1. Amnesia

2 1 1
                                    

Gubrak!

Sebuah benda yang ditaksir sangat tebal jatuh tepat di atas kepala. Sambil menjerit pelan, aku melihat ke bawah, mencari benda apa yang dengan kejamnya menimpuk kepalaku. Ketemu. Kamus Besar Bahasa Indonesia yang memiliki ketebalan hingga 500 lembar dengan sentosanya melabuhkan diri tepat di ubun-ubun. Kepala mendadak sedikit pusing, diikuti pandangan yang berputar. Sigap tangan meraih pinggir rak buku, menahan diri agar tak terjatuh.

'Sial!' makiku dalam hati sambil memegangi kepala.

"Kenapa lo?" tanya Anggi, sohib terbaik sejak duduk di kelas sepuluh.

Aku menggeleng pelan, bukan untuk jawaban Anggi. Tapi gelengan khas kalo seseorang ingin segera meredam sakit di kepalanya. Dan Anggi salah dalam mengartikan itu.

"Beneran lo gak papa?" tanyanya antusias. Aku menggeleng lagi.

"Liat aja deh apa yang jatoh. Menurut lo benda itu yakin bikin gue gak papa?" jawabku akhirnya. Anggi menjatuhkan pandangan ke lantai, menatap kamus besar yang masih berdiam di sana.

"Judes banget sih jawabnya," sungut Anggi seraya memungut kamus dan meletakkan kembali pada tempatnya, "bentar ya, gue ambilin kompres dulu," ujarnya simpati. Aku duduk di kursi sambil menunggu Anggi yang keluar perpustakaan.

Perlahan aku mendongakkan kepala, menatap sekelililing. Berharap insiden tadi tak membuatku menjadi amnesia.  Tak jauh dari pintu masuk Pak Broto sang penjaga perpustakaan mendengkur di kursi kerjanya. Di tempat lain beberapa siswa sedang asyik memililh buku dan membaca. Syukurlah, aku tidak lupa ingatan.

Anggi masuk dengan baskom kecil di tangannya. Menuntunku menuju sudut ruangan dengan buku memenuhi setiap raknya. Dibuka peniti yang tersemat di bawah dagu lalu mendorong jilbabku ke belakang. Kurasakan sensasi hangat menenangkan dari handuk di atas kepala. Mata jadi merem melek demi menikmatinya.

Usai acara merem meleknya, aku kembali mengenakan jilbab dan membantu anggi membereskan peralatan. Sekarang kondisiku semakin membaik, namun sepertinya efek benturan tadi membuatku menjadi sedikit pelupa.

"Kanya, mau kemana?" tanya Anggi saat melihatku malah membelok.

"Ke kelaslah. Mau kemana lagi?" jawabku santai.

"Eh sedeng. Kelas kita lurus ke depan. Kalo kesana elu mau ke gudang!" cerocosnya enteng.

Lah aku dikatain sedeng (otak miring, agak stress) sama sahabat sendiri.

Aku mendelik lalu membuntuti langkahnya. Semenit kami di dalam kelas, bel masuk pelajaran ketiga berbunyi. Oh my god. Bayangin aja kepala masih agak puyeng, tepat jam setengah satu malah disuguhkan pelajaran Matematika. Gimana gak mendidih nih dalam kepala. Kenapa oh kenapa sekolah begitu tega kepada kami. Coba kek pelajran yang sulit-sulit itu letaknya pada jam pertama, pas otak manusia pada fresh semua. Kan asik ya? Tapi ya peraturan tetap peraturan. Hadeh, untung sekolah ini bukan punya kakekku. Kalo gak udah kubikin sekolah rasa taman bermain. Santaaai sesantai-santainya. Hehehehe.

Pintu perlahan terbuka. Biar terkesan horror aku tambahin deh. Saat pintu terbuka aura kehitaman masuk menjelajahi ruangan. Angin semilir datang dari berbagai arah, membuat buku-buku berterbangan diiringi langkah terseret dari seseorang berbadan tambun dengan perut diluar muatan alias buncit. Matanya melotot di balik kacamata kedodorannya, menyapu pandangan ke seluruh isi kelas. Bau-bau aneh juga tercium, belakangan baru nyadar kalo aku abis buang angin. Weeekss.

Pak Tiler, dengan gaya sok diwibawain nenyapa kami. Entah kenapa saat dia begitu perutku bawaannya mendadak mules, pengen muntah di depannya aja. Dan satu hal lagi yang membuatku agak mules adalah karna namanya itu. Lah gimana enggak? Kepala plontos dengan dahi yang mungkin selebar lapangan bola, pake kacamata yang tebelnya mungkin dua inchi, ditambah lagi perut buncitnya itu kalo pake baju pasti di pagian perut gak pernah kekancing. Alhasil puser yang ditaksir udah seratus tahun gak pernah dibersihkan nongol dengan dekilnya-- bisa memiliki nama sekeren itu. Aku gak tau sih asal muasal nama Tiler itu. Mungkin namanya berasal dari kebiasaan waktu kecilnya yang kalo tidur bisa memproduksi iler hingga dua liter perjam. Atau mungkin namanya itu berasal dari badannya yang memiliki banyak tai laler. Masuk akal sih alesannya. Buat aku. Ngoahahaha.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

POSSESIVE BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang