"Katakan padaku bahwa kamu sering mendengar sesuatu ditelingamu. Semacam bisikan?"
Pertanyaan itu mengejar derap langkahku yang sengaja kupercepat. Kakinya yang pendek, penuh daging bercampur lemak, berusaha menyamai langkah jenjang kakiku. Aku tak peduli, semakin wajahnya yang gembul dan penuh bintik-bintik itu mendekati wajahku, tubuhku semakin cepat menjauh. Seolah membentuk imunitas yang terorganisir untuk menjauhi semacam kuman atau virus."Vlo, percayalah padaku. Hades akan memarahiku habis-habisan jika tidak bisa membawamu pergi denganku."
Ucapnya sambil terengah-engah.Aku tetap tidak peduli dan berusaha menghindar. Tetapi inilah kenyataannya. Bahkan jika aku mengikuti sesuatu yang gila diotaknya, mungkin saja sekarang aku akan menenggelamkan diri di lautan dan menemui dewa Hades. Pemuda gembul berkacamata tebal dan berwajah penuh bintik-bintik itu terus menatapku. Matanya yang hitam dan gelap seolah menusuk tepat ulu hati dan menyeretnya hingga kedasar yang tidak terjamah. Aku diam. Membiarkan pemuda itu melanjutkan kata-katanya yang gila dan semrawut.
"Vlo, ikutlah aku sebentar saja."
Ucapnya setengah memohon. Pipi sebelah kanannya berkedut. Kedua alisnya miring kebawah nampak memelas. Tatapannya yang tajam melemah sedikit demi sedikit.
Aku diam ditempat. Mengamati pemuda yang mengaku kembaranku itu dengan seksama. Bukan tentang segala sesuatu yang baru saja diucapkan atau ditawarkannya. Tapi tentang penampilannya. Jika ucapannya benar--maksudku benar bahwa kami kembar--tentu saja aku nampak sekucel dirinya. Aku menggeleng cepat. Pantas saja tidak ada yang melirikku, bahkan kacung kelas lain saja melengos jijik menatapku."Vlo?"
Pemuda yang disebut kacung kelas tiga A itu menyentak kesadaranku."Erik, pergilah."
Balasku sedikit kasar. Kusentak tubuhnya kebelakang dan segera membuka pintu ruang kepala sekolah dengan paksa dan masuk tanpa izin pemiliknya. Aku tak peduli bagaimana reaksi teman seper-kacunganku itu. Tapi yang sekarang harus kuperdulikan adalah tentang kepala sekolahku. Tubuhnya yang bulat mendekati kotak terjengkang kebelakang karena kaget bukan kepalang. Wajahnya merah padam. Matanya membulat dengan tatapan yang tajam."Vloreance!"
Aku mengkeret di tempat. Menunduk dalam-dalam dan bergaya seolah aku sangat menyesal. Sebenarnya aku sangat anti ruangan ini. Begitu pula tubuhku yang ketika awal mula mendapat panggilan darinya, langsung saja merapatkan pakaianku berlapis-lapis dan mengantongi pisau lipat dengan dua mata pisau seolah menjaga benar bahwa kepala sekolahku itu tidak akan berani macam-macam. Tapi ternyata benar bahwa pandangannya masih jelas untuk membedakan mana yang bening dan mana yang burik. Sehingga ketika dikantornya aku tidak ditatapnya dengan mesum sedikitpun. Bahkan melirik saja tidak. Wah! seleranya boleh juga. Lantas pria berumur itu hanya menanyaiku sesuatu yang sepele dan segera mengusirku keluar. Katanya bauku menutupi aura ketampanannya.
Begitu pula panggilannya yang ketujuh ini. Tepat seperti dugaanku, bahwa pertanyaanya adalah sesuatu yang konyol dan berkesan tidak berbobot.
"Apa mimpimu semalam?"Aku mendengus. Sebulan ini hampir setiap kali berpapasan dengannya di lapangan, lorong, kantin, atau bahkan di minimarket sekalipun hanya satu itulah pertanyaannya. Memangnya jika semalam aku bermimpi menikah dengan Suga BTS, dia akan menurutinya? Atau jika aku bermimpi mengarungi lautan dengan karung beras, dia akan mewujudkannya?
"Hanya tentang nilai tugas Mrs. Lunna yang selalu mengecewakan dan aku harus diikat ditiang bendera selama dua hari pak,"
Jawabku malas.Mr. Darwent tak begitu saja percaya. Kacamatanya yang lebar dengan bingkai emas diturunkannya sampai pangkal hidungnya dan menatapku. Dan oh! aku melihat tatapannya yang serius untuk pertama kalinya. Bukan jenis tatapan nakal atau mesum yang biasanya diedarkannya disekeliling kawanan gadis-gadis kelasku yang kecentilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hades : A Pair of Descendants Legitimate
Humor'SEPASANG KETURUNAN YANG SAH' Seorang gadis biasa yang terlahir menjadi kacung harus merelakan masa kebebasan dari per-kacungannya dan membuatnya jauh lebih menderita. Masuk kedalam Tartarus, bertemu Carberos, dan hampir saja mati terpanggang dengan...