1

11 1 0
                                    

Lagi. Pukul lagi. Lagi, lagi, lagi.

Suara lengkingan perempuan memasuki telingan Taehyung. Berulang-ulang. Tangan Taehyung yang memegang botol kaca yang tanpa bentuk kemudian menembus udara.

"Argh," seseorang merintih. Suara lengkingan makin menjadi-jadi.

Napas Taehyung terputus-putus, tangannya masih menancap diperut seseorang, berlumuran darah. Botol kaca yang bening berubah warna menjadi merah tua kental. Taehyung menatap perempuan yang berada dipojokkan, si perempuan menatapnya balik kemudian terkesiap dan memberi perlindungan pada tubuhnya dengan tangan.

"Kau--"

"Jangan." potong si perempuan. "Jangan mendekat padaku, pembunuh." lanjutnya.

Serasa tersadar, Taehyung kemudian memandang sekitar. Entah ia berada dimana dan di distrik apa, Tangan kanannya penuh darah, biasan darah melekat di baju putihnya. seseorang di depannya telah terkapar di lantai, pasrah. terlalu pasrah untuk ukuran orang yang masih hidup.

Taehyung berjongkok perlahan-lahan, tidak yakin dengan apa yang baru saja merasukinya lima belas menit yang lalu. sebelum sempat Taehyung ingin membantu seseorang yang berada di depannya, perempuan itu bersumpah serapah.

"Dia sudah mati."

Tangannya berhenti, napas Taehyung memburu, pikirannya kacau sekarang. Ia berdiri, mundur beberapa langkah, cuaca musim dingin masuk ke dalam ruangan ini, dingin sekali. Taehyung merasa tercekik. Pada detik selanjutnya, Taehyung berlari keluar dengan tergopoh-gopoh.

"Laki-laki sialan!"

Seruan itu masih sempat ditangkap telinga Taehyung. pikirannya makin kacau, sekarang, ia mau kemana?! Tanggal berapa ini? Dimana pemberhentian bus? kenapa semuanya terlihat menakutkan? kenapa bangunan itu serasa ingin melenannya?

Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, Taehyung berakhir duduk di lorong lorong gedung tinggi, dengan pencahayaan minim, sinar dari satu ruangan di bangunan tinggi. Taehyung mengambil ponselnya di salah satu saku jaketnya. Tangannya belum berhenti gemetar.

"nomor yang anda tujuh sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi." Taehyung mendesah.

Coba nomor yang lain.

"Ah! Ha-halo, hyung--"

Tuut, tuuuut.

Taehyung diam, ponselnya perlahan lahan turun dari daun telinganya, serasa seluruh dunia tidak ingin berteman dengan dirinya lagi. Kepada siapa lagi Taehyung harus meminta bantuan, matanya sebam, dari tadi tangis kecilnya tidak berhenti. Taehyung memandang langit, bintang tidak sedang bekerja sekarang dan bulan serasa mengejeknya setiap kali ia mendongak.

Darah di bajunya mengering, tanganya terlihat lembab dan kemerah-merahan. Dimana rumahnya sebenarnya? Apa ia harus tidur disini? Apa dia harus menunggu di jemput polisi karena kasus pembunuhan yang ia lakukan?

Taehyung berteriak semampunya, kemudian berhenti ketika air matanya tertelan. Hening. Kemudian suara seseorang dari jendela kamar yang menyala terdengar, jendelanya terbuka. juntaian rambut panjang terbawa angin malam, mata mereka berdua bertatapan.

"He! Jangan ribut dong!" Keluhnya.

Taehyung kemudian hanya tersenyum dan kembali menunduk, tidak ada gunanya, perempuan itu tidak mungkin ingin menolongnya. Ia laki-laki yang lupa jalan pulang dan menunggu jemputan dari polisi yang akan menyelidiki kasus pembunuhan hari ini.

"Yah, terima saja nasib burukmu," Taehyung bercerita pada dirinya sendiri. "Ah, mungkin karena saat pergantian tahun aku tak pergi ke kuil. Salahku, salahku." hiburnya.

Posisi Taehyung tetap seperti itu sampai jam dua dini hari, jaketnya tidak mampu menghangatkannya lagi. Udara bulan November sangat tidak bersahabat sekarang, sudah musim dingin tapi seharusnya belum sedingin ini. Taehyung mendongak ke gedung tinggi, kemudian kaget.

"Mau menginap?"

Taehyung berdiri dengan semangat, mengangguk angguk dan hampir saja air matanya jatuh. Ternyata dunia belum terlalu jahat padanya.

Exhausted // Kim TaehyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang