Bab 1

6 1 0
                                    

Seorang anak berusia enam tahun perlahan membuka pintu kamar ayahnya. Ia berjalan jinjit dan masuk kedalam kolong tempat tidur. Anak pria itu meletakkan bantal, berbaring dan menarik selimutnya. Disinilah ia ketika merasa tak dapat tidur dengan baik di kamarnya. Tak butuh banyak waktu, ia pun terlelap.

"Tes...tes," ia mendengar sesuatu yang menetes ke lantai. Anak itu merasa ada yang membasahi kepalanya. Ia membuka matanya. Namun ia tak dapat melihat cairan apa itu. Baunya anyir seperti darah,"darah?" batin anak itu ketakutan. Ia mencoba meraba Kasur dengan tanganya. Nafas anak itu memburu.

Tangan anak itu bergetar, ia menatap Kasur yang berada di atasnya. Jelas terdengar suara pisau menembus sesuatu bahkan setelah Kasur penih dengan darah. Tak lama kemudian, kasur mengeluarkan suara seakan seseorang akan turun dari atasnya. Anak lelaki tersebut segera memeluk bantalnya.

Suara langkah kaki terdengar. Matanya menatap kaki itu melangkah. Salah satu celananya terlipat memperlihatkan luka jahitan yang cukup panjang. Dan pembunuh itu pergi melalui candela yang berada di bagian kiri tempat tidur.

Yakin pria itu telah pergi, segera anak itu keluar dari kolong dengan mata tertutup. Bimbang diantara keingintahuanya dan takut, perlahan ia membuka matanya. Ia terkejut. Sontak kakinya melangkah mundur...mundur...dan terus mundur hingga punggungnya bertemu dinding. Kedua tanganya memegangi kepalanya. Nafasnya memburu ketakutan. Air matanya mengalir.

"balas dia...balas dia...bunuh...bunuh," ia menggeleng. Seakan suara itu menuntutnya untuk balas dendam. Berulang kali ia memukul kepalanya, berharap suara itu hilang.

"nggak. Ayah belum mati. Iya, Ayah masih bisa selamat,"ucapnya dengan suara gemetar dengan kakinya yang gemetar ia mencoba berdiri mencari telepon rumah.

"halo, ini dari rumah sakit sejahtera. Ada yang bisa dibantu?"

"tolong...tolong ..."nafasnya yang memburu mengalahkan suaranya.

"bisa tolong diulangi? Saya tidak dapat mendengar dengan jelas,"

"ayah...ayah...tolong...tolong ayah...tolong,"perlahan suaranya semakin pelan bersamaan dengan kesadaranya yang menghilang. Anak itu pingsan.

"halo? Apa anda masih disana? Halo?"

..................

Saat terbangun, bau khas masuk kedalam hidungnya. Saat menoleh kekanan, ia melihat orang berjas putih. Ia tahu ini dimana. Rumah sakit,

"ayah," ia masih terbayang dengan keadaan ayahnya terakhir kali.

"adik Araav sudah sadar? Gimana perasaan adik? Lebih baik?"

"ayah? Dimana?"nafasnya kembali memburu. Air matanya kembali keluar."ayah? ayah baik?" tanyanya lagi,"Araav mau lihat ayah,"

Sang dokter tampaknya bingung akan menjawab apa sementara Araav merengek tentang ayahnya,"yang terpenting sekarang adalah adik Araav pulih. Jangan memikirkan hal lain terlebih dahulu,"

Air mata Araav keluar seketika. Ia berbicara dengan suaranya yang bergetar,"Araav tahu kok. Ayah...nggak selamat kan? Iya kan dok?"ia menatap melas dokter tersebut. Entah bagaimana kalimat itu terucap dari anak berusia enam tahun yang seharusnya menangis histeris ketika ia kehilangan seorang ayah. Namun, mendadak wajah Araav menjadi datar.

"bunuh..darah...balas...darah...bunuh..." suara itu terdengar lagi ditelingga Araav. Namun, ia tak lagi menolak suara tersebut. Wajahnya tetap datar, tanpa ekspresi.

....................

Seorang pria dengan tinggi sekitar 180 cm berjalan menyusuri lorong  gelap yang sepi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang pria dengan tinggi sekitar 180 cm berjalan menyusuri lorong gelap yang sepi. Lorong itu tampak cukup Panjang, seperti Lorong rumah milik orang kaya. Pakaian dengan tudung berwarna hitam menyempurnakan kamuflasenya dalam gelap. Masker hitam yang melekat pada wajahnya membuatnya tidak dikenali.

Pria itu berhenti di depan sebuah pintu dari sekian banyak pintu yang ia lewati. Tanganya memegang gagang pintu, membukanya dengan percaya diri seakan ia tahu apa yeng ada di dalamnya. Kedua matanya menangkap seorang pria paruh baya yang terperanjat kaget akan kehadiranya.

"siapa kamu? Bagaimana kamu bisa masuk?," pemilik kamar itu tidak beranjak dari sofa tempat ia duduk.

"entahlah, bagaimana bisa?"ucapnya setelah membuka maskernya,"para penjagamu pasti sudah terkapar di luar,"

"bagaimana bisa, mereka adalah security dari agensi bergengsi," gumanya tak percaya.

"apa wajah saya mengingatkanmu tentang seseorang?"

"siapa? Katakana siapa kamu? Berapa yang kamu butuhkan? Aku punya segalanya. Katakana pa yang kamu mau"

Lelaki serba hitam itu berjalan mendekati sofa tempat orang tua itu duduk,"sepertinya hidup anda tidak nyaman akhir-akhir ini, melihat anda menyewa security dari agensi bergengsi,"

"apa maumu?"tawaran itu keluar dari mulut tua itu lagi.

"apa anda pikir semua dapat dibeli dengan uang? Baiklah, saya akan menceritakan sesuatu yang mungkin akan mengingatkan sesuatu kepada anda,"

AKU MERASAKANYA LAGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang