Senja Terhalang Mendung

8 2 3
                                    

Sudah hal yang biasa bagi Amelia yang selalu menjalani harinya dengan datar.  Apa boleh buat jikapun ia berontak, keluarganya hanya menasihatinya.

Keluarga aristokrat dengan banyak sekali aturan yang mungkin tak terhitung. Aturan memang baik agar kita lebih baik dan disiplin, namun jika itu berlebihan dan kita hanya mendapat kebebasan sedikit, apakah mungkin masih dibilang baik?

Ia bimbang dengan apa yang akan menjadi masa depannya. Tak ada keinginan orang tuanya untuk membebaskan dia dan adiknya hanya untuk impian mereka.

Amelia tetaplah Amelia yang keras kepala. Sebanyak aturan apapun itu ia terus memperjuangkan mimpi.

Ia tahu baginya sangat sulit untuk melewati semua ini. Orang di luar memang tak mengerti apa yang terjadi dengan kita.

Amelia yang banyak dicap sebagai gadis paling beruntung yang bisa mempunyai keluarga aristokrat yang mudah bila ingin meminta uang. Tinggal meminta tanpa banyak pengorbanan. Banyak gadis di luar sana yang harus bersusah payah dulu untuk mendapatkan uang.

Bagi Amelia, segala yang diberikan oleh orang tuanya sangatlah cukup. Bukan itu yang ia inginkan sebenarnya, ia hanya ingin orang tuanya memahami apa yang diinginkan dirinya.

Saat orang lain ingin menjadi diri kita sendiri, namun kita ingin menjadi orang lain. Karena hidup saling memandang. Segala hal yang dirasa sangat membahagiakan, namun kenyataannya berbanding terbalik.

Rasanya sudah beberapa kali Amelia lelah dan berkonflik batin dengan ini semua.

Di rumahnya pun ia hanya sendiri dengan Keysia, bungsu bermata sipit dengan lesung pipi yang menambah kecantikannya.

Amelia lahir dari seorang wanita bernama Vina Pratiwi yang berasal dari Indonesia. Namun, Rahadian yang merupakan kakek Amelia mempunyai sahabat karib di Seoul. Rahadian bekerja di Seoul dan ia pindah di Seoul. Vina dijodohkan dengan Kim Hyun Min yang merupakan anak dari sahabat karib kakek Rahadian.

Nama kedua putri mereka tak beda jauh dari nama Indonesia, pertanda keduanya memiliki darah orang Indonesia.

Keysia tak terlalu mengerti sebenarnya pada apa yang terjadi pada kakaknya tersebut. Yang ia lakukan adalah belajar, belajar dan belajar. Ia berbeda dengan kakaknya. Mungkin karena ia masih belum dewasa.

*

Amelia mencari buku di perpustakaan rumah. Bahkan buku tersebut kebanyakan adalah tentang bisnis orang tuanya.

Hyunmin sebenarnya tak ingin melihat anaknya menderita seperti anak orang lain. Bukan hanya itu saja sebenarnya, ia ingin tetap nomor satu di Korea Selatan. Terlalu bekerja membuatnya hidup hanya sekadar mencari uang. Memang bagus tetapi hal lain tidak dipikirkan.

Langkah kaki Keysia membuat Amelia sadar jika adiknya juga di ruangan yang sama.
"Kenapa Keysia-ya? Kamu ingin baca buku juga?" Amelia bertanya dengan masih fokus mencari buku yang dimaksud.

"Aku mencari buku penunjang untuk mata pelajaranku."

"Kau sesekali butuh hiburan agar tak terlalu jenuh." Amelia memperingatkan.

"Wae geurae, Eonnie?" Keysia mendekat ke arah Amelia yang sama sekali masih tak menatapnya.

"Kehidupanmu datar, seperti tak ada mimpi sesungguhnya darimu. Mumpung masih muda, kau cari mimpimu." Amelia menambahkan.

"Molla, maksud dari Eonnie apa? Kita sudah bahagia dengan apa yang kita dapatkan. Memangnya apa pentingnya dari mimpi, yang penting kita bahagia dan bisa makan enak itu sudah sangat menyenangkan bagiku!"
Keysia protes pada kakaknya.

Pletak

"Amelia Eonnie, sakit." Keysia meringis.

Amelia menatap Keysia dalam.
"Hei, dengarkan aku yeodongsaeng manis. Kau tahu dengan mimpimu yang sebenarnya itu kau lebih bahagia dan hidupmu berwarna!"

"Tapi, Appa dan Eomma mengajarkanku agar mencari uang dan belajar agar Keysia jadi orang sukses."

Amelia mendengus. " Dengar ya, itu sukses menurut Appa dan Eomma. Bukan menurutmu. Coba kamu pikir baik-baik, masa depan yang menentukan kamu, bukan orang tua. Eonnie bilang begini bukannya tak suka pada orang tua dan tak patuh, tapi  Eonnie hanya ingin agar kau hidup jadi orang yang berkualitas."

"Amelia-ya," Kau dimana nak?" Suara tak asing terdengar cukup keras.

"Aish, gawat. Eomma sudah pulang,"gerutu Amelia.

Amelia memegang kedua bahu adiknya. Sementara Keysia hanya diam tak mengerti sebenarnya apa yang Amelia inginkan darinya.

Amelia sedikit berjongkok, memadankan posisinya dengan Keysia. Tatapan Amelia begitu menghangatkan.
"Dengarkan Eonnie, kamu harus mempunyai mimpi. Entah apa itu mimpimu selama baik coba wujudkanlah. Jangan sampai kau bilang ucapanku barusan ya pada Appa dan Eomma," ucap Amelia dengan lembut. Ia mengusap rambut ikal Keysia.

Keysia mengangguk. "Ye, aku tidak akan bilang pada Appa dan Eomma."

"Jadi kamu di sini, Amelia-ya? Eomma panggil apa tak dengar?! Uang yang Eomma kasih masih cukup kan buat pergi jalan-jalan sore. Eomma ingin ajak kamu dan Keysia pergi jalan-jalan sore hari."

"Mianhaeyo, Eomma. Amelia sedang asyik mencari buku. Tampaknya aku tak ikut saja." Amelia menunduk tanpa menatap Eommanya.

"Eomma, kapan Appa pulang?"
Apa kita jalan-jalan tanpa Appa?" tanya Keysia polos.

Walaupun dia sudah di usia dua puluh tahun kurang, tapi ia terkadang bersifat layaknya anak kecil karena Appa dan Eommanya jarang sekali ada waktu untuknya.

"Appamu ada lembur, pulangnya terlambat," jawab Vina santai.

"Eomma istirahat dahulu begitupun kamu Keysia-ya, nanti coba Eonnie bantu carikan bukunya. Oke." Amelia tersenyum riang.

Amelia merasa lega karena adiknya mendengarkan ucapannya.

"Ne, Amelia Eonnie."

"Lantas, kamu sibuk dengan buku-buku ini sehingga tak bisa makan malam dengan kita?" Tanpa basa-basi Vina menginterupsi.

"Aku masih ada urusan dengan temanku, mungkin tugas mendadak," dalih Amelia.

"Aigo, susah sekali kau diatur. Eomma pulang agak siang karena tak ada pekerjaan dan diizinkan pulang dahulu." Vina mengomel tak jelas, padahal ini masalah sepele.

"Keysia-ya, ayo kamu bersiap untuk pergi bersama Eomma."

Bukannya Amelia menolak, hanya saja suasana hatinya kurang baik saat ini.

*

Mereka berdua pun pergi. Amelia hanya sendirian di rumah bersama Asisten Rumah Tangga.

"Non, apa sudah makan. Ahjumma bikinkan ya?" Ahjumma Hwang menawarkan kimchi untuk Amelia.

"Tidak usah, Amelia sudah kenyang." Amelia tersenyum pada Ahjumma Hwang.

Amelia beranjak menuju balkon depan kamarnya.
"Ah senja hari ini tak tampak. Senja yang biasa kutunggu sangat elok menghiasi cakrawala. Senja tak dapat kulihat karena tertutup awan seperti layaknya impianku yang mungkin tak dapat diwujudkan karena hambatan. Senja bagaimana perasaanmu? Apakah sama denganku?" celetuk Amelia.

Cakrawala yang mendominasi warna jingga kini berganti keabuan dan langitpun tampak gelap. Amelia hanya ingin gelap tersebut berubah menjadi terang secepatnya, agar ia bisa melihat lagi senja sebelum malam. Walaupun senja hanya memikat sesaat akan tetapi kehadirannya sangatlah dinanti.

Ia menyukai senja, keindahan alam dan mimpinya.

Jumlah kata : 999

Gimana nih para pembaca. Sedih atau bagaimana perasaan kalian membaca bagian yang ini.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang