Season Empat

17 7 0
                                    

Bau obat-obatan menyeruak, menusuk indra penciumanku.

Rasa pusing menjalar kepala, "Akhh, sakit" pekikku sembari menahan rasa sakit dikepala.
Kuedarkan pandangan kedepan. Kulihat nuansa serba putih.

"Dimana aku,?" gumamku lirih mencoba menyeimbangkan  kesadaran.

ceklek
.
Terliha seorang pria dan dua wanita serba putih berjalan mendeket kearahku. Mereka tersenyum dan mengecek denyut nadi juga detak jantungku.

"Mba kondisi nya saat ini sudah lebih baik. Tapi, tolong dijaga baik baik jangan terlalu banyak berfikir. Karna takut nantinya menganggu kesehatan mba." Ujar pria berjas putih itu sembari terseyum. "Perut mba kosong itulah kenapa mba nya ini pingsan tadi. suster sudah siapkan makanan dimakan ya. Kalau gitu saya permisi." Lanjutnya.

"Terimakasih" jawabku lirih. Tubuhku serasa remuk. Entah apa yang terjadi. Tiba-tiba teringat karna aku sudah meninggalkan rumah. Meninggalkan ibu, ayah dan juga abang. Dengan mengingat mereka saja dadaku terasa sesak lagi.

'gak. aku harus kuat jangan kaya gini lagi. aku udah kecewain ibu, ayah juga abang. aku gak boleh terpuruk. ini keputusanku jadi aku gak boleh menyesalinya.' batinku menyakinkan diri.

hikss..

Terasa ada telapak tangan besar mengusap wajahku, terutama menghapus air mata yang tanpa sadar menetes saat mengingat keluarga.
Kutatap dokter itu. sangat tampan. 'kenapa aku seperti mengenal wajah ini ya. tapi dimana?' batinku.

Mencoba mengingat sesuatu sembari melihat wajahnya. Hingga suara bariton nya menyadarkan lamunanku. "Mba kan saya sudah bilang jangan terlalu banyak berfikir. Jaga kesehatan mba nya."

"Ehh iya pak, eh dok." Jawabku kikuk

"Kalau gitu saya permisi ya. Assalamualaikum." Pamitnya sembari berdiri, lalu berjalan kearah dua suster cantik itu.
Kulihat ia berbicara pada dua suster itu, sebelum beranjak pergi meninggalkan kamar inap ini.

"Silahkan dimakan kak biar cepat sembuh" Ujar suster cantik berambut pendek itu sambil tersenyum. Kulihat ia menyodorkan bubur, sayur dan buah segar.

"Terimakasih" Jawabku lalu mengambil bubur dan menyendokan sayur bening yang hanya berisi air saja itu, lalu melahap bubur yang berisi air sayur.

"Sama-sama. Oh ya nama kakaknya siapa ya? biar saya hubungi keluarganya."

'keluarga' batinku

"Ah tidak perlu suster. S-saya takut keluarga saya tau kalau saya dirumah sakit. Takut nantinya mereka khawatir." Jawabku sembari mencoba memaksakan senyum.

"oh iya kalau begitu. Kalau boleh tau nama kakak siapa ya?."

"Saya Tiara, suster." ujarku memperkenalkan diri.

"Oh iya kak tiara silahkan dimakan ya. kalau gitu saya permisi." Pamitnya. Tapi langsung kucegah. "Ah maaf suster saya mau tanya siapa yang bawa saya kerumah sakit ya? soalnya seingat saya saya di dalam bus." Tanyaku penasaran.

"Oh itu orangnya ada didepan kak. Masih mengurus biaya administrasi. nanti biar saya persilahkan kemari ya kak." Jawab suster cantik berambut sebahu itu.

"iya suster. Sekali lagi terimakasih"

"Sama-sama kak. Ayo kak saya permisi. Sehat selalu ya kakak." Pamitnya sambil menyunggingkan senyum tipis.

Kulihat ia sudah pergi. Padahal aku pengen tanya siapa nama orang yang sudah menolongku.

"Ah sudahlah." Gumamku. Kupejamkan dua bola mata ku. Sembari mengistirahatkan tubuh yang terasa remuk.

*****

Istirahatku terusik saat aku merasakan telapak tangan besar menyentuh jari jemari tanganku.
Mecoba menetralisir kesadaran yang hampir punah sesudah tidur.

Kulihat sesosok wajah pria sangat dekat denganku. Bahkan mungkin hanya satu inchi dari wajahku.

"Biasa aja dong liatnya. Gue tau gue tampan."

Kesadaranku masih belum sempurna. Aku menatapnya serius. Karna tak mengerti apa maksud perkataannya barusan.

"Hello cantik" Ocehnya lagi, kini bahkan hidung mancungnya tepat menyentuh wajahku.

"Mesum" Pekikku kesal.

"Hello siapa yang mesum. Harusnya lo bilang makasih dong karna gue udah bawa lo ke ni rumah sakit. Lagian lo udah tau malem masih aja keluyuran mau keman sih emang lo? lo gak ada takutnya ya? lo tuh ih gemes gue. Jam segitu kabur-kaburan. Untung ada gue kalo gak! hummm. Makasih dong sama gue. secara gue kan tampan, baik hati dan tidak sombong. Rajin menabung dan kaya raya." Ocehnya panjang lebar.

Kesal rasanya. Ingin ku ketuk jidatnya tapi sayang anak orang. tampan lagi sayang kalau lecet. Ehh!

"Iya makasih. Jangan terlalu narsis deh lo tuh. Enek gue. Tampan apa nya coba? hah biasa aja tuh!"

"Udahlah ok. Gue maafin. Gue gak masukin ke hati omongan lo." Jawabnya menatap lekat wajahku.

"Dih! NARSIS!" Teriakku ditelingnya

"Emang."

"Hahahaha" Tawaku pecah memenuhi seisi ruangan.

"Iya gue tau gue tampan. Lucu lagi."

"Haduh mulai lagi."

"Hah apa? kamu mau kita nikah malam ini sayang?" Ocehnya membuatku semakin kesal.

"Ngaco" Ujarku "Mending lo pergi deh gue enek ada lo disini. Dan makasih udah nolongin gue. Gue harap kita jangan ketemu lagi. Gue males lo tuh narsis berat. Udah ya gue mau istirahat." Lanjutku lalu mengusirnya dari ruangan ini.

"Iya iya. Jangan gitu dong. Sorry. Baperan amat sih lo!"

"Buruan pergi." Pekikku

"Iya iya tuan putri. Selamat istirahat. Bye jangan kangen ya! hihi." Ocehnya lagi. Tapi tak kupedulikan lagi ke narsisan nya itu.
Beberapa menit setelah pria menyebalkan itu pergi. Entah kenapa. Hatiku terasa sepi lagi. Tiba-tiba teringat abang roni. Kakakku yang selalu berdebat omongan denganku. dia, pria menyebalkan itu mengingatkan aku pada abang roni. Persisi! leluconnya, narsisnya juga menyebalkannya.

"Huftt. Abang tiara kangen. Apa abang bakal benci tiara karna gak nurut lagi sama abang. Apa abang juga inget tiara saat ini." Gumamku lirih. Kutarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh kecuali kepala dan juga leher.
Rasa kantuk melanda. Membuatku terlena dan ingin segera terlelap.
"hoamm. ngantuk!"
Kupejamkan mata. Tak lupa membaca doa sebelum tidur. "Bismillah".

Kesadaran menghilang perlahan. bersiap untuk pergi kealam mimpi. Dan akupun tertidur.

*******
Pagi ini aku bersiap. Biaya rumah sakit pria itu yang sudah melunasinya. Mengingat pria itu aku teringat semalam. Sejak semalam dia pergi sampe saat ini ia tidak muncul lagi.
Mungkinkah ia marah? Tapi siapa suruh mesum!

Semua sudah rapi. Saatnya aku pergi meninggalkan rumah sakit ini. Tak tau harus kemana. Yang pasti ikuti saja kemana arah kaki melangkah. Selagi itu halal dan baik kerjakan saja.

"Terimakasih" Ujarku senyum sembari pamit pada suster dan dokter yang sudah seharian merawatku.

Kulangkahkan kaki keluar dari rumah sakit. Lalu menyetop taksi. Tak tau harus kemana. Haruskah aku pulang? ah gak aku sudah kecewain mereka. Aku takut mereka gak akan menerimaku lagi.
Sepanjang perjalanan memori kenanganku bersama abang, ibu dan juga ayah kembali melintasi pikiran. Sedih rasanya harus pergi meninggalkan kalian.

"Ibu, ayah dan abang. Maafkan aku. Aku rindu kalian." Gumamku lirih. Terasa air mata kembali menetes. Dada terasa sesak. Jantung terasa bergemuruh.

"astagfirullah haladzim."

*****
Maaf kalau Gaje😅
Penulis amatiran kak🙏

Pilihan Dua HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang