Ku parkirkan vespa merah yang setia menemani didepan rumah gadis yang sudah lama tak kujumpai, deretan kata demi kata ku ketik berharap sang penerima pesan dengan cepat keluar menemuiku lelaki yang hampir sepuluh menit nangkring disini. Sejenak bersabar setidaknya sudah terbiasa dengan kebiasaan gadis yang ku namai Senjaku ini, senyum sumringah terlihat dari gadis yang berjalan kearahku, ah wanita ini berhasil menghipnotisku dengan parasnya.
"Abang grab kan bang?" Celotehnya membuatku sedikit tertawa
"Iya atuh neng, sok atuh dipake helmnya" Timpalku sementara kedua tanganku sibuk memakaikan helm untuknya
"Nyampe tadi siang yah bang?" Tanyanya tampak serius
"Iya, udah ah cepetan dah ga sabar nih jalan-jalan udah lama juga gak main". Desakku seperti biasa
Tangannya melingkar manis dipinggangku, hangat.
"Tadi kuliahnya gimana?" Tanyaku mencoba memecahkan keheningan
"Iya bang" jawabnya gak nyambung membuatku ingin tertawa namun itulah kenyataan jika berbincang ditengah helm yang menguasai ruang pendengaran kita.Aku menatapnya, gadis yang aku tinggalkan selama kurang lebih lima bulan untuk menimbah ilmu dia masih dan tetap sama. Mata bulat nan indah menatapku dalam lantas senyum manis dipamerkan seolah mengejek raga yang tak bisa memilikinya.
"Eh bang kita kayak lagi flashdisk yah?" Tuturnya setelah menyeruput es kelapa mudanya
"Flashdisk?" Tanyaku heran
"Iya bang, yang ngulangin masa lalu kita"
"Itu flashback bambank"
Kami tertawa menghargai humor recehnya agar tidak krikrik dimakan jangkrik.
"Eh gimana kuliahnya?"
"Ya gitu dah bang, oh ya gimana jadi anak indie ditanah orang?" Tanyanya setengah bergurau
"Ya gitu juga dek" jawabku mengikutinya
"Disana rajin sholat gak bang?" Selidiknya mengejek mengingat masa SMAku yang pembangkang jika disuruh Sholat.
"Sholat dek, kost deket bgt sama masjid"
"Emm" responnya sementara dia menikmati segarnya buah kelapa muda
"Adek rajin ke gereja gak?" Pertanyaan konyolku yang membuatnya tertawa
"Rajin bat lah bang, sejak kapan aku gak gereja?"
"Em ia juga sih"
"Yeey, bentar lagi senja" tuturnya sumringah
"Aku jadi suka tiga S deh dek"
Matanya menatapku, penasaran dengan pernyataan yang baru aku katakan tadi.
"Tiga S?" Tanyanya polos namun terlihat raut wajah penasarannya membuatku gemas ingin ku bawa dia ke KUA.
"Ia tiga S yang artinya senja, september dan" ucapanku ku gantungkan seraya tertawa kecil
"Apa?" Selidiknya lagi
"Dan Senjani Azani, gadis yang duduk dihadapanku pengganti pahitnya kopi yang biasa menemaniku dikala menikmati senja ditanah orang" ucapku tulus
"Kan, kan jiwa indienya keluar kalau udah mau senja" ucapnya terbahakSenjaku dibulan september sempurna, aku menikmatinya dipinggir pantai bermain dengan deburan ombak bersama gadis yang selama ini aku kagumi. Berlarian, kesana kemari sejenak menatap rambut panjang hitamnya menari-nari mengikuti hembusan angin.
Dia menikmati senjanya, sedangkan aku? Aku menikmati hangat tawanya, aku menikmati indah parasnya yang mengalahkan warna jingga yang selama ini menjadi hobiku. Bahkan percikan air laut yang sengajaku percik diwajahnya tak mengurangi kecantikannya.
Sejujurnya, aku bukan hanya menilai gadis ini dari fisiknya namun gadis yang berhati lembut ini berhasil membiusku dengan akhlaknya.
Hey? Gadis yang selama ini menjadi teman curhatku, tanyakan pada Tuhanmu bisakah aku mencintai hamba-Nya? Ah sudahlah.
Aku sudah mencintainya namun tidak bisa memilikinya.
"Abang fotoin sini" ucapku
Dengan cepat dia bergaya, bayangan gelapnya ditengah jingganya langit membuat tubuh yang indah tergambar jelas.
"Foto bareng lah kita bang" rengeknya
Kita saling berhadapan, mata indahnya menatapku seraya menjulurkan sedikit lidahnya seraya tersenyum yang menjadi gaya posenya sedangkan aku? Sederhana saja, tangan yang ku sakukan dicelana dan senyum.
"Ini kak, romantis banget sih kalian" ucap seorang lelaki yang memotret kami selama tiga puluh menit
"Makasi ya de" ucap Senjani sedangkan aku hanya tersenyum
Kami duduk dihemparan pasir memandang hasil pemotretan kami seraya tertawa melihat gaya pose yang aneh kami, dia mengalihkan pandangannya ke laut yang luas tertawa menikmati hari dan aku diam-diam memotretnya. Tetap sempurna meskipun diam-diam.
Ya, hari ini berakhir senja menghilang sedangkan perasaanku semakin membangkang untuk menerima kenyataan bahwa aku dan dia tidak bisa bersama.
Ah, ini mungkin sudah takdirku yang hanya sebatas penikmat senyumnya.