Hai, Hacin.
Gimana puasanya sejauh ini?Lancar?
Ohya ini janji aku ya buat kalian.
Aku gak bakat nulis cerita yang benar-benar receh ala Indonesia.Aku udah nyoba tapi di sini bahasaku mungkin masih agak baku, terus terkesan gak konsisten.
Ya itung-itung ini buat belajar nulis aku juga 😂😂
Ini opening dulu ya karena karakternya bakal banyak jadi kalian kenalan dulu aja sama mereka 😂
Maaf kalau gak sesuai eskpetasi tapi, kuharap kalian tetep bisa enjoy bacanya.
Happy reading!
🍼🍼🍼
.
.
.Hidup itu sudah sulit.
Tapi, memang terkadang manusia hobi membuat itu jadi lebih sulit lagi.
Sepertinya, hidup bukan hanya tentang bernapas, bertahan, berkembang biak dan mencapai tujuan. Tapi, makna hidup bisa juga berkembang menjadi 'sebuah seni dari mempersulit diri sendiri.'
Contoh saja tujuh pemuda ini.
Mereka lebih memilih hidup di sebuah kontrakan sederhan dua lantai letaknya sangat tidak strategis. Terletak di lorong kecil yang kalau gerobak bakso pun lewat mungkin gerobaknya bisa tersangkut.
Mereka bertujuh tinggal di sana, datang dari daerah dan kota yang berbeda-beda. Latar belakang dan alasan yang berbeda, tapi tujuan mereka sama, yaitu untuk melarikan diri dari kehidupan sebelumnya.
Menjatuhkan pilihan pada gang Semar Mesem seperti sebuah takdir yang tidak pernah mereka bayangkan. Padahal kontrakan dengan cat warna ungu yang sudah mengelupas itu sama sekali tidak menarik dari luar, apalagi lokasi rumah yang merupakan 'tusuk sate', istilah untuk rumah yang letaknya di ujung, alias jalan buntu. Menurut kepercayaan tetangga sekitar yang hobi bergossip dengan penjual sayur langganan, rumah 'tusuk sate' itu bermakna kurang baik. Penghuninya akan mengalami kesulitan rejeki, mencapai tujuan hidup susah, dan masih banyak lagi.
Tapi, itu semua tergantung kepercayaan.
Dan, bagi tujuh pemuda ini hal itu tidak berpengaruh sama sekali. Yang penting, kontrakan itu punya air, murah dan tidak ada hantunya, itu tidak masalah, meski temboknya ada yang sedikit berjamur.
Tapi, jangan salah, meski rumah kontrakan itu jauh dari kata mewah, tapi tujuh pemuda yang tinggal di dalamnya punya paras yang—yah, lumayan juga kalau jadi seleb tiktok.
Sesuai dengan urutan tingkat penghargaan manusia di Indonesia, maka kita wajib mengenalkan para penghuni kontrakan ini dari yang paling kaya secara materi.
Penghuni pertama namanya Abdul Alvi. Panggilannya Vi. Masih kuliah. Anak teknik elektro. Dia kabur dari rumahnya karena tidak mau dijodohkan dengan selebgram kebanggan mamahnya, karena Vi sudah jatuh cinta duluan sama cewek yang suka jualan nasi kuning di depan kampusnya. Sayangnya, yang jualan emang sudah janda, jadi orang tuanya tidak setuju.
Vi juga tidak tahu, kenapa dia bisa jatuh cinta, mungkinkah karena terpelet oleh ulekan sambel pecelnya? Atau memang iseng saja. Tapi, bagaimana pun itu, Vi tetap tidak mau dijodohkan. Makanya Vi kabur, untuk menata hatinya. Sekalian mau membuktikan kalau dia bisa hidup sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kontrakan HOW
Short StoryGak tau apa, ini sangatlah tidak jelas. Untuk mengisi kekosongan bulan puasa saja. Absurb, lucu tidak, bagus juga tidak. . . Cerita ini aku dedikasikan untuk Hacin tersayang.