Awal dan Akhir

122 10 0
                                    

Saat itu, saat aku masih remaja, aku melihatnya dibawah sinar rembulan. Wajahnya yang ayu membuatku terpesona .
Siapakah gerangan dirimu, Puan?

"Pak Ngah, siapa dia?" Ucapku kepada paman. Aku melihat seorang perempuan, sangat ayu rupanya, lemah lembut tutur katanya, jarang aku melihat perempuan seperti dia.

"Dialah sang kembang desa, anak seorang petinggi di desa ini." Ucap Pak Ngah menerangkan.

Sore hari waktu itu, dibawah rintikan hujan aku melihatnya meneduh, dibawah tiang-tiang rapuh. Tampak manis dengan selendang biru di kepalanya. Aku menghampirinya. Dengan daun pisang sebagai penghalang antara diriku dan hujan. Dan sebuah payung dalam genggaman tangan.

Aku mengulurkan sebuah payung, yang masih terlipat rapih dalam genggaman tanganku. "Ini untuk dirimu, lekaslah pulang ke rumahmu, hari sudah semakin gelap." Ucap diriku kepadanya. Dia menatap uluran tanganku yang menggenggam payung, lalu mengangkat kepalanya. Matanya menatap mataku, seolah berbicara "Bagaimana dengan dirimu?"

Saat itu, kita bertatap mata
Sungguh, aku terjerat dalam anindiya mu
Matamu yang indah
Seperti sirius, sangat indah

Saat itu, sepulang dari surau, dia memanggil seraya berlari ke arahku. Dengan sebuah payung dan tentengan tas yang digenggam tangannya.

"Hei pemuda koko hitam" Katanya, memanggil diriku dengan sebutan unik.
"Ada apa?" Tanyaku, diiringi senyuman manis.
"Ini payung mu, terimakasih." Ucapnya mengulurkan sebuah payung dengan tangan kanannya, menunduk malu-malu.

Aku menyambut uluran payung itu. Dia lekas bergegas meninggalkanku. Segera aku menahannya. "Hey tunggu, siapa namamu?" Tanyaku dengan lantang.
Dia berhenti, menengokan kepalanya ke arahku, seraya berkata "Zainab, namaku Zainab."

Betapa bahagianya aku saat itu, aku mengetahui namanya. Aku merapalkannya setiap saat, berharap aku mengucapkan nama itu di pelaminan nanti. Sungguh dimabuk asmara aku saat itu.

Akhirnya
Aku mengetahui namamu
Zainab
Bergembiralah aku hari itu

Kian hari, diriku semakin dekat dengannya. Hingga aku tak sanggup untuk menahan rasa yang bergejolak dalam dada. Maka sore hari itu, di ladang, aku mengucapkan dengan lantang.

"Zainab, seperti hujan kepada tanah, seperti mentari kepada bumi, seperti malam kepada siang dan seperti pantai kepada laut, itulah cintaku kepadamu. Zainab, maukah dirimu menjadi pemilik hatiku?"

Berdebar tak karuan hatiku, rasanya ingin meledak. Zainab diam memandangku, kemudian tersenyum dan berkata "Aku, Zainab, detik ini menjadi ratu hatimu, Muis." Sungguh, aku ingin mengatakan kepada dunia bahwa aku sangat bahagia sekali. Aku berlari ke arah Zainab, mendekap hangat raganya, atmanya dan cintanya.

Dia menjadi milikku saat ini
Bahagiaku tak lagi terukir besarnya
Aku ingin selalu berada di dekatnya
Tak peduli dimana dan bagaimana keadaanku

Setiap hari, ku jalani hari dengan bahagia bersama Zainab, kekasihku. Meski ayahnya sempat tak suka denganku, tetapi aku berusaha dan benar, usaha tidak pernah mengkhianati hasil. Ayahnya memberikan restu kepadaku. Sebentar lagi, aku akan memperistri Zainab. Aku akan menjadikan Zainab menjadi ratuku dan ibu dari anak-anak ku kelak.

"Muis, bagaimana jika aku direbut oleh orang lain?" Tanya Zainab kepadaku.

Aku menatap Zainab, seraya membenarkan anak rambut yang berterbangan menutupi mata indahnya.

"Maka tanyakan kepada hatimu, dimana pelabuhan hatimu terletak." Ucapku tersenyum kepada Zainab.

"Aku akan selalu memilihmu sebagai tempat berlabuhnya hatiku." Ujar Zainab dengan tegas.

ZAINABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang