Sesungguhnya aku tak terlalu yakin apa yang sedang kusaksikan sekarang. Otakku juga sulit bekerja di tengah udara yang semakin dingin. Aku pun tak yakin apakah cuaca, keadaan, atau semacam sihir yang membuat tubuhku membatu. Seharusnya aku berlari ke dalam dan mencari Marc, atau meminta pertolongan siapapun. Kurasa Collin sudah siap memangsaku sekarang. Aku benar-benar akan menyusul Mom ke surga sebentar lagi.
Apa tadi Collin bilang? Namaku terkenal di dunia para Lonan?
Ketika aku masih mencoba menggerakan tubuhku, sebelum Colin sempat menerkamku dengan cakarnya, kulihat sesuatu menghantamnya ke tanah. Tubuh Collin terpelanting jauh hingga mendekati sudut taman. Makhluk yang tadi menyerang Collin membalikkan tubuh. Meskipun tak bisa bekerja maksimal, otakku masih bisa mengenali bahwa makhluk itu adalah Khee, dalam versi monster.
"Kau, burung kecil, seharusnya kau sudah menjadi persembahan sejak dulu," ucap Collin mengerikan. Kudengar suara geraman dari Khee.
"Kau akan dihukum jika membunuh manusia di bumi," balas Khee.
"Tentu saja aku tidak bodoh. Akan kubawa ia ke Lonan untuk dimangsa bersama-sama."
Kemudian kudengar Khee mengeluarkan teriakan yang terdengar seperti suara pekikan burung, nyaring dan keras, sebelum kembali mencakar wajah Colin dalam gerakan yang gesit. Collin berusaha menghindar, tetapi gerakan Khee jauh lebih gesit. Kurasa Khee memang sudah dilatih sedemikian rupa.
Aku tak bisa berkata apapun selalin menatap Khee dengan mata terbelalak. Sebelum Collin sempat bangkit, Khee dengan secepat kilat membopong tubuhku—yang mungkin terasa seringan bulu dengan ukuran tubuhnya sekarang—ke dalam gedung.
Khee membawaku ke gimnasium.
"Tunggulah, di sini aman. Tuanku akan segera menjemputmu," ujar Khee seraya mengangguk sebelum kembali pergi dan menghilang dalam sekejap mata. Kurasa ia akan kembali mengurus Collin.
Aku meyadari penampilanku sudah tak layak untuk kembali ke pesta, jadi aku memutuskan untuk menuruti perkataan Khee. Lagipula aku tak tahu ada berapa makhluk seperti Collin yang menyamar sebagai teman Marc di sana. Apa sebenarnya mereka itu?
Suasana gimnasium sepi, lampu yang menyala pun hanya satu. Pencahayaan dari sinar bulan yang menysup lewat lubang ventilasi kecil membantuku mengenali sosok Marc yang datang dengan wajah pucat dan napas terengah-engah. Ia langsung menghampiriku dan melakukan pengecekan seluruh tubuhku.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya tanpa berhenti memperhatikanku.
"Aku yakin kau tahu apa yang baru saja terjadi kepadaku. Terima kasih sudah mengirim Khee untuk menyelamatkan—"
Sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku, Marc menarikku pergi dari gimnasium.
"Kita harus segera pergi. Kesalahanku mengajamu ke sini. Tempat ini sama sekali tidak aman."
Kini wajah Marc tampak marah. Aku membiarkannya membawaku kemanapun. Selain karena cengkraman tangan Marc cukup kencang pada pergelangan tanganku, aku juga tak memiliki daya untuk melepaskan diri dari Marc. Marc lebih tahu tempat yang aman bagiku saat ini.
Kami kembali ke mobil. Supir Marc telah siap membawa kami pulang. Dalam perjalanan pulang Marc tak berbicara sedikit pun hingga kami sampai di pekarang megah rumah Marc.
"Kau seharusnya membawaku pulang, Marc. Ayahku tak akan senang mengetahui putrinya tak ada di rumah hingga larut malam."
"Ayahmu ada acara menonton pertandingan bisbol malam ini. Ada pesta minuman juga sehingga ia baru akan kembali pagi nanti."
"Kau yang mengatur semuanya?" tanyaku curiga.
Marc menatapku lama. "Rumahku adalah tempat paling aman untukmu, Nao. Chloe juga ada di dalam. Sampai aku yakin kau benar-benar aman, aku tidak akan mengembalikanmu ke rumahmu tanpa penjagaan."
YOU ARE READING
The Sky Occupant
RomanceNaomi Addison pasrah dengan hidupnya. Di usia keempat belas, ia memiliki seorang adik perempuan. Di usia keenam belas, ia menjadi seorang piatu. Ayahnya frustrasi setelah Ibunya meninggal. Naomi yang ceria berubah pendiam dan tertutup semenjak hidup...