Prolog

457 40 10
                                    

Suasana pagi yang tenang dengan kicauan burung juga suara anak-anak yang berlarian kesana kemari menjadi awal dari hari yang akan dilalui oleh seorang pemuda tampan dengan lesung pipi terukir manis ketika dia mengembangkan senyumnya.

Itu sudah biasa, setiap hari selalu seperti itu. Hidup dengan bahagia tanpa usikan orang. Hari-harinya selalu dilimpahi kegembiraan yang diciptakan anak-anak disana.

Tempat itu adalah sebuah panti asuhan milik keluarga lelaki itu. Dan sekarang yang mengurus panti adalah dirinya. Karena itu hidupnya selalu dikelilingi suara tawa anak-anak disana.

Namun, sebuah fakta baru terasa membentur hatinya. Sesuatu yang tidak pernah ia duga. Bahkan memikirkannya pun tidak pernah.

Dan berita itu didapatnya dari sahabat sekaligus sepupunya.

"CHANYEOL!!!" Panggil seseorang.

Lelaki yang dipanggil Chanyeol itu langsung membalikkan tubuhnya. Menutup keran air yang digunakannya untuk menyiram tanaman di halaman kecilnya.

"Ada apa, Luhan?" Tanya Chanyeol kepada sahabat sekaligus sepupunya itu.

"Baca ini." Luhan memberikan selebaran yang ditemukannya. "Aku mendapatkannya dari rumah pak Lurah."

Chanyeol membaca setiap kata disana. Dan seketika itu pula matanya langsung terbelalak.

"Apa ini? Apa maksudnya seluruh kawasan disini akan terkena gusur? Dan kenapa tempatku juga ikut tergusur?" Tanya Chanyeol yang mulai tersulut amarah.

"Aku juga tidak tahu. Bahkan selebaran itu pun baru ku dapatkan. Itu juga dari pagar betonnya pak Lurah."

Chanyeol menggelengkan kepalanya tidak percaya akan hal ini. Masalahnya, tanah yang sekarang ditempati pantinya itu adalah tanah milik keluarganya, bukan pemerintah. Jadi, bagaimana bisa tempatnya pun ikut tergusur?

"Aku harus ke rumahnya pak Lurah. Lu, kau tolong jaga anak-anak selagi aku pergi."

Luhan menganggukkan kepalanya dan Chanyeol pun pergi dengan sekuter miliknya.

Sesampainya di sana, Chanyeol langsung mengetuk pintunya dengan tidak sabaran. Menahan amarahnya agar tidak meluap. Ia tidak bisa langsung marah-marah begitu saja sebelum ada bukti kuat untuk menjadi alasannya marah.

Cklek

Pintu terbuka dan menampakkan pak Lurah yang sudah memakai pakaian dinasnya.

"Chanyeol? Ada apa pagi-pagi begini ke rumah saya?" Tanya pak Lurah ramah.

"Saya ingin menanyakan tentang ini." Chanyeol menunjukkan selebaran yang dipegangnya.

Helaan nafas menjadi respon awal dari pak Lurah. "Saya sudah menduga kalau kau akan menanyakan hal ini. Tapi mau bagaimana lagi, saya tidak bisa menolong mu. Saya juga diperintahkan dari Gubernur."

"Gubernur? Ini perintah Gubernur atau memang anda yang melakukan permainan uang secara diam-diam?"

Tak telak pertanyaan yang lebih mengarah pada pernyataan Chanyeol membuat lelaki paruh baya itu terdiam seribu bahasa.

"Hah... kau tahu sendiri kalau saya tidak akan bisa melawan kata-katamu. Tapi sebaiknya, kau menemui pihak yang bersangkutan."

Chanyeol mengernyitkan dahinya. "Siapa dia?"

"Kau datang ke kantornya. Ini alamatnya. Sebut saja kau ingin bertemu dengan pemiliknya. Jika ada yang bertanya kau siapa, jawab saja kau mengenaliku." Ucap pak Lurah seraya memberikan alamat di secarik kertas.

Chanyeol menerimanya. "Apa dengan saya menemuinya semua masalah ini akan selesai?"

"Saya tidak tahu, dia adalah seseorang yang lembut, tapi keras kepala. Jika kau berdebat dengannya mungkin kau yang akan menang. Hanya saja kau akan sedikit dibuat pusing, karena dia berbeda. Terutama mengenai keyakinan."

[ChanBaek] Thirty Day SearchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang