II – Sesuatu Yang Baru
Pohon yang seolah-olah bergerak lah yang menjadi pemandangan gue kali ini. Gue saat ini sedang berada di dalam taksi untuk menuju kos-kosan gue yang sudah gue sewa sebelumnya. Pemandangan dari jendela membuat gue terpesona. Kota ini bener bener sesuai ekspetasi gue. Gue yakin gue bakalan betah tinggal disini.
“Dek, maaf ini kita sudah sampai”, gue terlonjak kaget oleh interupsi dari supir taksi itu. Gue langsung tersadar dari lamunan gue dan gue langsung turun dan dibantu supirnya untuk mengangkut barang-barang gue. Gue membayar taksi tersebut dan mengucapkan terimakasih.
Gue terpukau oleh bangunan seperti mansion di depan gue yang bakal gue tempatin untuk beberapa waktu kedepan. Gerbang bangunan ini sangat besar dan tinggi dan juga mempunyai desain seperti bangunan Eropa. Gue gabisa berhenti berdecak kagum melihat kos-kosan yang didepan gue. Gue gatau kalau mama gue bener-bener ngasih gue yang terbaik agar gue nyaman tinggal sini. Gue juga gatau harga perbulan disini berapa karena yang jelas ini semua diurus oleh orang tua gue.
Dari pada memusingkan harga kamar ini. Gue langsung mendekati gerbang tersebut untuk membukanya. Tapi ternyata gerbang tersebut terkunci.
Gue melihat ada sesuatu di samping gerbang seperti voice recorder. Setau gue ini adalah system keamanan menggunakan suara kita. Bener-bener terjamin keamanannya.
Setelah puas dengan pikiran gue sendiri, gue langsung menekan tombol yang berada disamping voice recorder tersebut.
“Selamat Malam, Saya Louiza Beth Rayne yang sudah menyawa kamar kos disini, bisakah saya masuk?”
Tiba tiba lampu yang di voice recorder berubah menjadi warna hijau dan gerbang terbuka dengan sendirinya. Gue mulai masuk kedalam dan ternyata disini ada taman dengan air mancur ditengahnya.
Benar-benar menakjubkan. Selagi gue melihat-lihat taman ini, dari dalam bangunan tersebut ada seorang wanita yang mungkin kisaran 25 tahun dengan pakaian khas kantoran berjalan kearah gue sambil memegang kertas ditangannya.
“Ms. Rayne? Bisa ikuti saya?”, gue cuma menganggukan kepala gue dan mengikutinya masuk menuju bangunan tersubut. Kami terus masuk dan menaiki tangga. Di tangga, gue bener bener takjub sama desain bangunan ini, bentuk tangganya seperti melingkar di tengah-tengah ruangan yang gue duga adalah ruang tamu.
Sesampainya diatas, dia mengajak gue buat masuk ke dalam ruangan yang gue duga adalah ruang kerjanya, karena disana ada meja dan kursi yang kebesaran dengan laptop dan berkas lainnya yang jadi pelengkap di meja itu. Perempuan itu memutari mejanya dan duduk di kursi kebesaran itu. Gue duga dia adalah pemilik mansion ini.
Lalu gue duduk di sebrangnya yang dibatasi meja setelah gue dipersilahkan duduk.
“Sebelumnya nama saya Olivia Adelyn Sawyer. Saya memberi tau beberapa peraturan disini. Peraturan dirumah ini terbilang simple. Tapi ada daerah larangan yang kamu tidak boleh pijaki maupun masuki. Yang pertama, kamar saya. Kedua, gudang belakang, dan terakhir, ruang bawah tanah. Paham?” gue terbelalak mendengar kata ruang bawah tanah, ada terbesit rasa penasaran di hati gue. Tapi gue gamau buat masalah, jadinya gue iyain aja dahh.
Setelah selesai, gue langsung dikasih kunci kamar buat gue dan langsung gue terima. Setelahnya gue berterimakasih dan langsung keluar ruangan itu dan mencari kamar gue.
…
308
Itulah yang gue baca di depan pintu kamar gue, gue membandingkan angka yang dipintu kamar dan yang di kunci gue, setelah sama gue langsung masuk ke dalam kamar.
“Wow, gue jamin gue betah tinggal sini. Bener bener nuansa Eropa”, gue melihat sekitar kamar gue.
Lantai yang terbuat dari marmer membuat siapa saja dingin kalau diinjak dengan kaki telanjang, lampunya remang-remang menambah kesan estetik, dindingnya juga terdapat ukir-ukiran yang menakjubkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
D I V I D I T E
General Fiction"Satu kamar demi bantuin cowo gay?!" -Luoiza Beth Rayne "Gada otak!" - Owen Zach Sawyer