He

31 1 12
                                    

Orang itu dihadirkan di dalam hidupku ketika aku belum siap menjadi rentan dan tidak berdaya terhadap suatu perasaan yang dinamakan cinta. Walau sejujurnya sampai detik ini aku sendiri masih bertanya-tanya, apa memang benar perasaan yang mengisi dadaku ini adalah sesuatu yang disebut dengan cinta ataukah hanya sebuah rasa penyesalan karena seharusnya aku bisa melakukan sesuatu yang lebih baik untuknya.

Pada akhirnya itu tidak mengubah apa-apa. Dia pergi.

Aku kehilangannya. Kehilangan kesempatan untuk memastikan perasaannya, kehilangan kesempatan untuk mengatakan kalau dia adalah sosok yang spesial di hatiku, kehilangan kesempatan untuk bisa bersamanya.

Ketika pertama kali bertemu dengannya, aku langsung merasa kalau dia tidak sesehat seperti orang pada umumnya. Maksudku, sekilas saja aku bisa melihat kulitnya yang pucat, tubuh tingginya yang ramping, kantung mata yang cukup terlihat dengan rambut gondrong ikal hitam pekatnya. Dan benar saja, ternyata dia memang memiliki suatu penyakit yang membuatnya tidak boleh terlalu kelelahan.

Bisa kuingat dengan jelas pada saat itu aku cukup terkejut melihat sosoknya. Karena ketika pertama kali bertemu melalui zoom meeting, dia terlihat seperti sosok om-om yang mengerikan. Mungkin itu terjadi karena posisi ponselnya yang tidak tepat, membuat wajahnya entah bagaimana terlihat menyeramkan ditambah dengan rambut gondrongnya pada waktu itu terlihat berantakan.

Akan tetapi setelah bertemu secara langsung, aku sadar dia tidak seburuk itu. Malah kurasa penilaiankuterhadapnya sangat berlebihan. Maaf, ya. Aku jahat sekali. Jujur, diaterlihat cukup tampan di mataku. 

Hanya saja memang, aku tidak tertarik dengan laki-laki berambut gondrong. Makanya aku cukup terlambat menyadari perasaanku. Salah satu alasannya adalah karena aku ingin menolak kenyataan bahwa aku jatuh hati pada seseorang seperti dirinya. Ini bukan hanya tentang rambutnya, tapi sejujurnya aku cukup takut pada seseorang yang lugas dan blak-blakan. Lugas di sini adalah ketika orang itu bisa membaca diriku dengan tepat, mengatakan sesuatu tentangku yang bahkan aku sendiri tidak menyadarinya. Ditambah lagi dengan sikapnya yang sedikit sarkas. Pada waktu itu aku hanya tahu bahwa ada banyak hal yang berbeda di antara kami berdua.

Aku juga tidak berpikir ada kemungkinan seseorang seperti dirinya menyukai sosok seperti diriku. Karena aku tahu ia dikelilingi oleh perempuan-perempuan yang jelas terlihat lebih menarik dariku. Bukan hanya secara penampilan, tapi secara keseluruhan baik itu dari kepribadian maupun hal lainnya. Aku merasa tidak cukup percaya diri mendekatinya atau sekadar berusaha untuk mencuri-curi perhatiannya.

Aku tahu dia menyukai musik rock dan merupakan seorang gitaris. . Bahkan aku ingat diapernah mengganti foto profil sosial medianya dengan dirinya yang berpose jari tengah teracungke kamera. Sosoknya terlihat menjaga privasi karena di sosial medianya tidak ada banyak followers dan sangat jarang ia membagikan sesuatu di sana.

Di samping sisi dirinyayang membuatku takut, di sisi yang lain entah kenapa aku bisa melihatkelembutan yang disembunyikan. Dia seorang penyayang binatang, lebih tepatnya pencinta kucing. Hal itu membuatku cukup terkejut karena dari luar dia benar-benar terlihat seperti seseorang yang keras dan kasar. Dia memperhatikan dengan saksama—peka—dan aku bisa merasakan dari tindakan yang dilakukannya. Tipikal yang tidak banyak omong kosong. Dan itu adalah sesuatu yang jarang sekali kutemukan dari seseorang yang pernah kutemui selama ini.

Ah. Kurasa aku bisa gila karena merindukannya.

Benar ya kata orang. Kita baru bisa menyadari betapa berharganya sesuatu setelah dia pergi.

Beberapa saat sebelum dia memutuskan untuk keluar dari dunia perkuliahan, aku mulai menyadari perasaanku dan diam-diam mengakui pada diriku sendiri kalau laki-laki itu bukanlah sosok yang biasa dalam hidupku. Setelah bertemu dengannya, aku bersemangat ingin memperbaiki dan menambah ilmu pengetahuan serta skillku. Aku benar-benar merasa tertantang melihat sosoknya yang cerdas ditambah lagi dia yang sudah mandiri secara finansial karena bisa mencari uang menggunakan keahliannya sendiri. Selain itu aku juga belajar untuk lebih mencintai diriku sendiri dengan cara yang sehat.

Andai dia tahu kalau selama liburan semester kemarin aku banyak memikirkan tentangnya sembari berusaha merancang beberapa hal terkait masa depanku sendiri. Padahal sebelumnya aku berniat untuk menikmati masa adaptasi ini tanpa harus terlalu memusingkan akan seperti apa ke depannya. Selain merancang masa depanku, aku juga mencoba memikirkan beberapa hal yang bisa kulakukan agar kami bisa lebih dekat. Tapi sayangnya, baru kurang lebih 2 minggu menjalani semester baru, aku mendengar kabar bahwa dia mengundurkan diri dari universitas.

Ini memang sedikit memalukan, tapi di dalam perjalanan pulang dari kampus, aku menangis sesegukan. Ketika menangis itu aku baru sadar, oh ternyata perasaanku sudah sedalam ini ya. Sejak kapan sedalam ini? Padahal kami hampir tidak pernah membicarakan sesuatu selain tentang tugas kelompok yang memang menjadi sebab kenapa kami berdua bisa bertemu.

Dan kau tahu? 

Alasan lain kenapa pertemuan ini begitu spesial untukku adalah karena aku ingat dengan jelas bahwa dulu aku pernah berdoa kalau aku ingin berada di dalam kelompok  yang sama dengannya. Aku tahu pada sosok cerdasnya jadi kupikir pasti akan sangat mudah kalau bisa sekelompok dengan seseorang yang bisa bekerja sama. Dan aku meminta itu pada Tuhanku. Aku berdoa dari hatiku yang terdalam karena pada saat itu aku benar-benar sedang lelah dengan keadaan kelompokku.

Aku tidak akan pernah bisa lupa dengan sosoknya yang rela mengajarkan aku dan teman-teman sekelas sampai tengah malam. Suaranya sampai serak karena terus berbicara. Dan aku ingat berpikir kalau sosoknya itu manis karena sebelumnya aku belum pernah bertemu dengan seorang laki-laki yang memanggil dirinya dengan namanya sendiri. Dan, ya. Selama zoom meeting itu ia mengganti panggilan 'aku' menjadi '(nama panggilannya)'.

Sejujurnya sampai detik ini aku juga bingung kenapa belum bisa melepaskan bayangmu beserta perasaan yang terpendam di dalam dada ini. Kalau boleh jujur, aku sangat ingin melepasmu, mengikhlaskan jarak yang terasa semakin jauh dan dalam ini. Tapi aku benar-benar tidak tahu apalagi yang harus kulakukan ketika dengan bodohnya tanpa sadar aku terus-menerus membuat diriku sendiri berharap kalau entah bagaimana caranya kita bisa bertemu lagi nanti.

Ada lebih banyak sebab-akibat yang terjadi di antara aku dan dia, tapi aku tidak bisa menceritakan semuanya di sini. Ceritanya akan menjadi terlalu membosankan dan aku yakin kata-kata yang kurangkai akan menjadi semakin berantakan karena euforia yang memenuhi dadaku.

Jujur, saat ini aku sangat teramat merindukanmu. Aku benar-benar berharap kita bisa bertemu lagi. Ketika itu terjadi aku berjanji akan bersikap lebih baik. Sekarang, aku akan berusaha untuk bersikap lebih terbuka pada perasaanku kemudian ketika aku lebih siap, aku akan datang dan jujur padamu.

Kalau aku, mencintaimu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Enese VariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang