Dreaming A Dream

14 2 2
                                    

“I do swear that I'll always be there. I’d give anything and everything and I will always care. Through weakness and strength, happiness and sorrow, for better for worse, I will love you with every beat of my heart.” —Shania Twain, From This Moment On

09.48 K.S.T.

Hyo Yeon menutup mulut dengan kedua tangan, matanya masih terpaku menatap gadis-gadis yang ada di depannya. Memperhatikan gadis-gadis yang memakai seragam bridemaids, gaun panjang semata kaki yang tidak mengembang berwarna biru laut. Bagian atasnya dirancang bermacam-macam. “Eonni...” ia menatap kagum ke arah Xiao, Soo Ra, dan beberapa gadis yang berada di umur yang lebih tua darinya.

“Kau harus memanggilku Jiejie.” Protes Xiao, yang lainnya tertawa.

Ah Ra datang bersama Hye Won, sama-sama memakai seragam bridemaids, membuat Hyo Yeon mengalihkan pandangannya, “Eonni?” herannya, Ah Ra tersenyum.

“Tetsuya-san dan Chang Hyun oppa yang memaksaku, kau jangan menjerit mengatakan kalau aku lebih cantik darimu, Lee Hyo Yeon.” Ia pun mencibir kesal. Menyadari betapa narsis penata riasnya yang satu itu.

Soo Hee terkekeh, “Kami akan menemanimu menuju altar.” Mata Hyo Yeon mengerjap.

“Apa?” sahutnya tidak mengerti.

“Kami semua. Dan kuyakin kau bukannya tidak mengerti.” Kali ini Soo Ra yang angkat bicara.

Hyo Yeon menatap takjub, benarkah? Gumamnya tidak percaya dalam hati. Gadis-gadis di hadapannya berjumlah tujuh orang. “Jin Yeon-ah dan Min Hee-ya tidak ikut?”

Hyun Rin tersenyum, ia ingat ia membawa sarung tangan yang terbuat dari bahan lace. “Kau pakai ini dulu.” Ucapnya sambil menyodorkannya kepada Hyo Yeon. “Terbuat dari bahan lace, seharusnya kalau kau memakainya tidak akan membuat tanganmu berkeringat lebih banyak.” Jelasnya. Ia hanya bisa mengangguk dan menuruti.

“Jong Woon oppa juga akan memakai sarung tangan berwarna putih.” Ucap Hae Ra. Ia mengangguk meyakinkan Hyo Yeon. “Tadi aku melihatnya.”

“Ngomong-ngomong, kau akan memberikan buket bunganya ke siapa?” tanya Jae Rin yang sejak tadi diam memperhatikan mempelai wanita.

“Padamu.” Matanya langsung melotot.

“Jangan bercanda! Aku tidak mungkin menikah setelahmu!” Tolak Jae Rin mentah-mentah, semua orang yang ada di dalam ruangan itu pun terbahak.

Hyo Yeon tersenyum misterius. “Yang jelas jangan kaulemparkan pada Ah Ra-ya.” Sahut Hyun Rin.

“Tahun depan aku yang akan melemparkannya padamu. Kau tahu kalau kita hanya berbeda bulan saja ‘kan?” Hyo Yeon menatapnya tidak mengerti. “Dong Hae oppa dan Chang Hyun oppa sudah merencanakannya.”

“APA KATAMU?” teriakan beberapa gadis di dalam sana menggema.

“Hei! Kalian berisik sekali!” Tetsuya masuk ke dalam ruangan itu bersama Nami. Kedua matanya langsung membulat melihat betapa cantiknya Lee Hyo Yeon saat ini.

“Oneechan, kenapa kau terlihat pucat?” tanya Hyo Yeon saat menatap seorang gadis yang akan menjadi bridemaids-nya dan juga calon kakak iparnya, Nami. Gadis berparas Jepang yang cantik memakai gaun panjang berwarna biru tua, berbeda dari yang lain, Nami menambahkan sweeter bulu berwarna putih tebal, rambut pendek sebahunya terlihat digerai dan ia memakai beanie.

“Kau tidak cocok memakai beanie itu.” Komentarnya. Nami tersenyum sambil memegang beanie-nya.

“Diluar dingin sekali, mungkin nanti kalau sudah berada di dalam ruangan aku akan melepasnya.” Balas Nami, tidak mempedulikan tatapan khawatir dari Tetsuya. “Lagi pula, yang harusnya kaukhawatirkan adalah dirimu sendiri, Yuki.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Promise : When All Becomes OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang