Benci! Aku sangat benci karena harus masuk asrama mahasiswa. Itu hanya bagi orang kurang mampu, kan? Lagian di masa kebebasan seperti sekarang mana ada sih mahasiswa yang mau diasramakan. Itu jadul banget. Apa yang nanti dibilang teman-teman kostku sekarang?
Namun tanpa kuasa masuklah aku ke asrama putra. Berbeda sekali kehidupan di asrama dan kos. Ini memang jadi target orangtuaku. Selama ini memang aku lebih suka pergi bermain ke tempat teman tanpa kenal waktu. Tidak jarang aku pulang pagi dan akhirnya kuliahku sering absen.
Bukan negatif yang kulakukan namun aku tidak kuasa menolak untuk bersama teman-teman. Masuk asrama berarti menjauhkanku dari pergaulan itu. Di asrama kami mengenal jam malam. Hanya sampai jam 10 malam saja aku bisa di luar asrama. Selebihnya tak ada toleransi. Padahal biasanya jama 10 malam aku baru mulai keluar dan mulailah kehidupan malamku.
Biasanya setelah mencari makan hingga tengah malam, mulailah aku dan teman-temanku ngobrol. Terkadang sambil main kartu. Terkadang mengunggu acara sepakbola. Terkadang hanya menonton TV acara film dinihari. Apabila mengerjakan tugas kelompok kami sengaja memilih waktu setelah tengah malam dengan alasan lebih konsentrasi mengerjakan. Tapi yang paling aku suka adalah tur malam hari (night tour). Pernah aku ke kota lain yang jaraknya 50 km dari kampus hanya untuk minum kopi lalu pulang lagi. Sekarang semua tinggal kenangan.
***
Singkat cerita aku mulai membiasakan dan mengatur kembali kehidupanku. Tentu saja tidak mudah menghadapi cerewetnya teman-temanku yang menyesalkan kepindahanku masuk asrama. Bagiku tidak punya banyak pilihan. IPK-ku harus di atas 2.8 semester ini atau lewat sudah gelar sarjana. Orang tuaku memang keras dari dahulu mengenai pendidikan. Alhasil aku selalu di 5 besar semenjak kelas 1 SD. Bahkan aku lulusan SMA terbaik untuk tingkat kotamadya.
Teman sebarak -kusebut demikian karena kamarku lebih mirip barak tentara- ada 6 masing-masing satu dipan kayu yang sempit. Rata-rata mereka orang serius belajar kalau tidak bisa disebut kutu buku. Mereka juga disiplin dalam jam tidur dan juga mengikuti perkuliahan. Kami berbeda fakultas kecuali si Ronny adik tingkatku.
Tidak banyak yang tinggal di Asrama setelah hari Jumat siang setiap minggunya. Asrama kembali terisi setelah hari Minggu sore atau Senin. Begitu terus rotasinya. Aku salah satu mahasiswa yang tidak sering pulang di akhir pekan. Ada beberapa yang lain dan akhirnya kami menjadi akrab. Imron seorang mahasiswa Pendidikan Guru jurusan Pendidikan jasmani berasal dari Menado. Seorang lagi adalah Dicky mahasiswa Teknik yang suka fitness.
***
"Rob, kita ke kantin yuk...! Aku ada janji makan bareng Imron di sana." ajak Dicky.
Ini pertama kali kami makan bersama di luar kampus. Kebetulan pagi ini sama-sama kuliah pagi untuk sesi pertama. Meskipun berlainan mata kuliah tapi kami selesai saat yang hampir bersamaan. Aku menyetujui dan kami mengambil meja bulat yang cukup sepi dekat pepohonan.
"Rob, lo emang belum punya cewek ya..." tanya Imron menatapku.
Mata Imron yang tipis mirip orang tionghoa. Tatapannya jadi tajam dan menusuk sekali.
"Belum. Memang kalau mahasiswa harus punya cewek?" kilahku.
"Ya nggak sih. Itu artinya ada dua. Lo nggak laku atau lo nggak mau. Itu saja!" kata Dicky menimpali.
"Nah kalau kalian yang mana?" aku serang balik.
Aku tahu kedua cowok berbadan kekar ini belum punya gandengan juga sampai saat ini. Bedanya kalau Imron kulitnya putih sedangkan Dicky kecoklatan.
