Alin mengangkat kamera, mengatur fokus lensanya sebentar lalu membidik suatu objek menarik yang ada di depannya.
Memotret adalah salah satu hobi perempuan itu, jika diberi pilihan antara ponsel atau kamera, alin akan lebih memilih kamera.
Memotret menjadi tempat alin menyampaikan segala perasaannya, setiap hasil gambar yang alin ambil memiliki makna tersirat dibaliknya. seakan gambar itu berbicara, menyampaikan apa yang tidak bisa alin sampaikan secara langsung. walaupun hanya semata-mata hobi dan tidak pernah terpublikasi.
Alin menghembuskan tubuhnya pada sebuah kursi panjang di pinggir jalan. riuh pikuk sekeliling terdengar di telinganya, alin mengedarkan pandang guna memindai apapun yang ia lihat. ada beberapa orang yang sibuk berbicara melalui ponsel dengan berbagai emosinya, ada yang tengah menunggu bus di tempat pemberhentian dengan gelagat sudah tidak sabar, ada yang beberapa kali mengecek sebuah tumpukan berkas ditangannya sambil mulutnya merapalkan sesuatu.
semuanya sibuk. sibuk melakukan apapun untuk bertahan hidup. sampai mata alin berhenti pada sebuah televisi besar yang biasa ada di pinggir jalan. tatapannya datar namun sarat akan kegelapan, televisi besar itu menampilkan sosok yang sangat alin benci. sosok yang membuat alin pergi mengasingkan diri.
jauh dari siapapun, tidak mengenal siapapun. asing. alin butuh tempat asing untuk menetralkan pikirinnya sekaligus berdamai dengan dirinya sendiri. Sesuatu yang terdengar sederhana namun sulit ketika berusaha mencobanya.
alin enggan berlama-lama disini, selain karena muak melihat televisi besar itu, alin lelah karena telah melakukan perjalanan jauh.
tangannya bergerak menggulir layar ponsel, kata kunci yang alin cari menampilkan hasil. alin memasukkan kamera yang daritadi menggantung di lehernya kedalam tas selempang. ia beranjak dengan sebelah tangan yang menggeret koper berwarna pastel. mengandalkan petunjuk dari sebuah aplikasi peta di ponselnya, alin melangkah menuju salah satu tempat penginapan yang akan menjadi rumahnya selama-- tidak tahu sampai kapan.
***
Beruntung alin memiliki sejumlah tabungan dari hasil kerja paruh waktunya, sehingga ia mampu menyewa sebuah unit apartemen ditambah dengan akomodasi yang sudah alin susun untuk beberapa hari kedepan. walaupun itu sama halnya dengan menguras seluruh tabungan milik alin. tidak masalah asal alin bisa lupa dengan kejadian yang membuatnya sesak.
"207" alin berhenti, tangannya menekan beberapa angka kode di layar yang tertempel pada pintu di hadapannya.
"oh tetangga baru?"
Suara seseorang mengintrupsi langkahnya yang baru saja hendak berjalan masuk.
Alin kikuk ketika mendapati orang itu sudah berada satu meter di sampingnya. apa yang harus dia lakukan? haduh alin paling bodoh jika berhadapan dengan orang baru.
seseorang itu tersenyum samar, tangannya merogoh saku mengeluarkan kunci id card. "gue, leo." ucapnya lalu mengalihkan pandang menuju pintu di sebelah apartemen alin.
"salam kenal. kita akan jadi tetangga." setelah memperkenalkan diri secara singkat, leo bergerak masuk ke dalam apartemennya. meninggalkan alin yang tidak berkata apa-apa.
dingin. walaupun pria itu berusaha ramah tapi rasa disekitarnya terasa dingin barusan.
🌙
KAMU SEDANG MEMBACA
change.
Romance"boleh nggak aku mati aja?" Bercerita tentang hidup dari seorang Alinka Dhiren. Remaja yang hampir kehilangan dirinya sendiri. ia memutuskan untuk pergi, bemaksud menyepi dan mengasingkan diri. berharap setelah pulang nanti alin bisa kembali dengan...