Chapter 2

50 15 39
                                        

Lima menit lagi bel istirahat akan berbunyi. Pemandangan papan tulis serta guru di depan rasanya sangat membosankan. Memandangi jam biru yang melingkar di tangan sepertinya lebih menarik. Itu lah yang di lakukan oleh Aila.

"Ini jam lama banget sih, jadi pingin keluar terus bunyiin bel deh" rutukan Aila sepertinya membuat Lisa teman sebangkunya terheran.

"Sabar napee, 3 menit lagi palingan bel" Lisa menjawab dengan enteng.

"Bego banget gue. Bisa-bisanya hp gue ketuker sama dia. Lo kenal Vano anak Informatika ? Anterin gue ke kelasnya yuk entar istirahat" Aila merengek pelan agar guru yang menjelaskan di depan juga tidak terganggu.

"Jomblo aja lo bego, gimana nasib lo kalo punya pacar" Lisa malah menyentil kepala Aila.

Rasanya percumah jika mengajak Lisa untuk menemaninya. Lisa memang mengenal Vano, tapi hanya sebatas tahu. Teman-teman OSISnya banyak yang mengagumi sosok Vano. Sama seperti Aila, Lisa sepertinya juga tidak tertarik dengan cowok dingin itu.

"Coba lo ajak Tika dia kan udah sering tuh ketemu sama Vano. Gue mau nyelesaiin nyatet dulu" Lisa memberi saran untuk Aila.

Tika memang bisa dibilang lebih sering bertemu dengan Vano, karena biasanya ekstra cheers tempat dan waktunya bisa di bilang bersamaan. Banyak anak cheers yang akhirnya menjalin kisah dengan anak basket. Sehingga tak heran jika Tika lebih tahu tentang Vano yang dikenal sebagai anak basket. Aila reflek mengambil ponsel yang tergeletak di laci meja sebelahnya itu.

"Yodah sini, gue pinjem hp lo" tak butuh waktu lama ponsel milik Lisa sudah berada di tangan Aila.

"Eh mau ngapain lo, buka chatingan gue" Lisa tampak panik.

"Dah lo diem dulu napa, gimana gue mau ngabarin Tika kalo hp gue aja dibawa sama tuh cowok" ucap Aila yang pelan agar tidak ketahuan guru.

Lisa : Woy ini gue Aila. Bantuin gue, katemu sama Vano, please.

Setelah mengetikan pesan itu, kelas Tika yang sedang jam kosong membuatnya langsung bergegas ke kelas Aila. Aila yang menyadari kehadiran Tika, langsung memasang wajah memohon. Tika yang menunggu di dekat jendela malah tersenyum menggoda.

Setelah bel istirahat berbunyi. Aila menoleh ke arah jendela lagi setelah guru yang mengajar ke luar kelas. Yang ia dapatkan masih sama. Aila tak mengerti alasan dibalik senyum itu.

"Setelah sekian lama, gue baru liat Aila antusias ketemu sama cowok" suara Tika cukup keras, mungkin teman sekelasnya bisa mendengarnya ia berbicara. Entah kapan Tika sudah berada di dalam kelasnya.

Sial. Aila merasa tambah bodoh. Jika ia mengajak Tika untuk menemaninya, yang ada anak yang satu ini akan berpikir yang tidak-tidak dan berbicara mengada-ada di depan Vano. Seharusnya Aila memilih untuk mengembalikan ponselnya seorang diri.

Tak butuh waktu yang lama. Tika langsung menyeret Aila menuju kelas sebelas Informatika A dimana kelas Vano berada.

Ponselnya tertukar dengan Vano kemarin saat selesai susulan. Ponsel mereka sama, bahkan casing hitam polos yang melindungi ponselnya pun sama. Aila sudah beberapa merutuki dirinya semalam. Betapa cerobohnya dia. Mengapa ia tak mencoba bermain ponsel sebelum keluar dari area sekolah. Dengan begitu ia cepat-cepat menyadari bahwa ponsel yang ia bawa bukan miliknya. Dan bisa langsung mengembalikan ponsel yang ia bawa kemarin.

Sesampainya di pintu kelas Vano berada. Tika dengan polosnya berteriak memanggil Vano dengan suara cemprengnya itu. Tika memang cukup bar-bar dibandingkan dengan perempuan lain.

Vano yang merasa terpanggil pun akhirnya berjalan mendekati mereka yang sebelumnya pandangannya terfokus pada buku tebal di depannya. Datar. Aila merasa orang di depannya ini tidak memiliki ekspresi selain muka datar. Contohnya seperti sekarang, biasanya orang-orang yang mendengar suara cempreng Lisa apalagi orang itu sedang sibuk melakukan sesuatu pastinya akan terganggu bahkan bisa marah. Tapi sepertinya itu tidak berlaku untuk seorang Zavano.

Beautiful DisasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang