksimal, sedangkan di kelas Ipa 2 memang masih ada bangku kosong, hanya saja itu buat sementara waktu karena Siswa yang menempati bangku tersebut sedang koma.

Koma? Kenapa perasaanku gak enak ya?

Melisa bingung kenapa tiba-tiba Ia merasa gelisah, mendengar hal tersebut. Tapi Ia coba abaikan.

"Oiya, tidak masalah Pak"

Selanjutnya, Melisa diantarkan oleh Guru Bahasa Indonesia, Bu Anne namanya yang kebetulan ada jadwal mengajar di kelas sebelas ipa 3 di jam pertama hari ini.

Sesampainya di kelas sebelas Ipa 3, Bu Anne mengucapkan selamat pagi yang dijawab serentak mereka semuanya.

"Baiklah anak-anak sebelum pelajaran di mulai, Ibu ingin memperkenalkan teman baru kalian" Sambil melirik kearahnya.

Melisa yang memang tidak suka menjadi pusat perhatian hanya bisa menunduk malu.

Hingga pada akhirnya Bu Anne menyenggol bahunya, memberikan kode agar segera memperkenalkan diri.

"Ha,,halo perkenalkan nama Saya Melisa Adara, bisa dipanggil Melis, Melisa, ataupun Lisa. Ujarku.

"Baiklah, menurut Ibu sudah cukup jelas ya Anak-anak. Melisa kamu boleh duduk dibangku nomor tiga disamping Alzi!"

Namun Melisa tak kunjung melangkah, karena Dia bingung yang mana orang bernama Alzi, dan  bangku urutan ketiga ada empat. Menyadari kebingungan Melisa Bu Anne pun memanggil orang yang bernama Alzi. ketika Melisa ikut melihat kearah mana pandangan Bu Anne, Ia cukup kaget, ternyata Alzi yang dimaksud Bu Ane adalah teman dari orang yang dikenalnya di masa lalu.

Astaga, begitu banyak sekolah di Jakarta kenapa Kami bisa bertemu di sekolah yang sama, dan yang lebih parahnya lagi Kami sekelas, ya sekelas!

Ujarnya panik dalam hati merasa dunia sekolahnya tak akan tenang.

-Bersambung-







Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

M E L I S ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang