※Two※

623 106 88
                                    

Taehyun menyuapkan satu sendok nasi goreng ke mulutnya, mengapresiasi sedapnya rasa dengan dua kali anggukan kepala. Suasana kantin sedang ramai sekali, tetapi Taehyun terlihat menikmati makan siangnya, perlahan tanpa merasa terganggu. Ia memang tipe orang yang cuek, tidak mudah terganggu oleh hal-hal di sekitarnya, termasuk Kai yang kini berada di hadapannya, yang sedari tadi terus membenturkan keningnya ke meja kantin sambil merintih dan bergumam tidak jelas. Dari sekian gumaman yang keluar dari mulutnya, hanya tiga kata yang bisa Taehyun dengar, "Gue bego banget".

"Lo kenapa sih? Itu jidat makin jenong entar"

Kutarik kembali ucapanku, lama-lama Taehyun capek juga mendengar rintihan sahabat sejak oroknya itu. Taehyun bisa melihat ada awan mendung di atas kepala Kai kalau mood anak itu sedang jelek. Ia mengendus beberapa kali- tidak salah lagi, bau kabel hangus yang menyeruak dari kepala Kai merupakan pertanda kalau sedang terjadi sesuatu padanya. Dan hanya Taehyun yang bisa merasakan hal itu, saking lamanya mereka berkawan.

Kai dan Taehyun sudah bertetangga sejak mereka kecil. Mengenyam pendidikan di sekolah yang sama bahkan sekarang berkuliah di fakultas yang sama, hanya jurusannya yang berbeda. Jadi bukan hal aneh, malah termasuk membosankan kalau setiap hari mereka berangkat-pulang berdampingan (yang tadi pagi tidak masuk hitungan soalnya Hueningkai masih tidur waktu Taehyun ngajak berangkat ke kampus). Tidak seperti Kai, Taehyun berasal dari keluarga berada. Entah tidak terhitung berapa kali Kai menginap, numpang makan, atau main PS di rumahnya. Orang tuanya pun tidak keberatan, malah mereka sangat menerima Kai dan menganggapnya sudah seperti anak sendiri.

"gue.. gak mau kuliah lagi" setelah sekian menit akhirnya Kai membuka suara.

Kunyahan Taehyun terhenti, ia meletakkan sendok dan garpu di kedua sisi piring lalu menyeruput es jeruk untuk membersihkan rongga mulutnya.

"Cuma gara-gara telat?"

Kai menggeleng pelan dengan kening yang masih menempel di meja.

"Gara-gara gue tinggalin tadi pagi?"

Tidak ada jawaban. Taehyun menghela napas.

"Lagian lo kebo banget sih, tadi pagi gue dikasih tau sama mama kalo-"

"Bukan ituuuu..."

"Ya terus kenapaaa... lo dari tadi cuma ang ung ang ung gak jelas bikin polusi suara aja, lo dimarahin dosen hah?"

"....eunnggghhh hhnggghhh"

Sumpah, rasanya ingin Taehyun takol kepalanya pakai sendok. Bukan apa-apa, tapi suaranya itu terdengar seperti lumba-lumba sekarat. Taehyun yang malu, karena orang-orang di kantin kini menoleh ke arah mereka, mencari sumber dengungan aneh itu.

Taehyun berdehem- beranjak dari kursinya, meninggalkan Kai beberapa saat lalu kembali dengan sekaleng cola dingin. Taehyun tahu betul kalau sahabatnya ini suka sekali cola dingin, dan ia yakin dengan ini bisa membuat Kai merasa lebih baik.

Kai tersentak ketika tiba-tiba merasakan sengatan dingin pada tengkuknya. Kepalanya terangkat, dan lucu, ada bekas merah tertinggal di dahi akibat terlalu lama ia benturkan ke meja.

"Nih minum dulu"

Kai mencebik, namun tangannya menerima- membuka segel kaleng dan meneguk colanya.

"Cerita atau gue marah."

Kai terdiam sejenak- memandang Taehyun yang sedang menatapnya dengan tatapan 'menagih curhat.'

"gue.. tadi pagi ribut sama kating."

Bola mata Taehyun (yang memang sudah besar) semakin membulat dan hampir loncat keluar mendengar Kai mengucapkan nama Choi Soobin dalam ceritanya. Taehyun tahu siapa Soobin. Perusahaan milik ayahnya Soobin merupakan tempat dimana ayah Taehyun bekerja.

Ennuyer! | SooKaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang