#1

20 2 4
                                    

Pertemuan di depan hotel larut malam kala itu adalah sumbu, yang pada akhirnya padam, setelah api itu membeku dalam gairah cemburu.
Semerbak bau harum kenanga di teras rumah hanyalah satu dari sekian cara mengingat luka yang lama menganga.

Dalam temaram lampu, di bawah bangunan Kota Tua itu, alunan musik jazzy menjelma kenangan. Lelaki dengan vespa biru, setelan kemeja kotak-kotak dengan totebag bermotif sepatu, tengah serius menghidupkan sepeda bermesin berat sebelah itu. Peluh mulai tampak pada dahinya, cukup menyakinkan aku yang menyaksikan bahwa ia dengan segenap cara ingin beranjak lalu.
"Karin! Kamu melamun?"
Sontak aku sadar bahwa sejenak aku hanya menikmati slide memori tanpa episode.
Ku hela nafas, kuraih sanger dalam genggaman, kureguk aroma berharap kenangan lenyap terbawa jauh dalam perutku, ah... ia kutenggelamkan dalam diriku.
"Hei, melamun lagi!" Dengan nada sedikit lebih tinggi dia melambaikan jari lentik khas penari itu tepat mengenai hidungku. Anastasya, perempuan lucu yang jika tertawa hanya punya garis mata tanpa bola. Aku tersenyum memandangnya. Sebentar lagi aku akan mendengar omelan khas perempuan berpipi chubby itu.
"Kamu itu ya, ngapain nelpon aku mendadak, lalu membawaku kemari hanya untuk menemanimu mengingat hal tak penting. Lelaki busuk itu tak pantas kau kenang, ia hanya rongsokan busuk yang seharusnya sudah kamu buang, sejak lama!"
Kalimat yang sudah kuhapal luar kepala yang selalu ia ucapkan dengan nafas menggebu setiap kali ia memergokiku sedang menikmati segelas sanger di  kafe itu.
"Kali ini kau harus mencoba coklat ini, daripada segelas minuman yang entah rasa apa itu. Habiskan! Agar kau tau bahwa manis itu bukan cuma kenangan" katanya sembari menyodorkan secangkir coklat hangat pesannya.
Aku tersenyum sembari memandangnya, "terima kasih sayang, kamu yang terbaik".

WebKey kafe, adalah tempat terbaik melarikan diri, bersembunyi dari segala aktifitas. Meja-meja kayu, lampu-lampu bergagang klasik, dan dinding terbuka memanjakan matamu bebas memandang, bebas dipandang. Aroma yang khas selalu tercium setiap kaki melangkah masuk ke kafe ini, kadang aroma kopi, kadang aroma coklat, kadang aroma keduanya bercampur dan melayang-layang ke udara.
WebKey kafe terletak di lantai atas toko buku paling besar di kota ini, kalian bisa melihat dengan leluasa pemandangan jalan besar persis di depannya. Ada lampu putih bundar setiap beberapa meter di pembatas jalan, dan pot semen dengan rumpun bunga setinggi satu jengkal. Lampu putih itu bundar terlihat indah. Berbaur dengan ratusan siluet cahaya lampu kendaraan lalu lalang.
Toko buku dan kafe dihubungkan dengan tangga kayu, memberikan kesan sederhana, dan suasana yang nyaman. Kafe ini penting bagiku. Selalu penting. Kafe ini penanda perjalanan tiga tahun terakhir hidupku yang penuh makna. Di kafe inilah untuk pertama kalinya aku merasakan kesenangan sempurna. Betapa nyaman memiliki seseorang yang memperhatikan dan melindungiku. Seseorang.

Ruang IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang