Hawa dingin sisa hujan semalam membuat Arion menarik selimut hingga sebatas leher, matanya masih terkatup rapat walau hembusan nafasnya menjadi semakin tidak teratur. Otaknya sudah bekerja sejak pagi buta yang artinya ia tidak benar-benar tidur, katakan saja tidurnya terganggu karena pesan yang ia terima semalam.
Arion masih memaksa kedua matanya untuk memejam, kepalanya mendadak sakit karena kurang tidur. Mungkin ia akan stress tak lama lagi, mengingat banyaknya hal yang selalu ia pikirkan sebelum dan setelah bangun tidur.
Menyerah untuk tidur karena ponselnya yang lagi-lagi berdering mengganggu, Arion menyibak selimut tebalnya dan menghampiri benda kotak itu di meja yang berada di sudut ruangan.
"Ayo bertemu setelah ibadah."
Jadi orang itu tahu kalau pagi ini Arion akan pergi ke gereja, bahkan lokasi tempat mereka bertemu ditetapkan tak jauh dari lokasi gereja.
Arion mengusap wajahnya gusar, kenapa perasaan aneh tiba-tiba saja menghampirinya? Arion tidak pernah merasa khawatir seperti sekarang, ia bahkan dengan mudah menolak orang-orang yang datang padanya. Arion hanya terlalu baik untuk membuat mereka kecewa dan menghilang karena sakit hati.
Jarum jam menunjuk angka enam pagi, Arion masih memandang keluar jendela kamar di mana banyak tetesan hujan yang masih menempel pada dinding kaca tebal di kamarnya. Tirai yang ia buka sedikit mempersilakan cahaya masuk dan menerangi kamarnya yang seperti gudang, penuh akan tumpukkan buku dan beberapa kardus yang juga tidak kosong. Siapa yang akan menegurnya? Arion menguasai kamarnya sendiri sejak pindah.
Beberapa panggilan dari bawah membuat Arion tersadar berapa lama ia memandang kosong ke arah pepohonan, ia segera menyambar handuk dan berlari turun.
Bahkan setelah misa pagi selesai, Arion masih merasa sedikit khawatir. Entah apa yang membuatnya khawatir, ia hanya tidak ingin bertemu orang itu. Namun, ia sendiri tahu, ia bukanlah orang yang dengan mudah mengatakan tidak bahkan melalui teks seperti semalam. Beruntungnya, Arion membalas pesan singkat itu dan mengiyakan untuk bertemu dan kini jantungnya sendiri yang berdetak tidak karuan.
Arion sudah meminta izin untuk pergi keluar dan akan kembali siang nanti, atau mungkin sore jika ia ingin bermain di luar lebih lama.
Tak jauh dari gereja terdapat sebuah taman kecil yang dipenuhi pedagang kaki lima, tempat yang ramai digunakan untuk beristirahat dan berolahraga kecil. Arion sudah berkeliling beberapa kali di sana, tetapi ia tidak tahu di mana orang itu berada.
Seseorang yang mengenakan kaos putih polos, seharusnya itu mudah dikenali. Tapi kenapa ia tidak bisa menemukannya?
Arion yang mulai lelah memilih untuk duduk di trotoar dan mengamati orang-orang berlalu-lalang. Dari sekian banyak bangku taman, semuanya di isi oleh orang tua yang tidak asing di matanya. Mereka pergi ke gereja yang sama setiap minggu.
Setelah setengah jam menunggu, Arion kembali mendapatkan pesan singkat dari nomor yang sampai saat ini tidak ia simpan.
"Sedang apa di sana?"
Arion lantas mengangkat wajahnya yang tampak mulai bosan, melihat ke kanan dan kiri mencari keberadaan orang berkaos putih yang sama sekali tidak bisa ia temukan. Lalu matanya melihat seorang gadis berjalan masuk ke arah taman, mengenakan white dress dan flat shoes senada. Arion berdiri dan langsung berlari ke arahnya, tanpa memastikan kalau gadis itu adalah orang yang seharusnya ia temui.
Arion berdiri di hadapan gadis itu, menarik nafas panjang dan berkata, "Tolong hapus nomorku."
Gadis itu mengerutkan keningnya. "Nomor apa? Aku nggak kenal kamu," balasnya singkat sambil berlalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Don't wanna see you
Teen FictionBagaimana Arion bisa menghilangkan visual itu dari pikirannya? Berawal dari rasa percaya dirinya, Arion tidak bisa menolak. May 2020