Don't Cry For Me

20 0 0
                                    

“I still hear your voice when you sleep next to me. I still feel your touch in my dreams. Forgive me my weakness, but I don't know why without you it's hard to survive.” —Cascada, Everytime We Touch

September 6, 2016, 19.48 K.S.T.
Orion Intl. Academy of Arts, Gangnam-gu, Seoul, South Korea

“Aku baru saja melacak GPS di ponselnya.” Suara Ki Bum terdengar ketika Jong Woon, Jung Soo, dan Tetsuya baru saja membuka pintu gerbang diikuti oleh beberapa pihak keamanan keluarga Hyo Yeon.

Jong Woon menghela napas, berusaha menenangkan diri, “Ya, cepat katakan dia ada di mana.” Ucapnya tidak sabaran, ia menoleh ke kanan-kiri sambil mengira-ngira.

“Menurut letak GPS di ponselnya, dia berada di kolam renang.” Mata Jong Woon membulat, jantungnya terasa langsung merosot begitu saja.

“APA MAKSUDMU KIM KI BUM?” jeritnya tiba-tiba, Tetsuya dan Jung Soo menoleh.

“Oke, hyeong, sebaiknya tenangkan dirimu. Berikan ponselnya kepada Tetsuya-san.” Suruhnya, Jong Woon yang masih terkejut pun memberikan ponselnya kepada kakak tiri Hyo Yeon.

“Ya? Kau bisa mulai jelaskan?” di seberang sana, Ki Bum mengangguk.
“Kolam renang itu letaknya di lantai dua, kalian harus naik tangga karena tidak ada lift.” Mata Tetsuya menyipit.

“Kolam renang?” ulangnya, untung saja ia tidak langsung menjerit seperti Jong Woon.

“Ya, tentu saja. Cepat.” Tetsuya mengangguk, cepat-cepat berlari ke arah tangga untuk menuju lantai dua. Beberapa kali mengumpat dalam hati karena gedung yang dulu menjadi tempat training Hyo Yeon sudah gelap, tentu saja karena hari sudah mulai malam.

“Semoga Yeon-ah baik-baik saja.” Gumam Jung Soo mengikuti langkah kaki Tetsuya dan Jong Woon.
Begitu sampai, ingatan-ingatan tentang apa yang terjadi pada Hyo Yeon beberapa tahun lalu pun menyeruak masuk ke dalam pikiran Jong Woon saat ia sudah membuka pintu yang terbuat dari kaca itu. Ia menghela napas yang tiba-tiba sesak. Lalu menoleh ke arah Tetsuya yang masih standby dengan ponselnya.

“Ki Bum-ah, kau yakin kalau dia sudah meninggal?”

Ia bisa mendengar helaan napas Ki Bum. “Tepat jam 7 malam tadi, mobil yang dia kendarai bersama Moon menabrak pembatas jalan tol. Aku tidak yakin dia meninggal atau tidak, tapi kudengar dia koma.” Jelas Ki Bum, Jong Woon menghela napas panjang.

“Baiklah, ayo.” Jong Woon lebih dulu berjalan sambil mengarahkan cahaya dari senter ke berbagai penjuru di dalam ruangan yang terdapat kolam renang berukuran sangat luas di tengah-tengahnya.

“Hyeong, kau harus sering memeriksa GPS-nya.” Tetsuya mengangguk.

“Berhenti,” suara Ki Bum terdengar, “GPS-nya berhenti di sana,” kening Jong Woon mengerut heran.

“Hyeong, kau coba nomor ponselnya.” Jung Soo langsung mengeluarkan ponselnya dan menekan nomor Hyo Yeon, ia mengarahkan benda segi panjang berwarna putih itu ke dekat telinga.

“Di sana!” Teriak Jong Woon yang berlari ke arah tangga di ujung ruangan. Ia mendengar dering lagu Superman yang menjadi ringtone ponsel Hyo Yeon. Matanya terpaku ketika hanya melihat ponsel itu saja, di mana Na-ya? Gumamnya dalam hati. Ponsel itu berkedip-kedip, menggemakan lagu Superman dan tentu saja bergetar.

Jung Soo mengarahkan senter sambil berjalan ke pinggir kolam renang, “Astaga!” Jeritannya membuat Jong Woon menoleh dan berlari ke arahnya. Tanpa berkata apa pun Jong Woon membuka mantel cokelat tua yang ia pakai dan langsung masuk ke dalam kolam renang itu. Hyo Yeon ada di sana, di dalam kolam renang, terdiam dan tidak bergerak sama sekali, gelembung napasnya pun tidak terlihat. Tetsuya tertegun. Apa adiknya sudah tidak bernyawa lagi? Pikirnya. Ia menghela napas berat.

Promise : When All Becomes OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang