Sinar matahari menelusup masuk menerangi kamar seorang gadis bernama Laila, yang membuat matanya mengejap beberapa kali, sebelum matanya terbuka sempurna.Hari ini adalah hari pertamanya pindah di rumah baru, barang-barang masih tertata rapi di dalam kardus-kardus yang belum sempat dia rapikan.
Laila Iris Zabela, gadis berparas cantik ditambah lagi dengan pribadi yang hangat. Bahkan, ia memiliki teman yang banyak, karena sifat friendly yang ia miliki. Teman-teman memanggilnya Laila atau lebih akrabnya Aila. Dua bulan lagi umurnya genap berumur 17 tahun. Kini, ia duduk di kelas 11 di salah satu sekolah kejuruan yang ada di Jakarta. Teknik konstruksi dan gambar bangunan itulah jurusan yang di ambil gadis itu.
Hal pertama yang harus ia lakukan setelah memutuskan pindah rumah adalah menata barang yang ada di dalam kardus-kardus miliknya. Setelah nyawanya sudah terkumpul ia sesegera membuka jendela balkon agar udara segar bisa masuk ke kamarnya. Kamarnya terletak di lantai dua, sehingga ia bisa melihat keadaan jalan di bawahnya dengan jelas. Tampak ada beberapa orang yang sedang lari-lari kecil dan juga ada beberapa kendaraan yang lewat. Menurutnya, lingkungan di mana ia tinggal sekarang lebih baik daripada rumah sebelumnya.
Dia memilih jadwal pindah rumah saat hari libur karena menurutnya hari Minggu hari efektif untuk menyelesaikan tugasnya itu. Sebenarnya, tak butuh waktu yang lama untuk mendekor rumah. Sebelumnya dia tinggal bersama keluarganya, tetapi karena jarak rumah ke sekolah lumayan jauh sedangkan Aila belum bisa menggunakan motor atau mobil sendiri jadi membuatnya memilih pindah. Rumah sekarang yang di tempatinya tidak terlalu jauh dari sekolah. Aila sudah terbiasa hidup mandiri, keluarganya sudah mendidik Aila untuk menjadi mandiri sejak dini. Jadi, tidak heran jika Aila harus tinggal jauh dari keluarganya. Justru ini adalah sepenuhnya keputusannya.
Barang yang semula tertata rapi di dalam kardus. Sekarang sudah berpindah tempat tersusun rapi di tempat semestinya.
Aila mengusap keringat yang membasahi pelipisnya, yang membuat beberapa helai anak rambutnya terjuntai, lepas dari ikatan yang mengikat rambutnya. Ia tersenyum puas memandangi ruangan yang baru saja ia selesaikan. Sesegera ia membersihkan tubuhnya dengan mandi. Lalu melanjutkan aktivitas lainnya seperti menyiapkan makanan untuk temannya yang sebentar lagi akan datang.
Sudah 15 menit dia menunggu temannya datang. Masih belum ada tanda kemunculannya. Aila mulai bosan. Melihat beraneka makanan yang tergeletak di meja tiba-tiba muncul sebuah ide.
Aila mengambil piring berisi pie susu yang baru saja ia buat dan berniat memberi ke tetangga yang ada di sebelah rumahnya. Tujuannya agar ia bisa lebih akrab dengan orang sekitarnya. Hal kecil yang bisa membuat orang sekitarnya tidak segan untuk bertahan dengannya.
Beberapa kali perempuan itu mengetukan tangannya ke pintu coklat di depannya. Berharap sang pemilik rumah keluar, tak lama kemudian seorang wanita yang terlihat seumuran orang tuanya membukakan pintu.
"Emm, maaf Tante. Saya Laila, tetangga sebelah rumah. Ini tadi saya baru buat kue, mungkin Tante mau coba?" tawar Aila kepada orang yang berdiri di depannya.
Wanita itu tersenyum ramah lalu mempersilahkan Aila duduk di ruang tamunya. Tak butuh waktu lama mereka bisa akrab. Setelah beberapa menit kemudian Aila menerima pesan bahwa temannya sudah sampai di rumahnya. Baru saja Tante Dian mau mengenalkan anaknya yang ternyata juga seumuran dengan Aila, yang ia harapkan ia akan mendapat teman perempuan agar bisa diajaknya hanya sekedar bermain ataupun curhat bersama. Tetapi, Aila tidak bisa, ia harus pulang untuk menemui teman yang telah di tunggunya setengah jam yang lalu.
"Maaf Tan, mungkin lain kali aja saya ketemu anaknya Tante. Siapa tau bisa saya ajak jalan bareng." setelah mengatakan itu Aila pamit pulang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Disaster
Teen FictionPernahkah kalian mendengar bencana yang indah? Kedengarannya asing bukan? Biasanya bencana identik dengan duka dan kesengsaraan. Lain cerita dengan seorang gadis yang bernama Laila. Harapan-harapan yang selalu ia mimpikan, selalu saja berubah menja...