When Night Falls (Part 1 Revised)

20.2K 554 3
                                    

Silau lampu disko semalam masih terngiang di tengah gelapnya kamar seorang gadis keturunan sunda-maluku itu. Gadis berkulit putih susu dengan tubuh semampai-semeter nggak sampai- itu menggeliat resah sembari memijit keningnya. Rasa pusing sialan itu masih betah bergelayut di kepalanya.

Sial, hari sudah pagi tapi pusingnya belum hilang.

'Jam berapa ini?' Tanyanya pada diri sendiri. Sekilas ekor matanya melirik arloji digital yang menunjukkan pukul 07.37.

'Sial, Prill. You're late on moster day aka monday!'

Dirinya lantas melesat dengan kecepatan yang setara dengan kecepatan membalas chat doi tercinta-andai gadis itu punya. Dirinya menyambar handuk dan sesegera mungkin mempersiapkan diri untuk segera pergi ke kantor yang jika dia sedang beruntung, hanya membutuhkan waktu 30 menit.

Mungkin keberuntungan itu harus sudah dipotong kenyataan bahwa kantor Prilly-gadis yang kelabakan pagi ini- memulai aktifitasnya pukul 08.00 tepat. Tanpa telat, tanpa tapi.

Dirinya lekas menyiapkan diri. Tanpa babibu tangan mungilnya menyambar kemeja polos berwana peach dan bawahan rok A-line selutut yang memeluk pahanya ketat. Dia tidak sempat memoles rangkain skincare pagi dan setumpuk lapisan cream kosmetiknya. Dia hanya mengenakan pelembab, tabir surya dan ditutup dengan cushion yang baru saja tiba kemarin lusa.

Bibir mungilnya dipoles dengan lip-tint berwarna coral dan sedikit blush on untuk membuat nya sedikit terlihat 'hidup'.

"Baiklah, aku sudah cantik. Lalu sekarang-- WHAT THE HELL! HAMPIR JAM 8 MAMPUS GUE!" Prilly yang tergesa-gesa langsung menyomot sepatu apa saja bisa dijangkau tubuh kecilnya. Jemarinya cepat membuka aplikasi ojek online dan mengetikkan alamat kantornya sebagai tempat tujuan.

Ini sudah pukul 08.15 tapi jarak ke kantornya masih 1,5 kilometer lagi. Prilly mendesah pasrah karena tau dirinya akan telat, benar-benar telat. Rasa pusingnya saja masih belum reda. Terkutuklah dirinya yang menghabiskan paginya di klub bilangan setiabudi itu. Dia baru pulang pukul 03.00 dan melupakan fakta bahwa besok-- maksudnya hari ini adalah hari dimana semua orang memulai kembali tenggelam pada rutinitasnya.

"Makasih bang." Prilly melepas helm dan memberikannya kepada akang ojek. Dirinya lekas berlari menuju kantornya dan tiba-tiba

TAAKK!

Sialan! Hak sepatunya patah, dan kini dia harus lari sambil terpincang-pincang. Persetan dengan tatapan orang. Persetan dengan kakinya yang terkilir. Kini jam tangannya sudah meraung meneriakkan padanya bahwa ia telat 43 menit.

"Stay cool. Tetep senyum. Mau Mali teriak apa lo diem aja. Ini salah lo jadi lo harus terima dengan senyum. Tenang Prilly."

Baru saja dia meletakkan jarinya pada pemindai sidik jari, suara Mali sang manajer sudah meraung dari jauh.

"BAGUS YAH, MASIH SENIN UDAH TELAT! NGGAK SEKALIAN MASUK JAM 10 AJA LO PRIL?" Teriak Mali yang mengisi ruang yang berisi kubikel-kubikel tempat tim Prilly menghabiskan waktu kerjanya.

Prilly hanya tersenyum kecil dan menatap sekelilingnya. Sial! Sekarang dia jadi bahan tontonan.

"Duh maap yah bos. Ini aja masih hangover. Jadi telat tadi bangunnya" cicitnya pelan.

"BAGUS, MABOK AJA TERUS. SEKALIAN NGGA USAH KERJA AJA!"

"BOS!" Rengek Prilly karena atasannya itu terlalu ember mulutnya.

"Lo di panggil ke ruang dirut. SEKARANG! Nggak pake nanti, ngga pake lusa. Tapi itu congor lo masih bau oplosan. Lo minum dulu sana, habis itu keruangan bos. Jangan lama, okey?" Pesan atasannya yang cerewetnya ampun deh. Mungkin Pak Mali ini titisan mak lambe-lambe yang ada di instagram. Rempong euy.

Hopeless (Sedang Dalam Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang