Bumiku Tidak Akan Berputar Jika Tidak Ada Kalian

3 0 0
                                    

Tema : kukuhnya Seorang Gadis
Judul : Bumiku Tidak Akan Berputar Jika Tidak Ada Kalian

Namaku Rina Lisdyawati, bertempat tinggal di desa yang mayoritas mata pencaharian penduduknya petani. Aku anak pertama dari tiga bersaudara dan itu artinya aku punya dua adik yang masih kecil, satu dia duduk dikelas 3 SD dan yang paling kecil dia baru berumur  7 bulan. Nama ibuku Iis,  dia wanita yang tangguh begitupun lemah lembut. Dan bapakku bernama Didin, bapakku seorang buruh bangunan lepas yang bekerja ketika ada yang menyuruhnya saja otomatis pendapatan setiap harinya tidak menentu, dia lakilaki hebat dan pekerja keras, bak mesin, dia tak pernah merasa capek.
Hidup diserba ketercukupan mungkin itu keinginan semua orang. Jika aku melihat keatas begitu enak dan indah kehidupan merek. Ingin ini, itu semuanya serba mudah, mereka hanya tinggal bilang mahhhh....  pahhh..... Dan dengan seketikanya harapan dan keinginan mereka terpenuhi bak gayung bersambut. Beda halnya dengan aku, kehidupanku  besar pasak dari pada tiang.
Hingga disuatu hari, aku berangkat sekolah seperti biasanya aku bersalaman dan berpamitan kepada kedua orang tuaku, pagi itu aku tidak sarapan, itu bukan kali pertamanya aku berangkat sekolah dengan perut kosong, aku pikir perut adik-adiku jauh lebih penting dari pada ak dan untuk menganjal rasa lapar aku sering membawa minum ke sekolah. Waktu itu hari senin sesudah istirahat aku dipanggil oleh wali kelasku untuk menghadap kepala sekolah, sesampainya di ruangan aku diberi surat pemberitahuan  "Rina kamu kasih surat ini  ke orang tuamu, jangan sampai engga".   "ohh iya bu, terimakasih" . " sekarang Kamu boleh kembali kekelas  ". "Baik bu".
Ditengah perjalanan pulang sekolah aku sengaja membuka surat itu terlebih dahulu, disana tertulis nominal uang Rp. 2.200.000 yang harus dibayar.  "Bagaimana bisa aku bilang sama kedua orang tuaku, ini terlalu besar, ".
Sesampainya di rumah aku bersih-bersih membantu pekerjaan dirumah yang belum selesai mamah kerjakan. Dengan perasaan gelisah dan nada bicara yang terbata-bata aku bilang sama mamah soal kertas pemberitahuan disekolah tadi siang, tidak disangka bapakku mendengar percakapan kami berdua. "Apa semua itu harus lunas bulan sekarang ?"(saut bapak) ."Bapak, iiyaa pak, tadi bapak kepala sekolah bilang harus secepatnya soalnya itu untuk biaya UN" . Disana suasana mulai tidak enak bagiku, aku tidak tega dengan mereka setelah apa yang aku ucapkan tadi.
Keesokan harinya. Matahari pagi muncul menyapa orang orang yang tengah sibuk dimuka bumi, pagi itu ada orang dari kota yang menghampiri bapak menanyakan alamat yang kebetulan alamatnya itu merujuk ke rumah adik iparnya bapak, ketika bersalaman hendak berangkat ke sekolah orang itu berbicara. "Ini anaknya mas? Mirip buah hati kita yang meninggal 14 tahun lalu ketika kecelakaan". "Iya ini anak saya namanya Rina" (jawab bapak). "Mas, maaf kalo saya lancang, jika tidak berkeberatan Rina bisa tinggal bersama kami dikota dan saya janji saya akan merawatnya dengan baik"(saut istrinya). Mendengar omongan itu aku tidak ingin berpikir panjang aku langsung berangkat ke sekolah.
Sepanjang berlangsungnya pembelajaran disekolah aku kurang fokus, aku terus-terusan kepikiran dengan omongan istri temenya om Dedi tadi. Kala itu pemikiranku sangat kacau dan pendek, apa lagi ditambah dengan soal surat yang mesti dibayar kesekolah. Sehingga ketika aku memutuskan sesuatu aku tidak berpikir duakali.

Bel pulang pun berbunyi aku bergegas pulang kerumah, waktu itu bapak tidak bekerja sebab tidak ada panggilan, karena didapur sedang kumpul aku bilang kemereka. "Mah.. Pak.. Mmmm soal pembicaraan istri temennya om Dedi, sebaiknya disetujui saja pak, aku mau jadi anak angkatnya (muka menunduk)  supaya aku tidak membebani kalian terus".  "Rina walau bagaimanapun dan dalam kondisi apapun mamah Tidak akan melepasmu" (nada mamah yang sedikit membentak) . "Tapi mah, bagaimana dengan uang sekolah nya aku, aku juga ngerasa kasihan, mamah sama bapak terlalu banyak menguras keringat demi aku". "Besok bapak akan menemui kepala sekolahmu, bapak akan minta kebijakan. Sekarang kamu tidur damaikan hati dan pikiranmu" (ucap bapak).
Malam yang sunyi ditambah dinginnya angin sangat mencekam pikiranku hingga aku tertidur pulas. Dipagi harinya ketika aku melangsungkan pembelajaran disekolah aku dipanggil bapak kepala sekolah, ternyata benar bapakku sudah lama berbincang dengan dengan mereka. "Pak ,Bu.  Dengan sangat hormat dan terima kasih ,bapak dan ibu telah memberi keringanan dan mengizinkan anak saya ikut serta dalam Ujian Nasional".  Ditengah perjalanan pulang aku bilang ke bapak " pak, nanti biar aku aja yang bayar ke sekolah ". "Ngga usah nak, biar bapak aja. Sebaiknya kamu fokus sama belajar".(mengusap kepala).
Akhirnya setelah roda kehidupan dunia pendidikan SMP ku selesai, aku memutuskan untuk bekerja direstoran bersama om Dedi di kota. Hingga setelah beberapa bulan bekerja aku kembali ke sekolah untuk melunasi dan menebus ijazah. Dulu aku pikir kehidupanku tidak akan seperti ini tapi mungkin ini yang terbaik walau hanya bersertifikat sebagai lulusan SMP tapi aku akan tetep berusaha dan selalu optimis namun sebenarnya dalam hati kecilku aku enggan untuk bekerja diusia muda aku ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi bahkan sampai masuk universias tapi karena faktor ekonomi keluarga, dan aku juga harus membiayai kedua adikku dengan berat hati aku urungkan cita-citaku itu. Hingga ditahun selanjutnya  karena aku berkukuh keras aku bersekolah lagi  mengambil paket C secara diam diam, aku sisihkan uang gajian sisa dari aku kirim ke orangtua untuk membayar uang bulanan sekolahku dan seumpamanya aku tidak bisa kuliah aku akan sangat mendorong adik adiku untuk kuliah, bagiku tidak apa dengan nasibku sekarang asalkan mereka harus jauh lebih baik dan aku percaya semua itu atas kehendak-nya. Setelah satu tahun sekolahku selesai barulah aku bilang ke orang tuaku dan aku cerita jujur soal kehidupan aku dikota. Waktu mendengar ceritaku mereka menangis sambil tersenyum termasuk mamah "Mamah bangga punya anak sepertimu nak" (aku dipeluknya). "Aku lebih bangga punya orang tua sebaik dan setulus mamah dan bapak".
Bagiku pendidikan itu nomor satu apalagi soal pengetahuan. Pengetahuan bagaikan jendela dunia, penerang  untuk seluruh penjuru dunia, apalagi untuk kaum hawa. Itu sangat penting.

Nama pengarang: Gina
Kelas :12.2
Ini bagian dari sedikit imajinasi gina yang mungkin kurang baik dalam penulisannya dan mohon maaf apabila dalam penyajian ceritanya kurang menyentuh para pembaca.

NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang