BAB 1

42 7 7
                                    

Aku tidak terlahir kembar. Bahkan, silsilah dari keluargaku tidak ada yang kembar satu pun. Lalu siapa orang yang sama denganku di dalam cermin, bahkan berbicara padaku itu?

Semua berawal dari tujuh tahun lalu saat Oma datang ke rumah. Oma merasa kasihan padaku karena sendirian ditinggal Mama dan Papa kerja setiap hari. Makanya, ia memberiku sebuah cermin yang katanya bisa menjadi teman. Saat itu usiaku masih sepuluh tahun.

Aku tidak terlalu peduli dengan cermin itu. Lalu, kutaruh dalam kardus di gudang. Kurasa itu hal yang sangat konyol kalau menganggap cermin adalah teman. Lebih baik boneka bukan? Meski tidak bisa bicara, setidaknya ada bentuknya. Kalau cermin, hanya akan seperti orang gila melihat pantulan bayangan dan berbicara pada diri sendiri.

Semuanya sudah berlalu. Aku terbiasa dengan kesendirian. Hingga, beberapa minggu yang lalu, Oma pergi meninggalkan dunia yang fana ini. Aku sangat sedih. Meskipun, ia jarang berkunjung ke rumah karena kesehatannya, tapi kurasa dialah yang paling banyak waktu untukku daripada Mama dan Papa yang selalu sibuk dengan pekerjaan mereka.

Keseharianku hanya sekolah, belajar dan di rumah. Aku tidak terlalu pandai bergaul. Meskipun, ada beberapa teman sekolah yang datang, mereka hanya teman satu kelompok belajar saja. Tidak terlalu dekat. Kecuali satu, Nancy namanya. Ia temanku sejak sekolah dasar sampai sekarang kami sudah SMA.

Perkenalanku dengan Nancy tidak begitu alami. Orang tua kami berteman dekat, sehingga mereka mempertemukan kami berdua. Kami seolah memiliki perasaan yang sama. Yaitu sama-sama kesepian karena ditinggal orang tua kerja. Namun, Nancy lebih beruntung daripada aku. Ia memiliki satu saudara laki-laki dan pembantu yang menginap di rumahnya.

Berbeda denganku, tidak memiliki saudara dan pembantu, Mak Sum yang pulang setelah menyiapkan makan malam untukku. Aku memang berbeda. Sifat pendiam dan tertutup, sangat menyulitkanku untuk bergaul dengan orang lain. Hanya kadang-kadang Nancy akan mampir datang, namun aku tahu ia hanya tidak enak dengan Papa dan Mama saja.

Nancy tidak benar-benar tulus mau berteman denganku. Aku tahu dan bisa merasakannya. Ia lebih memilih sibuk dengan telepon genggamnya daripada berbicara denganku. Terlebih saat ia sudah mulai dekat dengan teman laki-laki mungkin juga pacarnya. Bukannya tidak suka atau apa, tapi lebih baik jujur saja daripada membuat tidak nyaman.

“Emma, kamu punya HP kan?” tanyanya suatu ketika saat berada di rumahku.

“Ada.”

“Pinjem dong.”

“Untuk apa, Nan? Kamu kan sudah punya?”

“Mau nge-stalkingin mantan. Haha.”

Dan inilah satu alasan lagi kenapa Nancy mau main dan datang ke rumahku. Selain nyontek PR, ia juga suka memakai telepon genggamku seenaknya. Aku tidak enak untuk menolaknya. Terlebih, mengingat hubungan orang tua kami.

Apakah ini yang dinamakan teman toxic? Entahlah.

“Em, kamu kencan dong.”

“A-apa kamu gila?”

“Hei, mana mungkin aku gila. Kamu yang aneh. Kenapa sih nggak bisa berubah. Hidup itu harus dinikmati, Em. Apalagi kita masih muda gini. Gak bosen apa di rumah terus?”

“Tapi … kamu kan tau sendiri, Nan. Aku tidak terlalu pandai dalam hal itu.”

“Beres lah … mulai sekarang aku akan merubahmu jadi anak yang pandai bergaul. Lusa aku akan bawa Roy dan teman-teman yang lain ke sini. Oke?”

“Lusa? Kenapa secepat itu?”

“Tenang aja … anggap saja seperti pendekatan, Em. Udah ya aku pulang dulu. Takut kemalaman. Bye, Emma.”

Nancy pergi meninggalkan rumahku. Aku tidak keberatan kalau Nancy membawa pacarnya, Roy dan teman-temannya kemari. Akan tetapi, aku bingung untuk menanggapinya bagaimana. Rasanya terlalu canggung untuk berhadapan dengan orang lain selain teman-teman di sekolah. Setahuku, Roy dan teman-temannya tidak ada yang satu sekolah denganku dan Nancy.

Lusa merupakan hari sabtu. Kebetulan sekali Mak Sum juga mengambil cuti dan tidak bisa diganti hari. Ah, kenapa harus begini? Belum-belum aku sudah merasa gugup.

PRANG!

Terdengar suara benda jatuh dari dalam gudang. Suara apa itu? Jangan-jangan tikus. Meski ragu, kumelangkah ke gudang dan membuka pintunya. Ya Tuhan, tumpukan kardus itu tumbang. Ini pasti benar-benar perbuatan tikus.

Karena sudah malam, tentu saja Mak Sum sudah pulang dan tidak bisa meminta bantuannya untuk membereskan kekacauan yang ada. Mau tak mau harus kulakukan sendiri. Aku paling tidak tahan dengan barang yang berserakan dan tidak rapi begini.

Satu per satu barang-barang itu kumasukkan dalam kardus kembali. Hingga, mataku tertuju pada benda peninggalan Oma tujuh tahun yang lalu. Ya. Cermin yang kata Oma bisa menjadi temanku. Masih kuingat jelas bentuk cermin ini. Ukiran bunga mengelilinginya menambah kesan eksotis. Ukurannya yang hanya setelapak tangan, sangat mudah dibawa kemana-mana. Cermin itu masih terbungkus plastik transparan dan belum kubuka sama sekali.

Semua barang sudah kurapikan. Kecuali cermin pemberian Oma. Aku ingin menggunakannya sebagai kenang-kenangan bersama Oma dan mengobati kerinduanku padanya.

Sesampainya di kamar tidur, kubuka plastik pembungkus cermin itu. Ah, bagaimana bisa benda ini menjadi temanku, Oma? Seandainya semua nyata. Aku ingin benar-benar punya teman. Kuamati dengan seksama cermin yang ada di tanganku saat ini.

Sedikit terkejut saat melihat pantulan wajahku sendiri. Cermin ini benar-benar bersih. Aku tersenyum di depannya dan merasa konyol sendiri. Saat akan kubungkus kembali dengan plastik, sekilas aku menangkap bayangan yang aneh.

Kubalikkan sekali lagi cermin itu. Dan … bayanganku masih ada di sana dengan senyuman yang tadi kutampilkan waktu pertama bercermin. Saat ini aku tidak tersenyum, bagaimana mungkin cermin itu menangkap ekspresiku sebelumnya? Itu bukan kamera. Hanya cermin biasa.

Karena terkejut, aku melempar cermin itu ke lantai hingga retak. Untuk memastikan apa yang kulihat, perlahan mendekatinya dan mengecek bayangan diriku sendiri sudah pergi. Sekarang tampak normal saja. Hah, aku bernapas lega. Ternyata hanya salah lihat. Kumasukkan cermin itu ke dalam laci meja belajar.

“Kenapa kamu takut?”

Seketika aku dikejutkan dengan suara dan sosok diriku sendiri duduk di ranjang tempat tidur.

“Si-siapa kamu?”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TWINS (PROSES TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang