06.00

6 0 0
                                    

Biasanya jam segini aku pun baru narik selimut lagi dan memperpanjang snooze alarm ku. Tapi hari ini enggak, pukul 06.00, aku sudah menggendong tas ransel, memasuki lapangan luas dimana mahasiswa baru sepertiku pun berhamburan.

Hari pertama Pelatihan Pembelajar Sukses Mahasiswa Baru Universitas Gadjah Mada. Aku pakai caping berwarna kuning, lalu duduk di atas koran di belakang barisan kelasku. Sampai detik ini aku belum bisa percaya kalau aku diterima di universitas ini, padahal dua tahun lalu, jam segini aku masih kesulitan menghafal rumus fisika untuk ulangan di jam pertama. Hari ini, adalah hari yang paling kusyukuri sepanjang 17 tahun aku hidup.

Panas matahari mulai menyengat tapi terkalahkan dengan antusiasme kami dijemur pagi-pagi di Lapangan Pancasila. Bangga sekali pertama aku merekam momen ini dan memasukkannya ke cerita instagram-ku. Luar biasa.

Beberapa kali aku ngobrol dengan teman yang duduk di belakangku, namanya Fitri, anak Teknik Fisika, kami masih terheran-heran kenapa kami bisa terpilih masuk ke universitas ini.

Sampai akhirnya...

"Pagi," seseorang di sebelahku mengulurkan tangan.

Sebagai orang Sumatera yang baru merantau ke Jogja, aku tersenyum membalas sapaan mas-mas di sebelahku ini. "Pagi juga," kujawab ramah.

Dia tampak bingung, membenarkan sedikit posisi duduknya di atas koran.

"Bukan, namaku Pagi." katanya sekali lagi.

Aku bisa merasakan pipiku memerah, ingin ketawa. Tapi akhirnya aku tertawa dan membuat Pagi tertawa juga.

"Udah biasa kok." katanya sambil menunggu aku selesai cekikikan.

"Lea, Sastra Inggris." aku mengulurkan tangan lagi.

Pagi membuka mulutnya, aku tahu dia akan mengatakan sesuatu dalam Bahasa Inggris begitu mendengar nama jurusanku. "Stop! Jangan ngomong Inggris." aku membuatnya berhenti, dia ketawa lagi.

"Pagi, Politik Pemerintahan."

Wow, keren juga kombinasinya. Namanya Pagi, aneh. Jurusannya Politik Pemerintahan, mainstream tapi keren juga.

"Aku dari Jepara. Kamu dari mana?"

"Palembang."

"Jauh juga ya."

"Deket kok, 2 jam." dia berpikir agak keras. "Naik pesawat." kulanjutkan.

Setelahnya kami tidak banyak berbicara karena menikmati rangkaian acara sampai akhirnya upacara pembukaan selesai dan kami masuk ke kelas.

"Nice to meet you, Le."

"Nice to meet you, too!"

Lalu kami berpisah tanpa pernah tahu nama belakang apalagi sesuatu untuk menjaga kontak kami berdua.

Pada hari yang sama, aku yakin kami berdua berkenalan dengan lebih banyak orang yang menyenangkan dan seru. Mungkin Pagi juga lupa padaku.

Enam hari kemudian masa orientasi selesai dan kami mulai masuk kuliah untuk pertama kalinya. Rasa bersalahku karena tidak begitu mengenal Pagi hari itu lumayan menghantui pada minggu-minggu pertama. Ingin sekali rasanya tiba-tiba bertemu di food court atau gelanggang karena ternyata kami punya minat yang sama. Tapi ternyata tidak. Pagi menghilang begitu saja.

***

Tiga bulan setelahnya aku berkenalan lagi dengan seseorang dari seleksi tim paduan suara. Bergengsi bukan, aku bisa masuk 45 besar dari ratusan yang mendaftar.

Pada latihan ke-3, kami bermain game bertukar posisi, yang tidak mendapat tempat akan dihukum tentu saja dengan bernyanyi. Ronde ke-5, tentu saja aku sudah kehilangan konsentrasi dan tidak mendapatkan tempat. Bersama satu orang lagi dari sisi sebelahnya, aku dihukum bernyanyi duet.

"Mau nyanyi lagu apa nih?" Mas MC nya menawarkan.

"Apa aja deh," laki-laki yang dihukum bersamaku pasrah.

"Oke, kita beri tantangan lagunya One Direction ya?" Mas MC senyum iseng.

Ya Tuhan, paduan suara apa yang memberi hukuman nyanyi lagu One Direction, tapi aku ketawa dalam hati aja.

"Aku cuma tau What Makes You Beautiful," balas si laki-laki ini cepat.

"Oh, oke. Aku tau lagunya juga kok."

Namanya Saka, si laki-laki yang dihukum bersamaku itu. Sepulang latihan ke-3, kami bertemu di dispenser air untuk mengisi botol minum yang kosong. Dia memulai percakapan dengan menanyakan lagu yang akan kupilih kalau Mas MC nya tadi nggak iseng nawarin lagunya One Direction. Aku jawab, aku ingin sekali nyanyi The First Noel.

Latihan-latihan selanjutnya aku bertemu Saka dan selalu ngobrol sebentar sebelum pulang. Saka juga tahu nama belakangku, tidak seperti Pagi. Saka juga tahu laman instagramku dan mulai mengikutinya.

Tapi sekitar sebulan setelah kami pertama dihukum, Saka menghilang begitu saja. Aku pun jarang melihat ceritanya diunggah di laman instagramnya. Saka memang tidak seaneh Pagi, tapi fakta bahwa Saka akan menghilang begitu saja juga, mengingatkanku kepada Pagi. Ah, kemana laki-laki itu.

Here we go again, the other 'nice to meet you,too'.

***

"Lea?" seseorang menyapaku di tengah susunan rak rapi perpustakaan pusat UGM.

Aku menaikkan kacamataku dan menatap seorang lelaki seumuran yang berdiri 500 cm di sebelah kiriku.

"Kamu bisa disini?" aku kaget.

"Kamu juga!"

"Gedung fakultas kita deketan tapi kita nggak pernah ketemu, kamu ajaib memang!" aku tertawa disambut ketawanya juga.

Sudah lama sekali sejak kami baru berkenalan dan tertawa-tawa karena hal yang kurang lucu seperti ini.

-to be continue-

One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang