______
Pria berjas rapi tersebut meletakkan amplop coklat di atas meja, wajah datarnya memandang wanita dihadapannya dengan sorot mata yang tajam."Tuan muda Huang baru sembuh dari demam tinggi dan Anda menghukum mereka semua untuk berjemur di bawah teriknya matahari? Apakah Anda masih ingin mengajar?"
Wanita itu menundukkan wajahnya tak berani menatap pria tersebut. Ini berkat kebodohannya, dirinya terlalu impulsif tanpa memikirkan risiko telah menghukum kelas 2A yang dimana semua penghuni kelas tersebut adalah anak-anak orang kaya dan terpandang, termasuk didalamnya ada pewaris keluarga aristokrat Lee dan juga calon tunangannya yang amat disayang matriarch Lee.
Dirinya tanpa sengaja menyenggol keduanya sekaligus. Ini namanya sama saja dengan upaya bunuh diri.
Sebenaranya, mudah saja bagi sekolah untuk melindunginya. Tapi... Jika itu sudah berhubungan dengan matriarch Lee, siapa yang mau ikut campur tangan?
"Tuan muda Lee akan menenangkan Nyonya tua... Dengan syarat..." Pria tersebut melirik amplop coklat yang ada di atas meja.
* * *
Potongan kertas kecil ditangannya begitu menganggu mata, apalagi angka dua tertulis disana benar-benar merusak suasana hati. Saat ini kelompok dua sudah penuh dan orang yang ditunggu-tunggunya sama sekali belum mengambil undian.
"Jeno-ya! Pegang dulu! Aku ingin ke toilet, tolong katakan pada sekretaris kelas aku dapat nomor empat!"
Remaja laki-laki berparas rupawan tiba-tiba saja datang menghampiri dan menyelipkan kertas undian ditangan. Dia tidak peduli jika temannya tampak enggan menerima dan langsung berlari keluar kelas.
Jeno mendesah, dia meletakkan lembar undian milik remaja lainnya di bawah lembar undian miliknya.
"Kahi-ssaem itu bodoh atau benar-benar bodoh?" Mencoba menenangkan hatinya yang kesal, Jeno menutup matanya. Dirinya mengabaikan hiruk-pikuk kelas yang begitu berisik.
"Nomor berapa lagi yang belum keluar?"
"Sepertinya nomor empat?"
"Oh... Siapa yang belum dapat?"
Kelopak mata itu terbuka menampilkan manik obsidian nan menawan.
"Itu temannya Tzuyu, Na Jaemin."
Pemilik manik obsidian yang sedari tadi mendengar percakapan tersebut, sekali lagi melihat lembar kertas undian bertuliskan angka dua di tangannya. Tak berapa lama, ibu jari tangannya secara perlahan menggeser lembar undian dengan angka dua ke atas.
Bukankah angka empat berarti kematian?
Tapi mengapa angka empat yang muncul begitu menyenangkan mata?Senyum segera terulas di bibirnya yang tipis.
* * *
"Aku tidak mirip dengan rubah, kata teman-temanku aku mirip kelinci!" Sanggah Jaemin tidak terima.
Jeno terkekeh pelan "Semua kelinci di dunia pasti menangis mendengar hal itu."
Jaemin memukul bahu Jeno, tidak sengaja matanya melihat kembali ke tempat para rubah tadi bermain.
Matanya melebar...
"LEE mereka sudah tidak ada!"
Jaemin panik dan ingin melepaskan dirinya dari pelukan Jeno. Sayang kukungan tangan Jeno yang melingkari tubuhnya sangat kuat, membuatnya tidak dapat terbebas dengan mudah.
"Lee itu rubahnya tidak ada!" Jaemin sekali lagi mengingatkan.
Jeno tersenyum melihat ekspersi Jaemin yang panik. Menurutnya itu terlihat lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penghuni Tak Bertuan Lee Manor [✅]
FanfictionSpecial side story of Marrying Crazy Rich (MCR) ©️ Al_yaya