Part 4

645 112 13
                                    

Tubuhku mulai gemetar saat melihat sosok makhluk penuh tanah itu berjalan ke arahku. Entah harus meminta tolong pada siapa dan bagaimana menghadapi mereka. Bahkan kaki sulit aku gerakkan.

Perlahan, aku menyeret tubuhku mundur ke belakang. Meski sudah pasti ini sia-sia. Empat makhluk itu terus mendekat hingga benar-benar dekat.

"Kau baik-baik saja, kan?" tanya salah satu monster itu, suaranya seperti tak asing.

"Shit! Wajah kita penuh tanah berlumpur," ujar yang satunya.

"Wah, pantas dia ketakutan," kekeh lainnya.

Aku tidak mengerti, kenapa mereka tidak semenyeramkan penampilannya. Padahal tadi sungguh seperti monster yang mengerikan, atau bahkan zombie yang keluar dari dalam tanah.

"Ah, sial, kenapa wajahku jadi begini," keluh salah satu dari mereka dan mengusap wajahnya berulang.

Kulihat mereka saling menertawakan, tindakan konyol mereka jelas sekali mirip tiga orang pria menyebalkan tadi. Pria dari kelompok di belakangku itu.

Ah, sungguh kenestapaan jika aku harus terjembak di lembah ini dengan mereka. Aku akan dibully dan dipermainkan, sungguh sangat mengerikan. Lebih baik aku terjebak sendirian daripada dengan mereka yang sangat

"Hey, Madam, kau baik-baik saja, kan?" tanya mereka dengan mendekat. Kemudian mengusap wajah dan menampilkan wajah mereka yang lumayan tampan.

"Ya Tuhan, musibah apa ini," gumamku.

"Musibah?" tanya salah satu dari mereka.

"Ya, jatuh ke dasar jurang dan bersama empat lelaki, itu musibah bukan?" tanyaku dengan sinis. "Apalagi kalian jahil sekali."

"Apa? Kami jahil?" kekeh Mereka. "Kami sengaja membuatmu jengkel dan jatuh."

"Apa?"

Mengejutkan, apa maksud dia dengan sengaja membuatku jatuh?

Mereka mengusap wajah mereka berulang, kini terlihat jelas wajah keempatnya. Cukup tampan, ya mereka tampan, meski menjengkelkan.

"Ayo, bangun," katanya padaku.

"Tidak usah, aku bisa bangun sendiri. Aku malas dikerjai kalian." Dengan susah payah aku bangkit tapi, sial! Kakiku sakit sekali.

"Kau terkilir," kata salah satu dari mereka. Pria itu mendekat dan membuka sepatuku.

Benar saja, kakiku sedikit menyerong dan sakit sekali.

"Tahan," katanya dengan dingin, lalu mulai menyentuh kakiku.

"Jangan!" pekikku. Namun, dia tetap menggerakkan paksa kakiku hingga jeritan tak bisa kutahan.

Sakit sekali. Bahkan aku menangis karena tak sanggup jalan.

"Vin, gendong dia," kata pria itu.

"Kenapa harus aku? Dia ... berat lho." Pria yang dipanggil Vin itu melirik jahil.

"Tidak perlu!" omelku dengan berusaha bangkit.

Tapi, Ya Tuhan, sakit sekali. Air mata mengalir begitu saja dalam kesakitan. Hingga pria bernama Vin itu mendekat dan mengangkat tubuhku.

"Mau apa kau?" tanyaku panik.

Namun, dia malah menyipitkan mata.

"Kau tidak bisa jalan, kan? Aku bantu," katanya dengan melebarkan matanya dengan wajah yang penuh tanah. Benar-benar mirip monster.

Jujur, aku merasa risih digendong seorang pria. Bahkan oleh ayah saja tidak pernah seperti ini, kecuali aku kecil. Rasanya aneh, ada rasa yang tidak bisa kulukiskan. Apalagi saat mulai berjalan, terpaksa tanganku memegang tangannya karena takut jatuh.

SHAYRANA - Pembuka Dua DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang