Rima Sukmalaksana adalah anak tunggal dari pasangan konglomerat terpandang di Bali, Roy Sukmalaksana dan Alm. Putri Renada. Rima mempunyai wajah yang cantik, hidung mancung, rambut lurus hitam, serta tinggi bak model internasional dan mempunyai suara yang sangat merdu seperti suara ibunya. Sayangnya suara merdu yang Ia miliki tidak bisa dilantunkan sesuka hati di rumah mewahnya. Ayahnya sangat menentang jika Rima terjun ke dunia musik seperti almarhum ibunya. Putri Renada meninggal ketika Rima masih berumur 13 bulan saat perjalanan tour musik yang Ia gelar perdana di salah satu Negara tetangga. Ayah Rima sangat terpukul saat itu demi menghilangkan rasa sedihnya, Ayah Rima bekerja siang dan malam membangun bisnis bar dan café, yang kini sudah sukses dan terkenal di seluruh Indonesia.
Rima merupakan siswi favorit di SMA Prasada Bali, selain cerdas Ia juga mempunyai banyak penghargaan dari lomba musik antar sekolah. Tentu saja piagam dan piala yang Ia dapatkan tidak bisa dibawa pulang, bisa bisa baru masuk ke halaman rumah piagam dan piala itu sudah lenyap di tangan ayahnya, daripada hilang tak tersisa Ia memutuskan untuk menaruhnya di ruang musik.
"woi, Rim ngapain bengong didepan piala piala loe, udah bawa pulang aja napa kesian mereka sepertinya rindu dipeluk mamanya" canda Lintang, " gila kali kalau aku sampai bawa ini ke rumah, jangankan sampai rumah 1 meter dari pager rumah udah hilang berkeping – keping" jawab Rima dengan muka bete-nya, lalu mereka tertawa bersama.
Lintang adalah sahabat Rima sejak SD. Lintang sangat mengenal Rima dan Ayahnya bahkan bagaimana marah ayahnya Rima jika tahu anaknya terjun ke dunia musik, ya tentu saja, Lintang pernah kena marah ketika tidak sengaja keceplosan mengajak Rima masuk ke grup paduan suara saat SMP. Sejak saat itu Lintang tidak pernah lagi membahas musik di sekitar lingkungan rumah Rima, kecuali diluar rumah dan karena itu Lintang terkadang mengolok olok Rima ketika Ia mendapati Rima sedang bengong meratapi piala – pialanya.
"Rima, katin yuk, laper" ajak Lintang yang langsung menarik tangan Rima tanpa mendengar balasan apapun dari Rima.
"Rim, lu tau gak katanya ada murid pindahan dari Bandung cowok cakep, sayang dia masuk kelas IPA, coba IPS langsung gue sikat mah"
"sikat, sikat, kamu kira dia pakaian apa" balas cepat Rima sambil tertawa kecil
Sepanjang perjalanan ke kantin Rima selalu merasa risih, banyak pasang mata yang selalu mengikuti langkah kakinya.
"hai, kak Rima ini buat kakak" seorang laki laki yang kemungkinan adik kelas itu memberikan coklat serta bunga dan langsung lari menjauh dari Rima dan Lintang. Rima yang mematung sambil memegang bunga dan coklat tersadar ketika anak anak riuh menggodanya "ciee rima, cie cie".
Malu, tampak jelas di wajah Rima muka memerah seperti lobster rebus. Rima langsung lari ke kelasnya agar tak lagi mendengar godaan dari teman temannya. "sumpah, aku malu banget Lin, itu siapa sih berani banget, nih coklat buat kamu aja Lin, kamu taukan aku alergi sama coklat" sambil memberikan coklat yang nampak mahal itu ke sahabatnnya. "seriously? Thank you darling, I like it. Sini cium dulu, sering – sering napa ya lu dapet beginian, uang saku gue aman" Lintang yang gerak cepat mengambil coklat dari tangan Rima dan hendak menciumnya terhalangi oleh tangan Rima yang panjang itu, "Lintang, aku masih normal ya tolong jauh jauh." Tapi tetap memeluk sahabatnya itu. "trus itu bunga mawar palsu loe mau apaan Rim ?", "Ini? Taruh disini aja kali ya, siapa tau mbak mbak CS yang nemu terus..." tak dilanjutkan lagi mereka langsung berlari ke kelas sambil tertawa.
13.30 menunjukkan waktu siswa siswi SMA Prasada Bali pulang ke rumah masing masing, tapi tidak untuk anggota ekstrakulikuler musik. Seluruh anggota melakukan latihan rutin yang diadakan setelah pulang sekolah.
"Selamat sore anak anak" pak Haryadi guru pembimbing kelas musik memasuki kelas, bersamaan dengan laki laki yang merupakan siswa pindahan dari Bandung. " nah, anak anak semua hari ini bapak akan mengenalkan kalian ke siswa baru yang baru pindah dari Bandung, Nak silakan perkenalkan dirimu" sambil mempersilakan laki – laki tersebut.
"selamat sore teman teman, perkenalkan nama gue Galih Ginanjar eh bukan gaes nama gue Galih Rasya Putra Antara ada dan tiada, gak bercanda gak isi ada dan tiadanya ya, gue manusia, 100% manusia. Kalian semua disini bisa panggil gue Galih" perkenalan Galih yang unik dan lucu itu membuat 1 kelas tertawa, termasuk Rima yang notabennya terbilang jutek dan jarang tertawa lepas.
"oke Galih, kamu bisa duduk di bangku kosong belakang sana ya" sambil menunjuk bangku kosong yang berada di pojok kelas, "baik pak, terimakasih" Galih menuju tempat duduk yang di tunjuk oleh pak Haryadi.
"untuk memulai aktifitas kita seperti biasa, coba Rima bawakan satu buah lagu yang sekarang lagi buming" tunjuk pak Haryadi ke Rima. Rima sangat antusias dan tentu saja langsung kedepan kelas dan mulai bernyanyi
Rima mulai mengambil nada awal dengan diiringi suara petikan gitar yang dimainkan pak Haryadi. Suara merdu Rima seperti biasa menghipnotis seluruh siswa, walau sudah hampir 2,5 tahun mendengarkan suara Rima teman temannya tidak pernah bosan namun malah semakin membuat semua jatuh cinta. Termasuk lelaki tampan yang baru saja masuk ke kelas musik tersebut.
"gilak, si eneng udah gelis pisan, suara merdu, ya Gusti jatuh cinta saya ini mah sama si eneng gelis" kalimat Galih yang tidak sengaja keluar sejak pertama kali mendengar suara Rima, matanya tak berkedip, untungnya tidak sampai ileran.
Rima pun telah usai bernyanyi tepuk tangan yang heboh seperti biasa. Hati Rima sangat bahagia, musik dan suasana seperti ini yang ia inginkan, andai saja ayahnya memberikan restu kepadanya untuk bermusik mungkin bahagianya akan berkali - kali lipat dari ini. Pelajaran musikpun dilanjutkan, tak terasa pukul 15.00 meandakan kelas telah usai. Galih buru - buru mendatangi bangku Rima
"Neng gelis namanya Rima ya, kenalin gue Galih" sambil menjulurkan tangan ke Rima, Rima yang jutek hanya menjabat tangan Galih tanpa membalas omongan Galih. "lah, gue di jutekin dong, neng suaranya tadi bagus banget, belajar dimana ? kapan kapan duet yuk" Galih terus berusaha mengajak Rima untuk mengobrol. "Maaf ya, saya tidak belajar sudah alami, iya kapan kapan ya" Rima membalas sambil omongan Galih dengan jutek sambil meninggalkan Galih keluar ruangan. "neng, bagi nomer WhatsApp-nya dong biar nanti gue bisa nelpon kita duet lewat telpon" rayu Galih, namun Rima hanya membalas dengan senyuman dan pergi berlalu begitu saja meninggalkan Galih yang siap mencatat nomer WhatsApp Rima. Galih hanya bisa bengong menatap kepergian punggung gadis cantik itu. Galih menyakini hatinya bahwa Ia sudah terpana pada sosok gadis jutek bersuara merdu itu. Rima. Di kelas musik beberapa jam yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Rima
Teen Fictionhallo, ini cerita pendek pertama saya semoga kalian menikmati