Bab 2

9 2 0
                                    

Pagi ini cuaca terlihat cerah menggantikan hujan deras yang terjadi tadi malam. Matahari bersinar diiringi awan-awan yang bergerak perlahan. Araav duduk di atas batu yang terletak dibawah pohon rindang. Ia hanya diam melihat banyak anak-anak panti lain yang sedang bermain sepak bola.

Ibu panti mengatakan bahwa hari ini akan ada kunjungan dari ketua Yayasan yang membangun panti asuhan ini. Beliau meminta kita menjaga sikap nantinya. Dan tak lama kemudian terlihat mobil sedan berwarna hitam memasuki halaman panti. Itu pasti kunjungan yang dibicarakan oleh ibu panti.

Ibu panti yang berumur sekitar empat puluh itu datang tergopoh-gopoh mendatangi mobil itu. Beliau ingin menyambutnya dengan baik. Lalu keluarlah seorang pria paruh baya menggunakan stelan jas yang terlihat mahal. Tentu saja, dia pasti kaya. Meski prambut pria itu banyak yang memutih, ia tetep terlihat segar dan sehat. Pria itu memakai sandal jepit dengan celana yang ditekuk. Itu dikarenakan keadaan tanah yang becek dengan banyak genangan air. Ibu panti menyalaminya dan mempersilahkan pria itu untuk melihat keadaan panti saat ini.

Pria itu mendatangi Araav yang duduk diam di atas batu,"kenapa kau tidak ikut bemain Bersama?"ia mengelus rambut Araav.

Araav hanya diam menatap lelaki itu.

"huh?"pria itu menunggu jawaban Araav.

Araav menggelengkan kepalanya dan menjawab pertanyaan itu dengan wajah datar,"hanya tak ingin,"

"bukankah itu aneh untuk ukuran anak kecil sepertimu?"pria berjas itu tersenyum.

"dia memanglah penyendiri. Saya sudah berulangkali membujuknya untuk bermain Bersama dengan anak lainya. Namun ia tetap tidak mau,"ibu panti angkat bicara,"mari saya antar masuk,"ucapnya memprsilahkan.

Akhirnya mereka meninggalkan Araav dan berjalan menuju Gedung panti. Araav, matanya tak sengaja melihat sesuatu dari kaki ketua Yayasan itu. Itu adalah luka yang dia lihat saat itu. Saat ayahnya mati.

"darah...bunuh...balas...bunuh...darah..."suara itu terdengar lagi. Araav tak bergeming untuk sesaat. Ia memperhatikan sekitar. Ia menemukan batu sebesar bola pongpong. Ia melemparnya dan mengenai Pundak ketua Yayasan.

Pria itu mengaduh. Itu adalah lemparan yang cukup keras. Sontak semua mata mengarah pada Araav. Namun, anak itu terlihat mencari sesuatu lagi. Ia menemukanya. Dia melempar satu batu lagi dan lagi berulang kali.

"balas...darah...bunuh...darah...balas..."suara itu semakin keras terdengar.

"Araav!"ibu panti meneriakinya,"apa yang kamu lakukan? Berhenti!"

Araav tak menghiraukanya. Yang dia inginkan saat ini hanyalah melempar batu sebanyak-banyaknya pada pria paruh baya itu. Sekertaris ketua Yayasan berusaha mendekatinya dari belakang. Ia memegangi tubuh Araav. Araav meronta-ronta,"darah...mati...darah,"gumanan itu terdengar dari mulut anak berusia enam tahun tersebut.

.......................................

"apa anda sudah ingat siapa saya? "

"tidak, bagaimana kamu bisa...,"

"aahhhh benar, anda mengirim saya ke rumah sakit jiwa setelah itu. Anda berniat mengurung saya di sana dengan menyuap salah satu dokter. Dia sudah mati. Bagaimana anda bisa menyuap seorang dokter yang umurnya terlalu pendek untuk mengurung saya? Hah?"

Pria tua itu hanya ketakutan tanpa beranjak dari sofa.

"karena saya sudah bersusah payah ke sini..." ia mendekatkan wajahnya ke depan wajah tua itu,"Haruskan saya melakukan hal yang sama seperti yang anda lakukan pada ayah saya?"

Pria paruh baya itu menggeleng panik,"tidak, jangan. Akan kuberikan apapun yang kamu mau. Jadi jangan bunuh aku," kedua telapak tangan keriput itu menempel memohon.

"wah...bagaimana ini. Yang kuinginkan saat ini hanyalah membunuhmu. Saying sekali. Aku tidak membutuhkan apapun dari anda,"

"kumohon..."kini, bukan hanya kedua telapak tangan yang memohon. Pria paruh baya itu turun dari sofa dan berlutut,"jangan bunuh aku kumohon. Maafkan aku. Jangan bunuh aku,"

"sepertinya rasa takut mengalahkan rasa bersalah anda. Saya menengar kata permohonan lebih banyak dari kata maaf,"

..........

"berita terkini, ketua Yayasan xxxxx telah ditemukan tewas di dalam kamar rumahnya. Terdapat lima tusukan pada perut, diduga ini adalah kasus pembunuhan. Polisi sedang melakukan penyelidikan menyeluruh untuk menemukan bukti pembunuhan..."

Araav mematikan televisinya, menyandarkan punggungnya dan memejamkan mata.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AKU MERASAKANYA LAGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang