Chapter 3

56 3 0
                                    

"Brukk!!!" Aku lemas dan jatuh hingga Dira harus menahan beban ku, namun sebelum itu aku melihat dan mendengar sesuatu yang membuat ku ingin membuka mataku, namun aku tak bisa, dan aku tak sadarkan diri lagi.

🌹🌹🌹

Entah apa yang terjadi, sekarang aku di tempat yang serba putih, dan juga Dira yang tertidur di samping ku. Aku sekarang pasti di rumah sakit

"Prakkk!!!" Tamparan itu terngiang-ngiang di kepalaku. Kenapa begitu sakit?! Kenapa harus aku yang merasakannya? Kenapa aku mempunyai ayah seperti dia?! Tak sadar air mataku mengalir lagi, aku benci dimana keadaan ku seperti orang lemah.

"Syam? Lu udh sadar?" Dira berkata sambil menguap

"Lah trus lu mau apa gua matii? Gua juga mau hidup gua seneng, ketemu jodoh yang kek Syakir Daulay" ucapku dengan nada seperti biasanya.

"Halahh luu, sejak kapan ngomong² jodoh? Dan lagian mana mau elahh tampang Syakir Daulay mauu Ama org kek luu? Lu begajulan bgnii, kadang make jilbab kadang nggak, lu sakit bukanny tobat malah menjadi-jadi gila lu." Dira berkata, macam tak betul aja tuh anak.

"Gua mau dia bimbing guaa, biar jadi wanita ukhti-ukhti gituu. Ehh btw lu dari kapan disini? Gua tidur nya lama nggak?"

"Iya-in ajalah kalo orang sakit mahh. Nggak juga, kmren luu ngk sadar-sadar, gua kira lu mati, pagi ini baru lu bangun.. ngk lama. Btw nyokap lu kesini tadi sama dedek-dedek emeshh lu."

"Ohh si bajingan itu nggak kesini dia?"

"Syam, lu ngk boleh ngomong gitu. Gimanapun dia bokap lu, jgn jadi cengeng gini elah luu. Gua paham, gua tau gimana rasanya. Nyokap lu udah cerita sama gua."

"Dira, bokap mana yang tega liat anaknya nangis karena ulah dia? Mana ada seorang Ayah memberi contoh bejat kek gitu?." Aku tak tahan, sampai aku menangis kembali.

Dira yang berkata pun tak aku dengarkan, mungkin dia sudah paham dengan sifat ku yang seperti ini, enggan mendengarkan nasihat disaat aku seperti ini. Hancur.
Ini kedua kalinya aku di rawat di RS, pertama saat tiba-tiba heboh di dalam rumah, karena ibu meminta bagaimana keuangan untuk kedepannya, namun bajingan itu malah memaki ibu ku. Jelas aku marah, dan marah kepadanya, dia yang tak menyangka aku ikut marah, membentak ku dengan perkataan kasar. Aku yang mendengar memberinya sumpah serapah, dan berlalu pergi ke kamar.
Entahlah saat itu aku hancur sangar hancur, karena itu pertama kali. Saat aku menggeladah kamar mini ku, aku melihat silet yang tergeletak bekas apa aku lupa, namun pikiran jahat itu datang, aku mengambil nya dan mulai untuk menyayatkan pada pergelangan tangan ku, sakit. Namun setidaknya ada rasa lega yang kurasa, saat aku merasakan lemas karena darah yang mengalir semakin deras, aku mendengar ibu membuka pintu dan berteriak, saat itu penglihatan ku sudah kabur. Namun, yang ku dengar dia meminta bantuan ayah untuk membopong ku pergi ke rumah sakit, namun

"urus saja anak mu itu, aku tak mau!" Cihh! Jawaban macam apa itu. Aku tidak akan pernah memaafkan nya, aku tak tau apa lagi yang terjadi, yang jelas aku tak sadarkan diri saat itu.

🌹🌹🌹

Setelah keluar dari rumah sakit kemarin, sekarang aku tengah berada di kampus. Lihat, siapa yang aku lihat. Si Dira yang bahagia melihat ku, seperti orang yang telah lama tidak bertemu dengan ku.

"Hisyam sayangg... gua kangen." Dia berteriak sambil memelukku, memang tak tau malu.
Namun, saat Dira memeluk ku, kenapa aku melihat si penceramah seperti melihat ke arahku? Atau aku yang salah kira?
Tak mungkin dia melihat ku, pasti dia akan berkomat-kamit lagi.

"Elahh lu, berapa tahun lu nggak liat gua? Toh juga lu tiap hari jengukin gua, lebai luu."

"Ihh gua mahh sayang, setia Ama luu. Kan lu doang musuh gua, ngk ada lagi selain lu.

Reach Until JannahWhere stories live. Discover now