✉✍ Pemuda itu, dengan segala ke-anehan nya, Seo Haechan yang dikenal sebagai antisosial nomor satu di sekolah lamanya, dan kini akan membuka lembaran hidup baru, di sekolah baru tentunya."haechan, ayo." ajak Jaemin, keduanya tengah memandang papan nilai calon murid baru, dan tentunya nama mereka tercantum diatas.
"ya." singkat Haechan, bahkan sahabatnya pun tidak tahu dengan motif yang ia lakukan.
Hari pendaftaran pertama, dipenuhi dengan tatapan aneh(?) Dari calon peserta didik, mungkin karena keduanya berasal dari negeri selatan, ah tidak tau. Pasti, esok harinya mereka akan mencari perhatian kakak kelas.
"hai, nama aku Jeno." sapa orang tersebut.
"hai, ini haechan, kalau aku Jaemin." jawab Jaemin, yang disambut kekehan lembut pemuda bernama Jeno itu.
"dia ansos, makanya aku yang jawab." bisik Jaemin kepada Jeno, sehingga pemuda itu tahu dengan sikon yang di alami kedua sahabat itu.
"kalian saudara?" tanya Jeno, sebab Jaemin sedari tadi terus menempeli haechan.
"tidak, kami sahabat hehe." jawab Jaemin mantap, namun percakapan mereka tidak dapat menarik perhatian haechan, dan membuat pemuda tersebut berbaur juga.
"y-ya, dari kecil." ucap haechan, ia itu sosok yang pendiam dan pemalu, bahkan ketika ia masih taman kanak kanak, ia hanya berbicara dengan guru, itupun setengah berbisik.
Winwin dan Ten juga sedang mengurus administrasi, sembari memperhatikan anaknya masing-masing, dan kedua anaknya mendapat nomor urut ke 1 dan 2. Setelah meminta tolong kepada pihak sekolah untuk menerima anaknya, bahkan jika tidak minta tolong sekalipun, anak mereka tetap masuk.
"Haechan Jaemin, kita disuruh mengisi formulir." ucap Jeno, yang sedari tadi memperhatikan gerak gerik para guru.
Ucapan Jeno hanya dibalas anggukan oleh Haechan, ia sedang memikirkan sesuatu yang akan terjadi di hari esok
Sebuah cerita yang tertunda, sekarang akan di lanjutkan kembali.
'apakah 'dia' masih mengingat ku?' pikir Haechan, ah tidak mungkin, pastinya 'dia' sudah mendapat pengganti yang lebih baik dari Haechan.
"jangan melamun." ucap Jaemin, hanya Jaemin yang tahu tentang kisah mereka, yang mungkin sudah selesai.
"percaya sama aku, 'dia' gak mungkin sekolah disini." ujar Jaemin, guna menenangkan pikiran sahabatnya itu.
'kau bohong na, aku masih sering memeriksa akun sosial media 'nya' bahkan aku juga masih memiliki nomor 'dia'.'
"ya, bagaimana kalau-." ucap Haechan penuh dengan nada ketakutan, untuk jatuh cinta yang ke sekian kalinya dengan orang yang sama.
"hey, tujuan kita bukan untuk menemui dia disini." ucap Jaemin, sungguh ia tak mau sahabatnya berharap lagi dan terus berharap untuk mengulang kisah bodoh itu.
"hm." singkat Haechan jangankan berbincang, bertatap muka pun tak mampu, hanya bisa diam memperhatikan sekitar huh.
➳༻❀☕❀༺➳
"dek, jangan nakal abang panitia nanti." ucap 'dia', masih mengharapkan si pudu nya kembali, menulis kisah bersama lagi, namun semua tak sama lagi, 'dia' sudah memilih orang yang salah.
"udah bang, sana masih libur kalian mah." ucap Jeno, dan berjalan menuju kedua orang tuanya, meninggalkan 'dia' yang sibuk dengan pikirannya sendiri.
"ah! Jaemin? dimana haechan?" monolog 'dia', sambil memperhatikan Jaemin yang sedang berbincang dengan adiknya.
'gak mungkin, dia pasti sudah lupa dengan ku, itu sudah lama ia masih kelas empat sekolah dasar, jika bertemu pastinya ia akan mengabaikan ku, bisa saja tidak menyadari keberadaan ku.'
"bang ayo kita pulang, biarkan Jeno mencari teman, ayah sudah mengurusnya."
ucap Jaehyun, ayah dari 'dia' dan Jeno, ia tau kisah anaknya ini, hingga tak merestui hubungan sulungnya dengan Mina.
"haechan tidak ada ya yah?" tanya 'dia' ekor mata nya sedari tadi mencari pemuda kecil-nya(?)
"untuk apa kau mencarinya, jangan mengada-ada." pinta Taeyong kepada anak sulungnya, ia sudah berbicara dengan Ten namun tidak tentang masalah cinta monyet kedua anak mereka.
"iya mom, maaf." ucap si sulung.
'bahkan saking bencinya haechan padaku, sekolah pun di tempat yang lain haha konyol.'
'Maaf, membuat dirimu menunggu, namun akhirnya aku memilih yang lain, sungguh bukan maksudku menyakitimu.'
monolog 'dia', 2 tahun tidak bertemu itu siksaan. Semesta sangat kejam dalam bekerja, tak apa.
"oh iya, telfonmu berdering." ucap Taeyong.
"mom, Mina menelfon, aku keluar dulu." izin Mark kepada ibunya, dan menekan tombol terima di telfonnya, sungguh ia ingin rasanya memutuskan Mina, namun ia tidak sebrengsek itu sebagai laki laki.
-
'Ada apa Mina?'
'Kau tak usah menjemput ku hari ini, hari ini ada latihan paduan suara'
'oh okay'
'Oh ya, jangan lupa janjimu kemarin ya, love you.'
'hm, both.'
-
Entah mengapa hari ini mood 'dia' sama sekali tak bersahabat, karena memikirkan pudu nya, Tuhan, apakah 'dia' boleh serakah.
Tak terasa hari mulai meredup, namun 'dia' tak kunjung pulang dari sekolah nya, demi menunggu sang adik yang memiliki lintas pergaulan banyak.
"bang, ayo beli es krim." ajak Jeno menunjuk kedai yang ada di sebelah sekolah mereka.
Hingga ia menyadari keberadaan Jaemin, dengan sosok ber Hoodie hitam, dan juga masker berwarna senada yang ia pakai, 'dia' tidak bisa mengetahui sosok itu.
"eh maaf ada urusan, abang tunggu di mobil" ucap 'dia' hanya karena kecewa dengan tidak adanya haechan, ia rela mengurung diri di dalam mobil sambil memutar lagu bernuansa mellow.
➳༻❀☕❀༺➳
Pasti tau dong. D i a itu siapa.
220420
With luv
©Anchreyii🍯
KAMU SEDANG MEMBACA
If We
FanfictionJika. Jika kita akan bertemu lagi. Jika kita akan mengenal lagi. Jika kita saling mencintai lagi.