3. Hate What I Love

1.9K 219 11
                                    

Sesuai janji, malam ini aku mengunjungi vape store milik mas Nico yang letaknya tak jauh dari Dalkong. Tempatnya tak begitu luas namun terlihat sangat nyaman dengan banyak interior kayu, juga lampu jingga cantik yang menghiasi semua sudutnya. Bahkan hanya melihatnyapun jiwaku merasa nyaman.

Aku melangkah masuk melewati beberapa meja outdoor dan kusen pintu tanpa daun pintu yang juga diapit jendela tanpa kaca ini. Sepertinya sengaja memberikan akses udara yang bebas karena tempat ini memang dikhususkan untuk manusia pengepul asap.

"Jihanne." aku sedikit tersentak oleh suara seseorang yang dibarengi dengan tepukan halus di pundakku.

Aku berbalik, disambut senyum teduh di wajahnya, "mas Nico."

Aku semakin terkesan dengan tempat ini setelah masuk ke dalamnya, semuanya terasa sederhana namun indah. Cocok dengan mas Nico.

"Mau kopi?" seakan tahu tatapan penasaranku ketika melihat gelas-gelas kopi di hadapan para pengunjung saat ini, ia menarik tanganku menuju mini barnya.

"Mau kopi?" seakan tahu tatapan penasaranku ketika melihat gelas-gelas kopi di hadapan para pengunjung saat ini, ia menarik tanganku menuju mini barnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ah... ternyata dari situ kopi-kopinya berasal.

Sekarang aku mulai paham konsep coffee shop yang merangkap vape store ini.

"Boleh."

"Di sini kopinya manual brew, mau yang mana? Pilih aja." ia menunjuk papan menu yang terpajang di dinding.

Semua namanya terasa asing untukku. Untuk beberapa waktu aku hanya bergumam tak jelas, mencari sesuatu yang baru selain latte.

"Mau coba kopi filter? Kamu bisa brewing sendiri." tawarnya seolah menjawab kebingunganku.

"Mmm... boleh."

Mas Nico menarik tanganku menuju belakang mini barnya. Menunjukkanku berbagai jenis biji kopi yang ia punya dan mengajariku meramunya. Aku bersumpah aku saat ini lebih terlihat seperti karyawan baru yang sedang diajari meracik kopi oleh pemiliknya.

Ia dengan hati-hati menyerahkan padaku teko berisi air panas, "rasa kopinya tergantung jenis biji kopi yang kamu mau, bisa lebih asam atau lebih pahit." jelasnya.

Aku mengangguk mengerti lalu mulai menuang air panas ke atas tumpukan bubuk kopi beralaskan kertas filter sesuai arahannya.

"Yang kamu pilih ini rasa asamnya lebih dominan," ia menambahkan beberapa es batu ke dalam gelasku, "tapi rasanya akan seimbang kalau pakai es."

Ia menyerahkan gelas itu ke arahku yang langsung aku cicipi rasanya, ini adalah kali pertamaku meminum kopi tanpa gula, namun entah kenapa rasa pahitnya masih bisa diterima oleh lidahku.

"Kamu suka latte ya?" tanyanya yang justru menghadirkan suara lain di kepalaku.

"Kamu suka latte extra sugar... kenapa?"

"Kamu belum terbiasa sama rasa pahit?" kalimat mas Nico selanjutnya justru memunculkan pening di kepalaku.

"Kamu belum terbiasa sama rasa pahit atau karena kamu mau sengaja lari dari rasa pahit?"

COMEBACK | Johnny Suh [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang