01

268 36 13
                                    

"Bagaimana kabarmu?"
Akhirnya, Minho membuka suara, setelah hampir semenit mereka hanya terdiam dalam keheningan.

"Baik," jawabnya pelan, menghindari kontak mata dengannya.

"Aeri, apa kau... membenciku?"

Aeri mendongak, tak percaya dengan pertanyaan yang dilontarkan Minho. Detik berikutnya, ia memalingkan wajah dan buru-buru menjawab, "tidak kok. Kau salah kalau kau berpikir aku meninggalkanmu karena aku benci padamu."

Aeri menghela napas. Sebenarnya ia tahu itu, karena mereka berpisah dengan keadaan baik-baik, bukan karena pertengkaran. Hanya saja, setelah hari perpisahan mereka, Minho kehilangan kontak Aeri, seolah gadis itu menghilang bak ditelan bumi.

"Lalu kenapa kau menghilang dan menghindariku selama ini, Aeri? Jangan bohong, bahkan saat ini pun kau tak menatapku sama sekali."

"Anggap saja pertemuan ini tidak pernah terjadi Minho. Hati-hati, kau sudah menjadi idol sekarang. Tak ada gunanya kau bertemu dengan seseorang dari masa lalumu."

Buru-buru Aeri melangkah pergi. Tak mungkin ia menatap Minho dengan matanya yang berkaca-kaca.

"Aeri! Tunggu!"

Aeri mempercepat langkahnya dan meloloskan diri di keramaian wisata taman bermain itu.

Setelah memastikan Minho telah kehilangan jejaknya, Aeri berhenti dan mengecek ponselnya.

Ada beberapa pesan masuk dan panggilan telepon tak terjawab. Selang beberapa detik, nama kontak yang sama kembali muncul di layar ponselnya. Dengan segera ia mengangkat telepon tersebut dan langsung disambut oleh teriakan seseorang di seberang sana.

"Na Aeri! Kau ke mana saja? Es krimnya mau meleleh nih! Sudah kubilang tunggu di sini tapi kau kok malah berkeliaran!"

Aeri meringis dan bergegas menuju tempat di mana seharusnya ia menunggu Yerim mengantre es krim.

"Maaf Yerim. Tadi aku tidak tahan ingin buang air kecil."

Terdengar helaan napas di seberang sana. "Lalu apa kau buang air kecil selama itu? Lagi pula kau buang air kecil di toilet mana? Aku sudah meneleponmu sejak sepuluh menit yang lalu dan kau sama sekali tak menjawabku. Kan sudah kubilang, kalau mau pergi bilang-bilang dulu."

Aeri menepuk dahinya. Tak mungkin ia bilang kalau ia tak sengaja bertemu Minho bukannya ke toilet, kan?

"Toiletnya antri. Maaf lupa tak memberi kabar," balas Aeri harap-harap cemas agar Yerim tak lanjut bertanya padanya.

Sepasang matanya mendapati Seo Yerim, teman baiknya, sedang memegang ponsel dan berkacak pinggang.

Aeri menepuk pundaknya dan berhasil membuatnya terkejut. Ia mematikan teleponnya bersamaan dengan tawa Aeri yang meledak.

Setelah puas tertawa, ia menyadari sesuatu. "Loh, mana es krimku?"

Yerim memutar bola mata. "Sudah ada di sini," jawabnya sambil menunjuk perutnya.

"Tadi kau bilang es krimnya masih meleleh," ujar Aeri tak terima.

"Kan tadi aku yang ingin makan es krim..."

"Salah siapa kamu pergi dan tidak menunggu di sini? Kalau mau tuh, sana beli sendiri."

Aeri melirik antrean stan es krim yang panjangnya sudah menyerupai ular bahkan lebih panjang dibanding saat Yerim mengantri es krim tadi.

Ditambah lagi, sosok yang ia hindari juga tiba-tiba terlihat di antara kerumunan. Dengan panik ia mulai berjalan menjauhi antrean. "Gak usah deh. Ayo kita jalan lagi."

If We Know - Lee Know FF [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang