CERITA SEDIH SEORANG IBU

25 4 1
                                    

    Akhirnya liburan kuliah yang kunantikan pun tiba. Sehingga aku bisa pulang dulu ke Cimahi.Telah enam bulan aku tidak menjenguk orang tuaku. Aku kangen sekali pada mereka, dan juga pada saudara-saudaraku.
    Sore itu aku tengah berada dalam perjalananku menuju tempat kelahiranku. Kereta api yang kutumpangi, satu jam yang lalu telah melaju meninggalkan stasiun Bandung. Dihadapanku duduk seorang ibu bersama seorang anak kecil.
   Tiba-tiba anak itu menangis.
    "Kenapa dik?"tanyaku pada anak itu, seraya tersenyum pada ibunya.
    Ibu itu membalas senyumanku, seraya menatapku dengan tatapan penuh duka. Sorot matanya menunjukkan kegetiran dan kesedihan yang mendalam.
    "Ibu, cecep lapar! "jerit anak itu.
    "Sabar, cecep.Sebentar lagi kita sampai,"bujuk ibu itu seraya mengusap kepala anaknya.
    "Dik, mau roti?"tanyaku seraya menyodorkan sebungkus roti keju pada anak itu.
    Anak itu menganguk seraya mengambil roti yang kusodorkan padanya.
    "Aduh, neng, merepotkan," kata ibu itu, tampak malu.
    "Tak apa apa, sama sekali tidak merepotkan, "kataku.
    "Ayo, cecep ucapkan apa pada kakak? "tanya ibu itu mengingatkan anaknya.
    "Terima kasih, kak"kata anak itu.
    "Sama sama, Aduh anak pintar, "kataku seraya mengusap kepala anak itu.
    "Hatur nuhun, neng.Oya nama neng siapa?"kata ibu itu sambil menatapku.
    "Nama saya Rima Purnama," kataku seraya tersenyum. Kebetulan sekali, "kata ibu itu seraya menunduk sedih.
    Ucapan ibu itu membuatku bingung.
    "Wajah neng Rima mirif sekali dengan anak gadis ibu. Dan kebetulan namanya juga sama. Anak gadis ibu bernama Rima. Kebetulan ibu membawa fotonya, "ujar ibu itu seraya mengambil sebuah foto dari tasnya. Kemudian foto itu diperlihatkannya padaku.
    Aku sangat terkejut, ternyata ucapan ibu itu benar. Wajah anak itu mirif sekali denganku. Hanya saja dia terlihat lebih muda beberapa tahun dariku.
    "Usianya. baru 17 tahun, "kata ibu itu. Wajahnya terlihat sedih.
    "Kenapa dia tidak ikut bersama ibu?"tanyaku seraya menyerahkan kembali foto anak ibu itu.
    "Dia sudah tiada,  Tuhan telah Memanggilnya. Sebelumnya dia sakit keras, "ujar ibu itu seraya menghapus air matanya yang mulai membasahi kedua pipinya.
    "Maaf, kalau boleh saya tahu, dia sakit apa? "tanyaku.
    "Sakit lupus, neng.Ibu juga gak tahu itu penyakit apa, ibu tidak mengerti. Dari hasil pemeriksaan rumah sakit, dokter mengatakan anak ibu sakit lupus.Dan anak ibu harus rutin kontrol ke rumah sakit dan rutin minum obat. Tapi kami hanya orang miskin, kami tidak punya uang untuk berobat kerumah sakit, kami hanya bisa pasrah"ujar ibu itu sedih.
    Aku memeluk ibu itu,hatiku sedih mendengar cerita ibu itu. Aku kuliah difakultas kedokteran, jadi aku tahu mengenai penyakit itu.
    "Ibu sabar, ya. Maaf saya udah mengingatkan ibu pada Rima,"kataku seraya melepaskan pelukanku.
    "Tak apa apa neng. Ibu malah senang bisa bertemu dan memeluk neng Rima, "ujar ibu itu terharu.
    "Oya,ibu,memangnya ibu tidak memiliki kartu kesehatan dari pemerintah?"tanyaku.
    "Kebetulan, waktu Rima sakit, ibu baru pindah rumah, jadi sama pak RTnya tidak terdata,tapi sekarang ibu sudah
mempunyai kartu kesehatan untuk keluarga ibu"ujar ibu itu menjelaskan.
    "Syukurlah,bu,kalau ibu sekarang sudah memiliki kartu kesehatan.Tapi kartu ini hanya sebagai penjagaan saja, semoga ibu sekeluarga sehat selalu ya bu, "kataku seraya memegang tangan ibu itu.
    "Ya, neng terima kasih. Oya neng, boleh ibu memeluk neng lagi,"kata ibu itu penuh harap.
    "Tentu, kataku seraya memeluk ibu itu.
    Ibu itu memelukku, dengan penuh haru,ibu itu menciumku seakan akan aku ini putrinya. Hatiku sangat tersentuh.
    Aku menoleh ke arah jendela. Tak terasa kami udah sampai di stasiun Cimahi. Ibu itu melepaskan pelukanku. Semua penumpang turun dari kereta api, termasuk aku dan ibu itu beserta anaknya.Dan kami pun berpisah. Aku segera naik angkutan kota jurusan padalarang.
    Semenjak bertemu dengan ibu itu.Aku semakin bersemangat untuk segera menyelesaikan pendidikan kedokteranku. Aku tak sabar ingin segera mengamalkan ilmuku. Aku ingin menjadi seorang dokter yang bukan hanya bertugas mengobati orang yang sakit, tapi aku ingin bisa menolong dan mengobati orang orang yang miskin, yang tak memiliki biaya untuk berobat ke rumah sakit.
                       *Selesai*


   
           

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CERITA SEDIH SEORANG IBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang