he is mine

2K 220 24
                                    

.

Warning [!]: OOC, typo[s], ambiguous relationship

.

Metawin berniat pulang dengan melompati dinding sekolahnya. Tapi badannya tidak cukup tangkas untuk sekedar memanjat beton setinggi tiga meter tersebut. Pemuda itu enggan berjalan melewati gerbang sekolah. Kali ini saja, ia hanya ingin menghindar.

"Nong Win?"

Kepala Metawin menoleh, memutar hampir seratus delapan puluh derajat dari posisi semula. Dari balik bahunya, Metawin bisa melihat seorang laki-laki tengah mendekat padanya.

"P'Bright?"

"Tidak ingin pulang, Nong Win? Kulihat, sejak sepuluh menit yang lalu, kau hanya berdiri di sini, menatap tembok di depanmu dengan wajah gelisah."

Metawin menekuk wajahnya. Ia tidak lagi berani menatap Bright, pemuda yang berada dua tingkat diatasnya--seniornya di sekolah, yang tengah menatapnya dengan rasa ingin tahu tersirat di wajah. Metawin menoleh ke samping ketika tahu Bright berada cukup dekat dengannya dan tengah menatapnya tajam, berusaha membuat wajah mereka hampir bersentuhan.

"Ada yang menganggumu, Win?"

"Tidak, P'Bright."

"Ingin kuantar pulang?"

Kali ini tak ada jawaban. Bright tersenyum maklum mendapati adik kelasnya diam-yang ia anggap sebagai sebuah persetujuan terhadap penawarannya. Kemudian ia kembali menegakkan tubuhnya dan mengusap pelan pucuk kepala Metawin.

"Kau tunggulah di gerbang sekolah. Aku akan segera ke sana setelah mengambil tas."

"Tapi, P'-"

"Tidak akan lama, Win."

Bright sempat mengedipkan sebelah matanya sebelum pergi dari sana. Metawin hanya mendengus pasrah. Diambilnya nafas dalam-dalam, lalu kakinya melangkah pergi, menjauhi tembok dan berjalan menuju tempat tujuan yang dimaksud oleh sang senior.

Padahal masalahnya ada di gerbang sekolah.

Metawin berdiri sedikit jauh dari gerbang yang masih berada di dalam area sekolahnya. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri berulang-ulang. Berusaha memastikan sesuatu sambil menunggu Bright datang menghampiri. Belum genap satu menit ia menunggu, pemuda lain mendatangi Metawin. Sosok itu berlari sedikit tergesa menghampirinya.

"Oh, Win! Akhirnya kau keluar juga."

Mata tajam yang berbinar dan senyum lebar itu membuat Metawin terkejut.

"P'Tay?"

"Aku sudah menunggumu selama setengah jam, Win."

Bola mata Metawin bergerak nanar, tidak berani menatap lawan bicaranya. Tay Tawan yang berdiri di hadapannya memasang wajah penuh harap. Metawin tahu benar ini akan terjadi. Tay pasti akan menagih jawaban yang Metawin janjikan tiga hari lalu.

"Jadi, Win, kau sudah siap memberiku jawaban, bukan?"

"Ah, itu-bagaimana, ya?"

Metawin menggaruk tengkuknya perlahan. Atmosfer canggung segera menghampiri keduanya. Tay mengumbar senyum, berusaha mencairkan suasana.

"Tidak masalah jika kau tidak menyukaiku, Win. Kau cukup memberi jawaban tidak padaku dan-"

Namun bola mata Tay membulat sempurna tepat saat sosok lain datang dan merangkul pundak Metawin dari belakang. Bukan dia saja, tapi Metawin juga ikut melebarkan kelopak matanya ketika lengan itu mulai turun dan melingkar di pinggangnya.

"Nong Win dan-temannya? Ah, atau saudara yang lebih tua?"

"P'Bright?"

Tay menyipitkan bola matanya heran. Sedekat itukah hubungan Metawin dan pemuda yang sedang merangkulnya? Seingatnya Metawin tidak punya sosok yang disebutnya kekasih ataupun teman yang sangat dekat--yang bisa bebas untuk menyentuh tubuhnya.

"Sepertinya sedang ada pernyataan cinta, hm? Jadi apa jawabanmu, Nong Win?"

Bright meletakkan dagunya di bahu kiri Metawin. Ada sebagian hembusan nafas Bright yang mengenai leher pemuda itu, dan cukup membuat Metawin merinding. Sedangkan Tay melihatnya dengan tatapan lebih heran dan terkejut luar biasa daripada sebelumnya. Bahkan sepatah katapun tak sanggup keluar dari mulutnya.

"Win?"

Tak ada jawaban. Metawin hanya menundukkan pandangan. Melihat kebimbangan tersirat di wajah juniornya, Bright menyeringai. Dagu runcingnya yang masih berada di bahu Metawin bergerak memutar dan mengalihkan tatapannya pada Tay.

"P'Tay, itu namamu, bukan?"

Tay tentu mengangguk.

"Karena Nong Win tidak bisa menjawab, maka aku yang akan mewakilinya."

"Apa maksudmu?"

Metawin mengangkat pandangan dan menoleh ke arah Bright.

"P'Bright?"

Tubuh Bright menegak setelah menarik kepalanya dari bahu sang adik kelas, tanpa melepaskan lengannya dari pinggang Metawin. Sang senior mengubah ekspresinya dalam sekejap. Wajah menyeringai penuh kesan menggoda berganti menjadi rupa penuh ketegasan dengan pandangan tajam yang ia lemparkan cuma-cuma pada Tay Tawan.

"Win tidak akan menerimamu, P'Tay"

"Eh?"

"Karena-"

Bright beringsut ke belakang tubuh Metawin. Satu tangannya yang sedari tadi memegang tas, menjatuhkan benda itu dengan santainya ke permukaan tanah. Pelukan di pinggang Metawin mengerat dan tangan Bright yang bebas beralih ke wajah Metawin, lalu menutup kedua mata beriris gelap itu hingga pandangan sang junior menggelap seketika.

"-Metawin akan jadi milikku."

.

FIN.

.

W/N: ini hanyalah cerita yang ditulis ulang gara2 kepengen nulis taywin tapi brightwin tetep mendominasi akal pikiran.

W/N: ini hanyalah cerita yang ditulis ulang gara2 kepengen nulis taywin tapi brightwin tetep mendominasi akal pikiran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[BrightWin] C L A I M ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang