"...Tak semua yang hadir dalam hidup manis seperti gula.."
-Shanum Ashfiya-
***
Prankkk...
Suara piring pecah menusuk telinga Shanum, ia bergegas melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi.
"Mas aku muak sama kamu!! Aku ingin pisah sekarang juga"
"Kamu pikir saya juga betah sama kamu hah? Sekarang juga saya talak kamu"
"Ok.. aku akan pergi dari dari sini"
"Saya juga akan pergi dari sini"
Butiran bening menetes dari mata Shanum, ia tak menyangka kedua orangtuanya akan melakukan hal yang begitu di benci oleh Allah SWT. Hatinya sakit, ia berharap bisa menghabiskan waktu bersama orangtuanya karena ia baru saja pulang dari pesantren. Namun justru kedua orangtuanya menghempaskan begitu saja apa yang ia harapkan.
Kedua orangtua Shanum membereskan barang masing-masing. Shanum menghampiri mereka.
"Mah.. pah.. jangan pergi. Shanum baru pulang dari pesantren, kenapa kalian justru mau pisah." Pinta Shanum pada orang tuanya.
"Shanum, sekarang juga kamu beresin baju kamu, ayo kamu pergi bareng mamah"
"Enak aja.. Shanum ikut saya papahnya. Kamu mana bisa biayain dia buat lanjut sekolah."
"Ngga! Shanum ikut aku mas"
"Dia ikut saya!"Shanum kembali menangis melihat orangtuanya kembali bertengkar.
"Berhentiiii..!!" Teriak Shanum pada kedua orangtuanya.
"Shanum ngga mau ikut siapa-siapa. Shanum mau tetep tinggal disini. Kalo memang kalian mau pisah, silahkan pergi tanpa Shanum.!!" Jelas Shanum pada kedua orangtuanya.
Shanum berlari menuju kamarnya, ia menangis. Ia tak mau ikut mamah taupun papahnya. Keduanya sangat dicintai Shanum. Akan lebih baik jika ia tetap tinggal di rumah. Ia berharap jika orangtuanya tidak jadi berpisah karenanya.
Tok..tok..tok..
"Shanum.. buka nak"
" Ngga mau"
"Shanum, tolong hargai keputusan yang sudah mamah dan papah buat. Kami harus berpisah nak, jika ini terus berlanjut kami takut akan ada hal yang lebih dari ini"
"Benar apa yang di katakan mamah kamu Shanum. Sekarang kamu harus pilih, akan ikut mamah atau papah."
Lagi.
Ia harus memilih diantara keduanya. Shanum tak bisa. Ia mencintai mereka, dan ia tak mau hidup terpisah dari salah satunya. Ia memantapkan hati, keyakinannya penuh, tekadnya bulat."Shanum ngga mau ikut siapa-siapa!" Jawab Shanum dari dalam kamar.
"Jika kalian memang sayang dengan Shanum, maka tetaplah disini. Namun jika kalian tidak sayang dengan Shanum silahkan pergi tanpa Shanum. Shanum mengantuk dan ingin tidur, jadi tolong jangan diganggu. Selamat malam" jelas Shanum pada Orang tuanya.
Ia membaringkan tubuhnya diatas ranjang. Matanya tak bisa berhenti meneteskan air mata. Dadanya sesak, sekarang ia tak peduli apa yang akan di lakukan kedua orangtuanya. Ia hanya berharap matanya dapat segera terlelap dan terbangun dari mimpi buruk ini.
***
Alarm membangunkan Shanum. Sekarang pukul 06.00 WIB, beruntung ia kini sedang udzur sehingga ia tak khawatir shalatnya terlewat.
Shanum duduk di pinggir ranjang. Ia ingin keluar, namun takut jika Kenyataan tak sesuai dengan harapannya. Ia memilih masuk kedalam kamar mandi dan membasuh seluruh tubuhnya dengan air. Didalam kamar mandi pikirannya melayang kepada orangtuanya, apa yang mereka putuskan tadi malam.
Selesai mandi, Shanum keluar dan segera mengganti baju. Hari ini ia memilih untuk memakai baju gamis berwarna biru dengan kerudung yang senada. Semenjak di pesantren, ia kini Istiqomah memakai kerudung dan baju yang menutup. Awalnya memang merepotkan, namun lama-kelamaan menjadi nyaman dan terbiasa.
Ia mendekati pintu. Awalnya ia ragu untuk membuka pintu, namun rasa penasarannya menguatkan hati Shanum untuk membuka pintu.
Rumah tampak begitu sepi. Ketakutan mulai menyeruak kedalam hati Shanum. Ia pergi keluar melihat bagasi, Kosong. Kini Shanum benar benar panik. Ia berlari menuju kamar kedua orangtuanya. Ia membuka lemari, tidak ada barang satu pun. Ia menghela nafas, sedikit tidak percaya jika kedua orangtuanya benar-benar akan melakukan itu. Shanum terduduk di pinggiran ranjang. Berusaha menenangkan hatinya dan berpikir positif. Namun hatinya kembali menculat melihat selembar surat diatas nakas kamar ibunya.Shanum ashfiya
Maafkan kami nak. Keputusan sudah bulat, tak bisa kami rubah. Ini semua demi kebaikan kita semua. Mamah dan papah harus pergi, kamu harus hormati keputusan ini. Jika kamu tidak mau ikut dengan mamah ataupun papah, kami tidak akan memaksa. Kau anak kami satu satunya. Kami sangat mencintaimu nak. Kami akan tetap melakukan kewajiban kami sebagai orangtua. Kebutuhan kamu, sekolah kamu, semuanya akan tetap kami penuhi. Dibalik surat ini ada alamat mamah dan papah. Jika kamu merubah keputusan mu dan ingin tinggal bersama salah satu diantara kami, rumah kami terbuka dengan lebar.
Salam sayang
Mamah dan papah.Mata Shanum memerah, dadanya bergemuruh. Dadanya bergetar hebat. Kini ia tau, mereka lebih sayang pada diri mereka dari pada Shanum. Air mata kembali lolos dari matanya. Ia sedih, marah, dan kecewa.
Di sobeknya surat itu dan ia buang. Satu kenyataan yang ia dapatkan hari ini. Kedua orangtuanya tak punya sayang sedikitpun untuknya.
***
Allahuakbar.. Allahuakbar..
Suara adzan membuyarkan lamunan Shanum tentang kejadian menyakitkan itu. Ia segera menghapus air mata yang entah kapan keluar dari air matanya. Ia lalu bangkit dan segera menuju masjid terdekat untuk menunaikan shalat ashar.
Setelah selesai ia keluar masjid dan berniat membeli makan. Ia memilih membeli sate Madura di salah satu pembeli yang berada di sana. Shanum makan sambil mengamati keadaan sekitar.
Hawanya begitu sejuk, lalu lintas berjalan lancar, langit sore cerah tanpa awan. Ia memusatkan matanya pada maskot kota ini.
"Hmm.. Wonosobo, semoga kehadiran ku disini akan menghadirkan ketenangan dan kebahagiaan." Lirih Shanum sambil terus melanjutkan makan.
Ia begitu menyukai kota ini. Begitu nyaman dan mendamaikan.
"Shanum..." Panggil seseorang di belakang.
Mendengar ada yang memanggil. Shanum segera membalikan tubuhnya. Melihat siapa yang memanggil namanya, Shanum terkejut dan hampir saja menjatuhkan piring satenya.
"G-gus..gus Zayyan!!"
***Follow, coment, and vote don't forget..👍🙏🤓
KAMU SEDANG MEMBACA
Ar-Rahman untukku
RomanceKarena cinta tak harus memiliki. "Jika Kehadiran ku hanyalah mendung dalam hidupmu, maka aku akan menjauh untuk sinar terang dalam hidupmu" - Shanum Ashfiya- Persahabatan membawa benih cinta. Saling menebar kenyamanan dan kedamaian. Namun kehidupan...